tirto.id - Mengendarai mobil berpenggerak empat roda kerap disebut lebih mengasyikkan ketimbang mobil penggerak dua roda. Pasalnya, mobil yang biasanya berjenis jip atau Sport Utility Vehicle (SUV) ini tidak hanya dapat dipakai berlibur ke pinggiran kota, namun juga menerobos ganasnya jalan yang rusak dan berlubang.
Jika dipakai untuk melewati jalur tengah hutan yang tak rata, misalnya, tinggal atur sistem penggerak dari 2H (High) ke 4H. Seketika, keempat roda mobil yang biasanya memiliki ground clearance tinggi ini akan bergerak dengan rasio gigi yang masih sama seperti ketika gerak dua roda. Respons mesin dan akselerasi tak banyak berubah, namun keempat roda terasa lebih mencengkram jalan. Hal ini membuat mobil bisa lebih sigap dipakai di jalan licin atau berlumpur.
Mencoba berjalan di pasir pantai yang gembur atau bahkan mendaki gunung jika kondisi trek memungkinkan juga mungkin dilakukan oleh mobil ini. Anda tinggal memindahkan transmisi dari mode 4H, jika traksi ban sudah tak maksimal, ke mode 4L (Low). Secara instan, keempat roda akan bergerak dengan rasio gigi lebih tinggi.
Efek yang terasa pada mode transmisi ini adalah putaran mesin yang lebih tinggi dan membuat mesin meraung. Torsi mobil bisa dikail dengan sedikit saja menginjak pedal gas. "Mobil bahkan bisa merayap di jalanan rata, tanpa perlu menginjak gas," kata Dennis Emmanuel, Owner MMC 4x4, bengkel spesialis Suzuki Jimny di kawasan Pejaten, Jakarta Selatan.
Dengan mode 4L ini mobil 4x4 juga dapat melewati berbagai trek ekstrem karena gerak empat roda makin sesuai dengan kondisi jalanan yang lunak. Putaran roda pun terasa lebih smooth, tak 'mengagetkan' permukaan jalan yang bisa bikin kehilangan traksi.
"Apalagi kalau sudah pakai winch, mau ke mana aja juga bisa, dipakai naik gunung gue juga pernah," ungkap Dennis kepada Tirto.
Mungkin hal itulah yang membuat Dennis, serta para pehobi lainnya menyukai mobil 4x4. Mobil ini bisa dipakai mengunjungi tempat-tempat yang tak lazim didatangi kendaraan roda empat. Singkatnya, mobil dengan gerak empat roda ini dapat memenuhi jiwa petualangan para penggemarnya.
Potensi pasar 4x4
Kalau ditanya mobil apa yang merajai penjualan di Indonesia, tentu jawabannya akan jatuh pada mobil di segmen MPV (Multi Purpose Vehicle). Meski begitu, segmen SUV juga tak kalah menarik. Segmen ini bahkan menjadi penyumbang penjualan terbanyak kedua, setelah MPV.
"Tren larisnya SUV tak hanya di dunia, tapi juga terjadi di sini. Bahkan produk kami bisa tumbuh dua kali lipat dibandingkan tahun 2017," kata Henry Tanoto, Vice President Director PT Toyota Astra Motor, saat berbincang dengan wartawan di media gathering April lalu.
Pada pangsa pasar kendaraan tahun lalu, menurut Henry, segmen SUV mengalami peningkatan dari 14 persen menjadi 17 persen. Sementara segmen MPV terbilang stagnan, masih bertahan di sekitar 40 persen dari total market share.
Data wholesales Gaikindo 2018 memperlihatkan, segmen SUV dapat meraih total penjualan sebanyak 196.455 unit untuk semua varian. Sekitar 2 persennya atau sebanyak 3.134 unit menjadi milik SUV maupun jip berpenggerak 4x4.
Namun, jika melihat tren penjualan mobil gerak empat roda sejak lima tahun lalu, sebetulnya terjadi penurunan penjualan yang cukup besar. Tahun 2014, total mobil yang terjual mencapai 5.874 unit. Tahun berikutnya, angka ini sempat meningkat hingga 8.603 unit. Sayangnya, sejak tahun 2016, angkanya terus menurun secara bertahap, dari level 4.928 unit, menuju 3.439 unit di tahun 2017, dan 3.134 unit pada 2018.
Makmur, Sales Director 4W PT Suzuki Indomobil Sales, mengatakan persentase kendaraan 4x4 sebetulnya cukup merata di semua wilayah, baik itu di daerah maupun perkotaan. Namun, pengguna mobil jenis ini terfokus di daerah perkebunan dan pertambangan. Sementara itu, untuk di kota, mobil in banyak dipakai oleh para pehobi.
"Kalau di luar kota kan benar-benar dipakai untuk fungsional, sementara di kota-kota besar juga banyak, tapi kebanyakan untuk pecinta atau pehobi 4x4," terangnya saat ditemui Tirto (23/5).
Irwan Kuncoro, Director of Sales & Marketing Division PT Mitsubishi Motors Krama Yudha Sales Indonesia, mengamini hal tersebut. Ia mengatakan bahwa sedikitnya pengguna mobil 4x4 di Indonesia karena konsumen mobil jenis ini disebut lebih tersegmentasi, yakni perusahaan-perusahaan pertambangan atau perkebunan.
"Selain itu pajak 4x4 kan mengikuti PPnBM 40 persen, akhirnya segmennya mengecil karena perbedaan harganya cukup tinggi [dibanding dengan 4x2]," katanya saat ditemui pada ajang IIMS 2019, April kemarin.
Sebagai catatan, mobil 4x4 dikenai pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) yang bervariasi dari 10 hingga 40 persen tergantung kondisi teknisnya, sesuai dengan aturan PMK-64/PMK.011/2014 ataupun PP No. 22 Tahun 2014.
Peluang Peningkatan?
Kendati demikian, penjualan mobil 4x4 di Indonesia diprediksi akan mengalami koreksi setelah pemerintah merevisi pajak PPnBM yang dikenakan pada mobil jenis ini. Potensi ini juga menjadi salah satu alasan Suzuki berencana menjual Jimny, mobil yang tengah jadi perbincangan di antara penggemar 4x4.
"Kan sebentar lagi rencananya ada revisi PP 41 Tahun 2003/2013 yang masalah pajak mobil, yang isinya soal revisi pajak dari kapasitas mesin ke emisi karbon," ujar Marketing Director 4W PT Suzuki Indomobil Sales Donny Ismi Saputra kepada wartawan di Jakarta (23/5).
"Nah kalau itu terjadi pasti efeknya banyak, dari yang sebelumnya 4x4 bisa kena 40 persen, tapi kalau base in emission dan lainnya pasti bisa lebih murah."
Donny mengatakan, respons konsumen atas kehadiran mobil 4x4 Jimny diprediksi akan sangat baik. Bahkan, antrean inden yang telah dibuka saat gelaran IIMS 2019 lalu telah mencapai awal tahun depan.
Terlebih, harga jual Jimny sempat diisukan berada di kisaran angka Rp315 juta hingga Rp330 juta. Banderol ini dianggap konsumen cukup kompromistis. Sebagai catatan, Jimny model sebelumnya yang ditampilkan pada ajang GIIAS 2017 dijual pada harga Rp285 juta on the road.
"Kalau kami melihatnya sangat baik dan terbuka lebar, karena memang pasar di segmen 4x4 di bawah Rp400 jutaan masih terbuka lebar. Jadi sebenarnya dengan produk ini kami percaya diri," imbuhnya.
Selain faktor pengurangan pajak PPnBM, rencana lokalisasi Jimny juga dipastikan akan membuat harga jualnya semakin ditekan.
"Jika nanti bisa dilokalisasi di sini, tentunya biaya impor yang biasanya kami bayar jadi enggak kami bayar, kemudian delivery cost, banyak sih pengurangannya. Harapan kami sih nanti kami bisa punya banyak opsi, apakah itu ke pengurangan harga, tambahan fitur, atau bagaimana tergantung pasar," tambah Donny.
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara