tirto.id - Ketika isu pelemahan pemberantasan korupsi mencuat lewat revisi UU KPK tahun lalu, para mahasiswa, juga organisasi sipil lain, ada di barisan paling depan menentangnya. Bahkan hingga saat ini, ketika UU KPK resmi direvisi, dan komisioner lembaga antirasuah itu telah berganti.
Kelompok lain lantas muncul baru-baru ini, yang tak punya rekam jejak mengadvokasi isu pemberantasan korupsi dan lebih banyak bicara soal politik kekuasaan: Front Pembela Islam (FPI), GNPF Ulama, dan Persaudaraan Alumni 212 (PA 212).
Kelompok yang punya rekam jejak kuat memeriahkan Pilkada DKI Jakarta 2017 dan Pilpres 2019 ini berencana menggelar demonstrasi pada 21 Februari 2020 di DPR/MPR. Aksi mereka bertajuk '212 Berantas Mega Korupsi, Selamatkan NKRI'.
Dalam keterangan resmi, mereka mengatakan kasus-kasus korupsi "makin menggila" dan parahnya "aparat penegak hukum belum menunjukkan sikap yang serius untuk menuntaskannya." Mereka lantas menduga ini terjadi karena "melibatkan lingkaran pusat kekuasaan" dalam rangka "melanggengkan kekuasaan."
Heran
Muhammad Isnur, Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)--lembaga yang vokal menyuarakan pemberantasan korupsi--mengaku heran atas rencana demonstrasi ini.
Bukan tanpa sebab Isnur berkata demikian. Menurutnya, organisasi yang mendorong pemidanaan terhadap mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama karena kasus penistaan agama ini tak pernah memberi respons apa pun kala komisi antirasuah sedang dipreteli habis-habisan lewat revisi UU KPK dan pemilihan komisioner yang bermasalah.
Menurut Isnur, masyarakat sangat layak untuk curiga bahwa demonstrasi ini hanya manuver politik.
"Jadi pertanyaan di benak masyarakat mungkin, mengingat sebelum-sebelumnya mereka tidak pernah peduli isu-isu korupsi," kata Isnur saat dihubungi Rabu (5/2/2020) kemarin.
Isnur lantas mengatakan saat ini banyak kelompok yang tiba-tiba menyatakan dukungan terhadap KPK, tapi di sisi lain mereka juga tak habis-habisnya menyerang pihak yang punya rekam jejak pro pemberantasan korupsi.
"Justru kemudian teman-teman yang konsisten di gerakan anti korupsi seperti ICW malah diserang terus," kata dia.
Rencana aksi ini ditandatangani Ketua GNPF-Ulama Yusuf Muhammad Martak, Ketua PA 212 Slamet Ma'arif, dan Ketua FPI Ahmad Shobri Lubis.
Setidaknya ada 4 kasus korupsi yang mereka soroti, yaitu dugaan suap yang melibatkan Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan politikus PDIP Harun Masiku, kasus Jiwasraya, Asabri, dan dugaan korupsi yang melibatkan Direktur PT Trans Pacific Petrochemical Indopharma Honggo Wendratno yang kini buron.
Kelompok ini menyerukan agar penegak hukum segera menuntaskan kasus itu secara cepat, transparan, dan akuntabel.
Ketua Media Center PA 212 Novel Bamukmin mengaku sudah menyadari ada pelemahan terhadap KPK pada pekan-pekan terakhir periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo. Novel berdalih saat itu kelompoknya tak melakukan apa pun karena sudah ada yang terlebih dulu turun ke jalan.
"Kami sudah percayakan kepada rakyat yang diwakili oleh ormas, mahasiswa," kata Novel saat dihubungi Rabu (5/2/2020) kemarin.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri tak memberi banyak komentar terhadap rencana ini. Pria yang aktif sebagai jaksa penuntut itu menyatakan KPK terus bekerja menangani kasus yang dimaksud, termasuk memburu buronan Harun Masiku.
"Kalau kemudian pembicaraannya terkait meminta menyelesaikan kasus-kasus tertentu, kami yakin aparat penegak hukum--tidak hanya KPK, ada Kejaksaan, Kepolisian--juga berkomitmen memberantas korupsi," kata Ali Fikri, Selasa (4/2/2020).
Ali menegaskan KPK tidak bekerja berdasarkan permintaan, melainkan laporan masyarakat. Jika ada laporan, komisi akan menindaklanjuti dengan penelaahan sampai penyelidikan. Jika kemudian ditemukan alat bukti permulaan yang cukup, maka perkara ditingkatkan ke penyidikan.
"Jadi kembali ke persoalan hukumnya, bukan diminta oleh siapa pun," katanya.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Rio Apinino