Menuju konten utama

Perebutan Kue E-Commerce Para Konglomerat

Grup Salim baru saja meluncurkan iLotte hasil kerja sama dengan Grup Lotte. Ia menambah daftar konglomerat di lingkaran bisnis e-commerce.

Perebutan Kue E-Commerce Para Konglomerat
Mochtar Riady. Foto/Bloomberg

tirto.id - "Pertumbuhan nilai penjualan bisnis online setiap tahun meningkat 40 persen...Potensi tersebut terlalu besar untuk dilewatkan dan dinamika perubahan ini disikapi dengan positif oleh Salim Group,” kata Franciscus Welirang, Direktur Indofood, yang juga perwakilan Grup Salim dalam peluncuran iLotte beberapa hari lalu di Jakarta.

Pria yang akrab disapa Franky menegaskan pemerintah punya target Indonesia akan jadi pusat ekonomi digital pada 2020 dengan potensi transaksi sebesar $130 miliar atau Rp1.700 triliun. Franky memang sedang tidak sesumbar, dunia digital khususnya e-commerce tengah bergairah di Indonesia.

Data yang dipacak dari Statista mengungkap, pendapatan e-commerce Indonesia ditaksir bakal menyentuh angka $7,04 miliar 2017. E-Commerce di bidang fashion mengambil bagian paling besar dengan memperoleh pendapatan di angka $2,46 miliar pada tahun yang sama.

Baca juga: Profil Konsumen Belanja Online di Indonesia

Berdasarkan laporan dari McKinsey & Company berjudul “Unlocking Indonesia’s Digital Opportunity” mengungkap bahwa dunia digital Indonesia memang memiliki masa depan yang cerah. Jika Indonesia mampu beradaptasi dengan dunia digital dengan baik, diprediksi pada 2025 sektor digital akan menyumbang pertumbuhan senilai $150 miliar bagi Indonesia atau setara dengan 10 persen Produk Domestik Bruto (PDB).

Cerahnya masa depan dunia digital Indonesia didukung dengan tarif internet mobile yang terbilang murah. Data dari McKinsey menyebut, tarif per 500MB Indonesia berada di peringkat kedua sebagai tarif termurah, satu tingkat di bawah India sebagai pemuncak tarif termurah. Di Indonesia rata-rata harga per 500MB berkisar di angka $3,4.

Tarif internet mobile yang murah berkorelasi positif dengan waktu yang dihabiskan orang Indonesia berinternet, terutama kala menggunakan perangkat bergerak. Per harinya rata-rata orang Indonesia menghabiskan 3,5 jam di internet melalui gawai masing-masing. Angka itu lebih tinggi daripada publik di Amerika yang hanya menghabiskan 1,9 jam per hari untuk berinternet. Kecilnya waktu orang Amerika berinternet sebanding dengan fakta bahwa tarif internet mobile di sana terbilang mahal. Biaya per 500MB data internet di AS rata-rata dihargai $48,9.

Kombinasi tarif murah dan cukup tingginya waktu yang dihabiskan orang Indonesia berinternet semakin menjadi pendongkrak pelaku dunia bisnis digital Indonesia optimistis terutama di segmen e-commerce. Segmen ini diprediksi akan menghasilkan pendapatan senilai $16,47 miliar pada 2020.

Perebutan kue bisnis e-commerce tak hanya dilakukan oleh pelaku-pelaku baru atau lazim disebut startup. Grup-grup perusahaan yang dipimpin tokoh-tokoh kuat dalam bisnis Indonesia juga mencoba mengambil peruntungan di segmen ini. Hampir semua grup konglomerasi di Indonesia mencoba peruntungan di dunia e-commerce Indonesia.

Infografik Orang Tajir eCommerce

Perebutan Kue E-Commerce

Perkembangan bisnis digital Indonesia yang kian berkembang, maka diversifikasi produk dan layanan seperti e-commerce juga bertumbuh pesat. Hijrah ke ranah digital merupakan sesuatu yang wajib dilakukan. Grup-grup konglomerasi Indonesia sudah membaca ini menjadi pemain di e-commerce.

Grup Salim misalnya, pekan ini meluncurkan e-commerce bernama iLotte. iLotte merupakan e-commerce hasil kerja sama Grup Salim dengan Grup Lotte, konglomerasi asal Korea Selatan. Pembentukan iLotte dilakukan dengan kucuran dana senilai $100 juta.

Sebelumpeluncuran iLotte, pada 23 Agustus lalu Grup Salim juga melakukan aksi korporasi pada bisnis yang sama. Mereka sukses mengambil alih kepemilikan Elevenia, e-commerce yang sebelumnya dikuasai oleh XL Axiata.

Masuknya Grup Salim ke bisnis e-commerce terbilang tak main-main. Melalui anak perusahaannya yang berbasis di Filipina bernama Philippine Long Distance Telephone Company, Grup Salim memiliki 10 persen sama Rocket Internet, perusahaan pendiri e-commerce Lazada. Di Indonesia Rocket Internet memiliki e-commerce di bidang fashion bernama Zalora.

Kekuatan beberapa e-commerca dikendalikan Grup Salim akan mudah mendapatkan sokongan dari jejaring bisnis perusahaan yang dimiliki konglomerasi besar. Nama-nama perusahaan yang cukup dikenal di Indonesia seperti Indofood, Indomobil, Indomaret, dan entitas bisnis lainnya. Selain masuk ke bisnis e-commerce, Grup Salim pun membentuk sebuah inkubator bisnis bernama Block71.

Selain Grup Salim, konglomerasi terkenal dari Indonesia lainnya pun coba memperoleh peruntungan di segmen ini. Grup Djarum, konglomerasi yang dipimpin duo bersaudara pemilik kekayaan senilai $17,1 miliar, mencoba peruntungan dunia e-commerce melalui perusahaan penanam modal bernama GDP Venture yang didirikan pada 2010 dan dipimpin oleh Martin Hartono, sang pewaris bisnis Djarum

GDP Venture tercatat memiliki Blibli.com, e-commerce yang baru saja mengakuisisi Tiket.com. Selain BliBli.com, bidang e-commerce yang dinaungi GDP Venture dilakukan pula oleh Kaskus, forum online terbesar di Indonesia, melalui sub forum bernama Forum Jual Beli (FJB). Diksi yang cukup terkenal dalam dunia e-commerce Indonesia seperti rekber (rekening bersama), COD (Cash on Delivery), dan panggilan Gan, dipopulerkan oleh Kaskus.

Portofolio GDP hingga hari ini lebih banyak bermain-main di bidang media online. Selain memiliki Kaskus, GDP pun memiliki pemain-pemain lain di bidang media online seperti Beritagar, DailySocial, IDN Media, Opini.id, dan lainnya.

Selain Salim dan Djarum, konglomerasi yang masuk ke ranah e-commerce Indonesia ialah Grup Lippo. Grup usaha Mochtar Riady ini memiliki kekayaan senilai $1,9 miliar. Lippo memiliki beberapa e-commerce yang cukup terkenal bagi masyarakat Indonesia, yaitu MatahariMall.com. E-commerce yang dibentuk pada September 2015 itu, terhitung merupakan pemain penting di dunia belanja online Indonesia. MatahariMall.com dapat modal $500 juta disiapkan oleh Grup Lippo.

Selain melalui MatahariMall.com, Grup Lippo malah makin jauh ke dunia digital juga dilakukan melalui venture capital bernama Venturra Capital. Perusahaan pemberi modal yang digagas Stefan Jung, Rudy Remawy, dan John Riady pada 2015 itu yag memiliki beberapa portofolio startup yang lumayan mentereng.

Layanan ride-sharing GrabTaxi merupakan salah satu startup beken yang didukung Venturra Capital. Di bidang e-commerce, Venturra Capital menggenggam Zilingo, iPrice, Carro, dan Fabelio. Konsekuensi dari masifnya kerja startup yang dikelolanya, Venturra Capital tercatat telah menggelontorkan dana senilai $150 juta.

Konglomerasi e-commerce Indonesia ialah Grup Sinar Mas. Konglomerasi yang dipimpin oleh Eka Tjipta Widjaja, pebisnis dengan nilai kekayaan mencapai angka $5,6 miliar tersebut, berkongsi dengan Alibaba, eCommerce paling top asal Cina yang didirikan Jack Ma, menciptakan versi Indonesia Alibaba di bawah nama AliExpress. Kerjasama Sinar Mas dan Alibaba pada AliExpress dilakukan sejak Februari 2015.

Baca juga: Membaca Arah Jack Ma dalam Peta E-Commerce Indonesia

Kehadiran grup-grup perusahaan besar masuk ke dunia digital pada umumnya dan e-commerse secara gamblang dengan tema yang datang, semakin menunjukkan bisnis Lippo sangan serius. Di sisi lain, bagi para konglomerat memiliki e-commerce seolah jadi sebuah keharusan untuk meraih peluang bisnis masa depan.

Baca juga artikel terkait E-COMMERCE atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Ahmad Zaenudin
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Suhendra