tirto.id - Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Rhenald Kasali mengatakan, salah satu permasalahan akut yang terjadi pada masyarakat kelas menengah di Indonesia adalah budaya konsumerisme.
Pasalnya, kata dia, konsumerisme membuat masyarakat kerap belanja dan meminjam uang secara online demi keinginan semata, namun bukan karena kebutuhan. Hal itu disampaikannya saat merespons maraknya kasus korban peminjaman dana online yang diintimidasi oleh perusahaan fintech.
"Memang persoalannya ada di kelas menengah baru yang tidak sabaran, cepat-cepat pengen ambil uang, dan konsumtif sekali. Ditambah lagi kecenderungannya konsumtif hanya untuk keinginan, bukan kebutuhan," kata Rhenald saat dihubungi wartawan Tirto, Selasa (6/11/2018) siang.
Padahal, kata Rhenald, masyarakat Indonesia memiliki kultur yang ramah sehingga tidak terlalu sulit untuk melakukan pinjaman kepada sesama bila ada kebutuhan mendesak.
Yang menjadi permasalahan lainnya adalah kencangnya konsumsi masyarakat Indonesia yang tidak dibarengi dengan pembelajaran risiko yang ada. "Masyarakat harusnya juga paham peminjaman uang online ya ada risiko yang harus ditanggung," katanya.
Rhenald mengatakan seharusnya LBH Jakarta tak hanya mengadvokasi korban secara hukum tetapi juga memberikan edukasi dan pengetahuan terkait bagaimana menghadapi perusahaan-perusahaan Fintech.
"Fintech tak akan bisa hilang. Ia akan selalu ada. Sekarang tinggal bagaimana risiko yang dipelajari oleh masyarakat jika mereka mengemplang, misalnya tidak bayar hutang. Karena itu lebih berbahaya," katanya.
Rhenald melihat banyak kecenderungan yang ada di dalam masyarakat untuk tidak mengembalikan pinjaman atau utang yang ada.
"Masyarakat kita menganggap meminjam sama dengan meminta. Pinjam sekarang, tahun depan udah lupa atau dianggap lunas," katanya.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta membuka posko pengaduan bagi para korban pinjaman uang online (pinjol) dari para penyelenggara Fintech yang ada di Indonesia, khususnya Jakarta. Hal tersebut mengingat banyaknya kasus teror dan intimidasi yang terjadi kepada para korban saat penagihan utang.
Hal itu dikatakan oleh Kepala Divisi Advokasi Bidang Perkotaan dan Masyarakat Urban (PMU) LBH Jakarta Jeanny Silvia Sari Sirait kepada reporter Tirto, Senin (5/11/2018) siang.
"Iya benar, selama tiga tahun terakhir setidaknya ada 283 kasus dan pelaporan yang terjadi. Meski mulai mengadu ke LBH Jakarta itu pada bulan Mei lalu, tapi mereka sudah membangun kelompok pengaduan khusus sejak 2016, meski kelompok itu lebih ke curhat sih," katanya.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Alexander Haryanto