Menuju konten utama

Go-Jek Masuk Singapura, Menantang Grab di Kandang "Singa"

Go-Jek akan segera meluncurkan Go-Car di Singapura.

Go-Jek Masuk Singapura, Menantang Grab di Kandang
Helm seorang supir ojek online (GoJek) nampak dari belakang saat melintasi Jalan Pangeran Antasari, Jakarta Selatan, Minggu, (3/6/18). tirto.id/Hafitz Maulana

tirto.id - “Kami adalah Go-Jek”

Kalimat pembuka pada laman resmi startup Go-Jek berjudul Singapore Gojek is Arriving-and We Want You mengonfirmasi rencana kehadiran Go-Jek di negeri Merlion dalam waktu dekat. Pihak Go-Jek Indonesia sudah mengakui rencana itu.

“Kami berencana untuk hadir di Singapura dengan layanan ride-hailing Go-Car, segera,” jelas Go-Jek pada laman resminya.

“Kalian semua, diundang untuk serta dalam peluang menjadi yang pertama mengemudi bersama kami,” tutup tulisan disertai tombol pendaftaran menjadi driver atau pengemudi Go-Jek.

Rencana kehadiran Go-Jek di Singapura memang sudah santer setelah mereka hadir di Vietnam dengan Go-Viet dan Thailand dengan Get, Go-Jek. Ekspansi Go-Jek ke beberapa negara di Asia Tenggara itu, merupakan tindak lanjut dari strategi bisnis dan kucuran dana pada 12 Februari 2018 lalu. Startup yang di Indonesia memiliki lebih dari 1 juta pengemudi ini memperoleh investasi senilai $1,5 miliar dalam pendanaan Seri E.

Kehadiran Go-Jek di Vietnam dan Thailand dengan peluncuran Go-Ride, sedangkan layanan ojek online, di Singapura, Go-Jek melakukan strategi berbeda. Mereka memilih meluncurkan Go-Car, layanan taksi online yang lebih dulu ada di Indonesia.

Chief Corporate Affairs Go-Jek Nila Marita mengatakan “ada banyak minat dari para calon driver di Singapura.” Pembukaan laman pendaftaran, merupakan “langkah pertama menuju proses perekrutan.” Namun, Go-Jek tak memberikan respons terkait pemilihan Go-Car sebagai lini bisnis di Singapura daripada Go-Ride.

Menurut Nila Marita, Go-Jek “telah berkomunikasi dengan sejumlah pemangku kepentingan di Singapura” untuk menghadirkan layanan Go-Car di sana.

Go-Car memang lebih cocok bila melihat kebiasaan warga Singapura yang kurang suka menggunakan motor untuk bepergian. Alasannya, warga Singapura percaya bahwa motor memiliki tingkat kecelakaan yang tinggi. Dilansir The Straits Times, secara statistik, sepeda motor menyumbang 40 persen total kecelakaan fatal yang terjadi di 2017.

Amrin Amin, pejabat senior Singapura, mengatakan “meskipun jalanan di Singapura telah lebih aman dibandingkan sebelumnya, pengendara sepeda motor tetap merupakan kelompok yang rentang kecelakaan.”

Otoritas Singapura membatasi ruang gerak kendaraan roda dua, yang berujung pada semakin melorotnya populasi sepeda motor. Data data.gov.sg mencatat, pada 2017 terdapat hanya ada 141,9 ribu unit motor di jalanan Singapura, tahun sebelumnya masih ada 143 ribu unit sepeda motor.

Kompetitor seperti Grab, raksasa ride-sharing yang berkantor pusat di Singapura, juga tak meluncurkan layanan GrabBike miliknya. Layanan transportasi online yang berawal di Kuala Lumpur ini lebih mengoperasikan GrabCar.

Dikutip dari Tech In Asia, perwakilan Grab menyatakan mereka “tidak memiliki rencana meluncurkan GrabBike di Singapura.” Menurut Grab, peluncuran suatu produk memperhatikan relevansi dengan pasar yang disasar.

“Orang Singapura tidak memiliki kebiasaan dan ketertarikan menggunakan motor, misalnya ketika dibandingkan dengan Jakarta. Di Jakarta, masyarakat telah mengenal ojek terlebih dahulu,” jelas keterangan Grab.

Pasar ride-sharing di Singapura cukup besar. Data Statista mencatat, pada 2018, pendapatan di sektor ride-sharing akan menembus angka $133 juta. Pada 2022, nilainya diprediksi meningkat menjadi $178 juta. Meningkatnya pendapatan salah satunya didukung oleh peningkatan jumlah pengguna. Penambahan jumlah pengguna antara tahun 2018 hingga 2022 diprediksi berada di angka 12 persen.

Sebelum 2018, pasar ride-sharing Singapura dikuasai dua nama, Grab dan Uber. Namun, pada Maret lalu, Grab mengakuisisi Uber regional Asia Tenggara. Praktis, sejak saat itu, Grab berkuasa di Singapura dengan lebih dari 50 ribu pengemudi.

Namun, kekuasaan Grab itu dikoyak dua entitas. Pertama, oleh Competition and Consumer Commision of Singapore (CCCS), otoritas pengatur jalannya bisnis di Singapura. Pada September 2018, CCCS menganggap bahwa bersatunya Grab dan Uber melanggar regulasi anti-persaingan usaha. Sebagaimana dilaporkan Tech in Asia, Grab dan Uber didenda $4,7 juta.

Entitas selanjutnya yang mengganggu kekuasaan Grab di Singapura adalah kemunculan startup ride-sharing baru. Semenjak Uber angkat kaki, muncul nama-nama baru, seperti Ryde yang diluncurkan April 2018, Filo yang diluncurkan Mei 2018, Kardi diluncurkan Juni 2018, MVL Mass Vehicle Ledger diluncurkan Juli 2018, dan TADA diluncurkan Agustus 2018).

Kehadiran startup ride-sharing baru di Singapura tak bisa disepelekan. Ryde mengklaim memiliki 5 ribu pengemudi. Filo mengatakan bahwa mereka punya 2 ribu pengemudi, dan TADA yang memiliki 9.500 pengemudi.

Infografik Pesaing gojek di singapura

Asa Go-Jek di Kandang Grab

Aksi melebarkan sayap Go-Jek di beberapa negara Asia Tenggara dilakukan dengan pendekatan berbeda. Di Vietnam dan Thailand, Go-Jek menggandeng mitra lokal. Di Vietnam, Go-Jek bekerjasama dengan pengusaha lokal bernama Nguyen Vu Duc untuk menciptakan Go-Viet Trading Technology Co. Di Thailand, Go-Jek bermitra dengan Pinya Nittayakasetwat, mantan pemimpin Line Man, startup seperti Go-Food di Thailand, untuk melahirkan Get.

Langkah serupa nampaknya dilakukan Go-Jek di Singapura. Dilansir Techcrunch, pada April 2018, Go-Jek melakukan perundingan kerja sama dengan ComfortDelGro, operator taksi terbesar di Singapura. Perundingan dilakukan selepas ConfortDelGro kehilangan Uber sebagai mitra.

ComfortDelGro melakukan kerja sama strategis bernilai $474 juta dengan Uber pada Desember 2017. Atas kerjasama itu, lahir sebuah layanan bernama Uber’s Lion City Rentals, layanan penyewaan mobil berbasis aplikasi yang didukung oleh 15 ribu unit kendaraan milik ComfortDelGro.

Lim Jit Poh, pemimpin ComfortDelGro mengatakan mereka “telah berkecimpung di bisnis taksi selama lebih dari lima dekade. Industri taksi berkembang secara pesan, tapi sampai kapan?” Bekerjasama dengan Uber merupakan cara yang dilakukannya agar ComfortDelGro terus melaju.

Sayangnya, kerja sama tersebut dibatalkan Uber saat mereka memilih hengkang dari Asia Tenggara. Go-Jek, yang dalam ekspansi Asia Tenggaranya juga menyasar Singapura, nampaknya melihat peluang ini.

Bila Go-Jek dan ComfortDelGro bekerjasama, tentu akan membuat Go-Jek memiliki amunisi lumayan besar menghadapi Grab dan juga startup ride-sharing lain di Singapura.

Dilansir laman resmi ComfortDelGro, perusahaan tersebut kini memiliki 18.580 unit kendaraan. Selain itu, ComfortDelGro memiliki sub-bisnis taksi bernama CityCab, yang memiliki lebih dari 25.000 unit kendaraan. Cukup untuk membuat Grab waspada atas kehadiran Go-Jek di Singapura kelak. Kita tunggu, kiprah Go-Jek di kandang "singa".

Baca juga artikel terkait GO-JEK atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Suhendra