Menuju konten utama
2 Agustus 2008

Fujio Akatsuka: Si Raja Manga Humor Jepang

Manga sang raja.
Pecah gelak dunia
berjuta tawa.

Ilustrasi Mozaik Fujio Akatsuka. tirto.id/Sabit

tirto.id - Tukang bikin onar. Kata tersebut pantas dilekatkan pada Bakabon dan papanya, seorang pria yang gemar memakai ikat kain berwarna putih hachimaki dan penutup perut haramaki khas Jepang. Bakabon bersama sang ayah sering melakukan hal gila sehingga tak terhitung masalah yang telah mereka perbuat. “Kore de ii noda” atau yang dalam bahasa Indonesia berati “semuanya akan baik-baik saja” adalah kata-kata terkenal papa Bakabon yang diucapkan ketika ia berusaha mengajak seseorang untuk melaksanakan ide bodohnya.

Bakabon dan papanya kerap menyapa anak-anak Indonesia di layar kaca medio 1990-an. Anime tersebut ditayangkan di saluran televisi SCTV dan Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) dengan judul Si Jenius Bakabon. Selain itu, Si Jenius Bakabon juga hadir dalam komik yang diterbitkan oleh penerbit Elex Media Komputindo.

Si Jenius Bakabon atau Tensai Bakabon pertama kali terbit pada 9 April 1967. Manga ini kemudian diadaptasi ke empat serial anime. Periode pertama tayang selama 40 episode, dari 25 September 1971 hingga 24 Juni 1972. Lalu pada 6 Oktober 1975, Original Genius Bakabon alias Ganso Tensai Bakabon mulai tayang. Serial ini bertahan sepanjang 103 episode hingga 26 September 1977.

Fujio Akatsuka merupakan mangaka yang sukses menghidupkan karakter keluarga Bakabon. Akatsuka lahir di Manchuria pada 14 September 1935. Ia kembali ke Jepang usai Perang Dunia II. Selepas SMA, anak seorang polisi ini sempat bekerja sebagai pegawai perusahaan kimia. Di sela-sela rutinitasnya yang membosankan itu, Akatsuka mulai membuat komik.

Masa paling menentukan dalam kariernya adalah saat dia diterima tinggal di Tokiwa-So. Pada dekade itu, Tokiwa-So adalah komplek hunian yang berisi para mangaka baru yang merintis karier. Di lingkungan yang tepat itu, Akatsuka berproses. Di sana pula, kelak dia bertemu dengan Ozamu Tezuka, yang kelak dikenal sebagai Dewa Manga karena begitu banyak karyanya yang berpengaruh, salah satunya adalah Astro Boy. Setelah komik Akatsuka yang berjudul Nama-chan jadi hit, Akatsuka tahu bahwa jadi mangaka adalah jalan hidupnya.

Akatsuka muda terus meniti karir sebagai mangaka profesional. Setelah beberapa saat berkarier di shojo --genre dengan segmen pembaca perempuan berusia 10-18 tahun-- ia banting setir ke arah komik yang baru. Akatsuka pun mulai memproduksi manga-manga bernuansa humor.

Menurut Lambiek, sebuah situs ensiklopedia komik, Akatsuka memang menyukai permainan kata-kata khas Jepang. Ia juga sempat belajar untuk jadi rakugo, alias seniman pendongeng cerita tradisional yang mengisahkan cerita humor zaman Edo. Setelah itu, Akatsuka semakin dikenal publik lewat karyanya yang populer seperti Otasuke-kun, Shibire no Skatan, Ijiwaru Ikka, Tensai Bakabon, Moretsu Ataro, dan Waru-Waru World.

Raja Manga Humor

Komik-komik buatan Akatsuka muncul ketika manga beraliran genre gekiga atau drama banyak diproduksi di pasaran. Menurut Kinko Ito dalam “A History of Manga in the Context of Japanese Culture and Society” (2005: 467), genre dan teknik manga gekiga muncul pada tahun 1957. Gekiga lebih menekankan pada aspek keseriusan drama sementara unsur komikal dalam komik jarang dipakai. Komik dengan genre gekiga banyak digemari oleh pembaca muda mulai dari usia SMP hingga universitas.

Yoshiko Fukushima dalam Manga Discourse in Japan Theatre (2015) menjelaskan bahwa tema gekiga berkutat pada sejarah, olahraga, dan kisah menegangkan. Ceritanya tak jauh-jauh dari seks, kekerasan, aksi, dan perasaan tegang dan cemas. Panel komik bergenre gekiga dilukis dengan garis yang tebal dan kasar. Ito mengatakan seniman Yoshihiro Tatsumi dan Takao Saito adalah mangaka yang menggunakan genre gekiga dalam karyanya.

Hingga awal 1960, manga anak-anak yang penuh dengan lelucon pun kalah jumlah dibandingkan komik gekiga. Pada saat itulah, Akatsuka hadir dengan manga humor Osomatsu-kun (1962) dan Tensai Bakanon (1967). Jason Thompson dalam Manga: The Complete Guide (2007) mengatakan beberapa komedian asing seperti seperti Charlie Chaplin, Jerry Lewis, dan kelompok lawak Abbott and Costello turut mempengaruhi proses kreatif Akatsuka.

src="//mmc.tirto.id/image/2018/08/01/mozaik-infografik-fujio-bakabon.jpg" width="860" alt="Infografik Mozaik Fujio Akatsuka" /

Kinko Ito dalam “Manga in Japanese History” (2008: 37-38) mengatakan Akatsuka telah memproduksi banyak karakter lucu, unik, dan tidak terlupakan seperti papa Bakabon (Tensai Bakabon), Iyami (Osomatsu-kun) dan Nyarome (Moretsu Ataro). Ia mengatakan manga Akatsuka penuh dengan parodi beralur cepat dan aneh, berdasarkan pada pengamatan tajam perilaku dan psikologi manusia serta realitas kehidupan.

Lelucon Akatsuka sering tidak masuk akal dan disampaikan melalui permainan kata cerdik yang ada kalanya bertentangan dengan hal-hal yang dianggap wajar. Menurut Ito, salah satu contoh adegan dalam komik yang menunjukkan karakter Akatsuka adalah "Baka wa Nihonsei ga ii no da!”, orang konyol terbaik dibuat di Jepang.

Di situ Akatsuka mengolok-olok Non-chan, teman mama Bakabon, yang baru saja kembali dari pelesiran ke Amerika. Semenjak kepulangannya ke Jepang, ia berpikir barang-barang asal Amerika lebih baik dibandingkan buatan negeri matahari terbit tersebut. Makanya ia menolak ketika mama Bakabon menawarkan minuman yang bukan impor dari luar negeri.