tirto.id - “Alasan pertama mengapa saya mulai berbisnis ialah aku ingin mengumpulkan uang untuk nenekku,” kata Liu dalam bahasa Inggris beraksen Suqian pada Celian Chen, wartawan South China Morning Post.
“Nenekku saat itu sedang sakit dan membutuhkan pengobatan, sayangnya kami tidak punya uang.”
Richard Liu Qiangdong atau akrab disapa Liu lahir di keluarga yang serba kekurangan. Kepada Jamil Anderlini, reporter Financial Times, Liu yang anak petani itu merasakan makan dengan menu yang sangat monoton, berbulan-bulan lamanya akibat kebijakan Revolusi Pertanian Cina.
“Dari Juni hingga September kami makan jagung. Pancake jagung untuk makan siang dan roti jagung kering untuk makan malam [...] Delapan bulan lainnya kami makan ubi jalar rebus untuk sarapan, panekuk ubi jalar untuk makan siang dan ubi jalar kering untuk makan malam,” kenang Liu.
Selepas merantau untuk menempuh pendidikan di Renmin University of China pada 1992, bermodal uang urunan dari tetangganya $75, akhirnya jalan hidup Liu berubah. Liu, kini ditaksir memiliki kekayaan lebih dari $11 miliar. JD.com adalah kendaraan Liu memperoleh kesuksesan.
Liu mendirikan Jingdong pada 6 Juni 1998. Pada Maret 2013, Jingdong bertransformasi menjadi JD.com. Pada Anderlini, Liu mengatakan kunci suksesnya berbisnis ialah memegang teguh pesan orang tua, “bisnis itu soal kepercayaan dan kepercayaan adalah bisnis.”
Pada 21 Mei 2014, JD.com sukses meraup dana US$1,8 miliar melalui penawaran saham perdana (IPO) di bursa saham AS. Pada 18 Juni 2018, Google, raksasa teknologi asal Amerika Serikat, dalam laporan Reuters, mengucurkan dana “strategic partnership” sebesar $550 juta.
Dilaporkan CNBC, investasi yang diberikan Google pada JD.com untuk sinergi bisnis. Pertama, JD.com dapat mempromosikan layanannya melalui Google Shopping, layanan pembanding harga antar e-commerce milik Google. Kucuran dana Google setara 27 juta lembar saham baru Class A yang dilepas JD.com dengan nilai saham per lembar $20,29.
Chelsey Tam, analis Morningstar, mengungkapkan bahwa investasi yang dikucurkan pada JD.com, akan membantu e-commerce itu memasuki pasar Amerika Serikat dan Eropa, pasar yang belum diraih mereka.
Menguasai E-commerce
Dalam siaran pers yang dirilis JD.com, ia mengatakan investasi yang dikucurkan Google digunakan untuk “mengeksplorasi infrastruktur retail generasi selanjutnya.” Jianwen Liao, Chief Strategy Officer JD.com mengatakan kerja sama ini “akan membuka kemungkinan lahirnya pengalaman retail superior bagi konsumen di seluruh dunia.”
JD.com tak menjelaskan apa sesungguhnya yang dimaksud dengan “infrastruktur retail generasi selanjutnya” dan “pengalaman retail superior.” Namun, kucuran dana Google pada JD.com terlihat sebagai bentuk ambisi raksasa internet itu untuk menguasai e-commerce, segmen yang belum sukses dicapai Google.
Ali Mogharabi, analis lain dari Morningstar mengatakan bahwa kucuran dana ini akan membuat Google memperoleh akses pada data konsumen, yang membantu mereka mengambangkan e-commerce, termasuk melalui Google Shopping. Hal senada diamini Youssef Squali, analis dari SunTrust Robinson. Pada Investor's Business Daily, ia mengatakan bahwa investasi ini "merupakan tambahan kekuatan bagi Google Shopping."
Survei yang dilakukan Survata, firma analisis pasar, pada 2.000 konsumen e-commerce di Amerika Serikat di tahun 2017 mengungkapkan 49 persen responden lebih memilih melakukan pencarian di Amazon bagi produk-produk yang hendak dibeli dibandingkan melakukan pencarian di Google. Pencarian via Google atas barang yang hendak dibeli konsumen e-commerce masih terbatas 36 persen.
Google secara umum menguasai pangsa pasar mesin pencari dengan persentase mencapai 86,28 persen. Survei yang dilakukan Survata menegaskan Google masih memiliki kelemahan dengan segmen spesifik, yakni e-commerce. Inilah yang nampaknya hendak dikejar oleh Google. Sehingga Google tak berdiam diri untuk berinvestasi di bisnis teknologi dan e-commerce, sebelum aksi dengan JD.com.
Menilik data dari Crunchbase, Google telah melakukan 69 kali investasi, dengan 26 di antaranya berstatus Lead Investor, pada berbagai perusahaan teknologi di seluruh dunia. Dari jumlah itu, Google tercatat baru berinvestasi pada empat perusahaan di segmen e-commerce.
Selain JD.com, ketiga perusahaan e-commerce lainnya yang memperoleh dana dari Google ialah Meituan-Dianping, Foundshopping.com, dan Fynd.
Meituan-Dianping merupakan e-commerce asal Cina. Pada 1 September 2007, Sequoia Capital bersama Google menggelontorkan investasi $25 juta. Sedangkan Foundshopping.com merupakan e-commerce asal Afrika Selatan. Pada 1 maret 2012 mereka memperoleh pendanaan dari Google dengan nilai yang tidak diungkap. Berselang lebih dari setahun, pada 1 Oktober 2013, Foundshopping.com tutup. Terakhir ialah Fynd, e-commerce spesialis fashion asal India. Mereka memperoleh investasi dari Google pada 29 Maret 2018 dengan nilai yang juga tidak diungkapkan.
JD.com yang meraih kucuran investasi $550 juta, merupakan salah satu penguasa e-commerce di Cina. Di kuartal IV-2017, JD.com memperoleh pangsa pasar 25,6 persen. Capaian ini memang kalah dengan platform belanja online Tmall milik Alibaba yang memperoleh pangsa pasar sebesar 60 persen. Masuknya Google pada JD.com, tentu jadi tantangan baru bagi Alibaba sang penguasa pasar di Cina.
Investasi Google di bisnis e-commerce di perusahaan Cina tak terpisahkan dari Asia sebagai daya tarik bisnis ini di kawasan. Sebagaimana dilaporkan Statista, pendapatan di segmen e-commerceAsia pada tahun ini akan mencapai angka $787,501 miliar. Angka itu jauh lebih tinggi dibandingkan prediksi pendapatan e-commerceEropa yang hanya $363,027 miliar.
Penetrasi konsumen e-commerce Asia masih berada di angka 31,9 persen, lebih sedikit dibandingkan Eropa yang telah mencapai 50,0 persen. Artinya, peluang pertumbuhan di pasar Asia memiliki potensi yang lebih tinggi dibandingkan Eropa atau wilayah lain.
"Transaksi investasi Google pada JD.com akan menguatkan posisi Google dalam usahanya di segmen e-commerce di regional ini," kata Scott Devitt, analis Stifel sebagaimana diwartakan MarketWatch.
Namun, meskipun memiliki peluang yang besar, Asia merupakan kawasan yang sangat kompetitif. Terutama karena pasar Asia yang beragam pasar antara lain Cina, Jepang, Asia Tenggara, hingga wilayah India dan Timur Tengah, yang punya penguasa pasarnya masing-masing. Di kawasan Asia Tenggara misalnya, Lazada di bawah kendali Alibaba cukup kuat mencengkeram pasar. Hal-hal semacam ini patut diperhitungkan Google bila ingin memenangkan pertarungan di segmen e-commerce. Namun, secara tak langsung, Google telah menantang Alibaba dengan menyuntik investasi di JD.com.
Editor: Ahmad Zaenudin