tirto.id - Neno Warisman tertawa. Begitu juga dengan Fadli Zon. Penyebabnya sama: pernyataan Ali Mochtar Ngabalin.
Ketika diminta pendapat soal gerakan #2019GantiPresiden dalam acara yang ditayangkan di TVOne, 29 Agustus 2018, Ngabalin yang kini menjabat Tenaga Ahli Utama Deputi IV Kepala Staf Presiden (KSP), melontarkan satu kalimat bahasa Inggris yang memang terdengar lucu—tapi tak jelas maksudnya apa.
"What is life in happen," kira-kira begitu kalimat yang terdengar dari bekas anggota Komisi I DPR periode 2004-2009 ini.
Fadli meminta Ali Mochtar mengulang apa yang dia utarakan. "Apa tadi bahasa Inggris, gimana?" kata Fadli. Ngabalin tak menggubris. Ia melanjutkan omongannya dengan nada tegas seperti gaya bicaranya yang biasa.
Pernyataan Ali, yang mencampuradukkan bahasa Indonesia dan Inggris, menurut Nelly Martin-Anatias dalam artikel di The Conversation tergolong "bahasa gado-gado".
Bahasa gado-gado bisa jadi gejala yang menjangkiti banyak orang. Beberapa hari terakhir, di Twitter, ramai lelucon mengenai tingkah "anak Jakarta Selatan"—yang identik dengan kondisi ekonomi/pendidikan menengah-atas—yang punya kecenderungan demikian dalam percakapan sehari-hari.
JakartaPost menangkap fenomena ini. Kemarin (5/9/2018) mereka menurunkan artikel berjudul "Mix lingo 'literally' a thing for South Jakartans".
Selain menangkap beberapa percakapan "keminggris" ini, artikel itu juga mengatakan—dengan meminjam mulut pakar komunikasi dari Universitas Indonesia Devie Rahmawati—kalau gaya demikian adalah fenomena yang dapat menjelaskan kalau "anak-anak kota ingin berkomunikasi dalam bahasa global".
Selain anak-anak muda ini plus Ngabalin, ternyata dilakukan beberapa pejabat negara. Mereka kerap menyempilkan bahasa Inggris di antara bahasa Indonesia.
Anies Baswedan
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sempat bergaya "keminggris" ketika bicara soal kemiskinan. Ia mengaku miris karena ada masyarakat yang cuma punya pendapatan Rp 1 juta per bulan buat memenuhi kebutuhan hidup.
"Kita punya penduduk 10 juta, dan 30 persen earning less than 1 million per month. Dan bapak ibu semua menyadari what does it mean having 1 million in the city like Jakarta. What can you do dengan angka itu? This is a problem," katanya, dua hari lalu (4/9/2018), dikutip dari Kompas.com.
Dia juga pernah bergaya demikian di depan para warga di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Sabtu, 11 November 2017.
"Kerjakan selama ini yang tidak pernah dipikirkan. Pesan saya, think like a stranger, act like a native," katanya, dikutip dari Media Indonesia.
Sandiaga Uno
Bekas wakil Anies Baswedan, Sandiaga Salahuddin Uno, juga kerap melontarkan kalimat campur Inggris-Indonesia. Misalnya ketika ditanya Najwa Shihab soal reklamasi dan hubungannya dengan Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indonesia.
Luhut adalah salah satu pejabat negara yang mendukung reklamasi Jakarta, sementara Anies-Sandi, sejak kampanye, berkomitmen buat menghentikan proyek prestisius itu. Najwa bertanya, apa betul Sandi pernah bertemu Luhut buat membicarakan ini.
Lalu Sandi menjawab: "Saya tidak tahu agendanya apa waktu itu. Tapi Pak Prabowo menyampaikan bahwa nanti kan kamu akan bertugas, make sure yang muda harus berkomunikasi kepada yang senior."
Dan dia bergaya demikian berkali-kali. Contoh lain pada 11 Desember 2017, ketika ramai keputusan Pemprov DKI untuk tak lagi mengunggah video rapat ke YouTube seperti era Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
"Write a letter ke Diskominfo, kami akan provide itu," katanya, menjawab bagaimana caranya agar warga tetap bisa menyaksikan rapat via video.
Sri Mulyani
Sri Mulyani Indrawati ternyata bercita-cita menjadi guru taman kanak-kanak. Alasannya ia kemukakan dengan mencampurkan bahasa Inggris dan Indonesia.
"Pengen jadi guru TK. I love children," ujar Sri Mulyani, pada 12 Mei 2018.
Istilah-istilah Inggris juga bertaburan ketika perempuan yang pernah jadi Direktur Pelaksana Bank Dunia ini berbincang dengan Najwa Shihab. Dalam video berdurasi tujuh setengah menit, tiga kalimat campur-aduk ditemukan bahkan ketika perbincangan baru berjalan satu setengah menit:
"Lembaga yang mengakumulasi knowledge."
"Biasanya ada fresh perspective sesudah ada distance."
"Dalam kita me-review cara kita bekerja, dan tentu perspective yang lebih wise."
Susilo Bambang Yudhoyono
Politikus terakhir yang kerap mencampuradukkan bahasa adalah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sebelum menjadi Presiden, SBY adalah politikus yang mendapat penghargaan karena menggunakan bahasa Indonesia lisan yang baik dan benar dari Badan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada 2003.
Delapan tahun kemudian, SBY mulai berpidato dengan bahasa yang campur aduk seperti ketika ia berpidato dalam pembukaan perdagangan Bursa Efek Indonesia, Senin 3 Januari 2011.
Kalimat seperti "minimizing the impact", "close to six percent", berkelindan dengan istilah semisal "pemulihan ekonomi", dan "Insya Allah".
Cara berpidato demikian membikin Tempo perlu membuat artikel khusus dengan judul Pidato Presiden SBY Bertaburan Istilah Inggris. Di sana mereka menulis, meski tak kali itu saja SBY menyelipkan istilah Inggris, tapi pada pidato tersebut "penggunaannya terlihat sangat melimpah."
Tempo bahkan menghitung istilah asing yang SBY pakai. Hasilnya: pada 30 menit pertama pidato tersebut istilah berbahasa Inggris keluar 24 kali.
Penulis: Rio Apinino
Editor: Mufti Sholih