Menuju konten utama

PA 212 Mengaku Bela Agama, Padahal Ujungnya Tetap Dukung Prabowo

Meski PA 212 mengemas aksi nanti dengan sebutan "bela agama", tujuan akhirnya tetap untuk mendesak MK menetapkan kemenangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

PA 212 Mengaku Bela Agama, Padahal Ujungnya Tetap Dukung Prabowo
Sekjen DPD FPI Jakarta Novel Bamukmin (tengah) memberikan keterangan pers saat tiba di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (5/1). Kedatangannya tersebut untuk melaporkan terdakwa kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, terkait dugaan pencemaran baik soal "Fitsa Hats". ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/pras/17.

tirto.id - Pada 11 Juni lalu, Prabowo Subianto sudah mewanti-wanti agar para pendukungnya tidak usah berdemonstrasi di Mahkamah Konstitusi (MK), tempat sidang perselisihan hasil pilpres. Namun toh tak semua pendukungnya menaati.

Di gedung bergaya neo klasik itu, Prabowo-Sandiaga Uno, via tim hukum yang diketuai Bambang Widjojanto, menggugat hasil pemilu. Menurut mereka pilpres penuh kecurangan. Mereka lantas meminta MK membatalkan hasil pilpres--yang dimenangkan Joko Widodo-Ma'ruf Amin dengan selisih 17 juta suara--dan meminta KPU memutuskan Prabowo-Sandiaga sebagai presiden-wakil presiden terpilih.

Saat pembacaan putusan yang bakal diselenggarakan pada Kamis (27/6/2019) nanti, Persaudaraan Alumni 212 (PA 212), salah satu pendukung Prabowo-Sandiaga yang terbentuk berkat aksi-aksi menentang Basuki Tjahaja Purnama pada 2016-2017 lalu, akan menggelar demonstrasi. Namun meski konteksnya jelas sebagaimana yang disebut di atas, juru bicara PA 212 Novel Bamukmin mengatakan apa yang mereka lakukan tidak ada kaitannya dengan politik praktis.

"Aksi kami bela agama, untuk tegaknya keadilan yang juga tercantum dalam Pancasila [...] Jadi kami sudah tidak diranah politik praktis lagi," kata Novel kepada reporter Tirto, Selasa (25/6/2019).

Karena mengaku tak lagi punya agenda politik praktis--meski jelas-jelas digelar untuk merespons pembacaan putusan pilpres, juga sebagian anggotanya tergabung dalam Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga--dia bilang tak ada yang bisa mengintervensi mereka, termasuk Prabowo sendiri.

"Kami kembali ke langkah awal pada saat Aksi Bela Islam 411 dan 212 sampai seterusnya yang berjilid-jilid itu. Kami berjuang tanpa partai dan sekarang kembali tanpa partai," tegas Novel.

Novel juga membela tajuk demonstrasi dengan judul "bela agama". Menurutnya tak ada yang salah dari itu. "Kalau bela agama jelas dalam Islam di dalam kitab suci Alquran keadilan harus ditegakkan dan dibela," katanya.

Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas mendukung penggunaan nama tersebut. "Menurut saya sesuai. Bela agama. Agama menjunjung tinggi nilai keadilan dan kejujuran," katanya kepada reporter Tirto.

Bela Prabowo

Namun keputusan untuk menyelenggarakan aksi dan juga pemilihan nama dikritik Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Masduki Baidowi. Kepada reporter Tirto, Masduki bilang: "aksi tidak ada hubungannya dengan agama secara langsung."

Jika benar perkaranya adalah membela keadilan dan kejujuran, kata Masduki, semestinya kedua paslonlah yang dibela. Dan itu tidak dilakukan PA 212. Pun, jika yang dibela adalah keadilan dan kejujuran, semestinya semua keputusan hakim--yang dianggap wakil Tuhan di bumi--juga dihormati.

Oleh karena itu Masduki bilang label "bela agama" dalam demo nanti berlebihan.

"Jangan lagi rakyat dipanas-panasi dengan embel-embel agama. Itu sangat tidak elok. Sebaiknya jangan mengatasnamakan agama," tegasnya.

Pernyataan Masduki benar belaka jika merujuk pada pernyataan Novel selanjutnya. Dalam wawancara yang sama, meski sebelumnya mengaku "tidak punya kepentingan politik praktis" hingga "menegakkan keadilan", Novel mengatakan bahwa posisi mereka tetap sama seperti beberapa bulan lalu: mendukung Prabowo agar jadi presiden dan menuding tim Jokowi-Ma'ruf Amin berbuat curang.

"Untuk bukti, sudah jelas 01 (nomor urut Jokowi-Ma'ruf) curang TSM (terstruktur, sistematis, dan masif)," aku Novel.

Dia juga mengatakan mestinya gugatan tim hukum Prabowo diterima. Jika tidak, maka ada yang salah dari keputusan hakim MK, meski misalnya sidang sudah dibuat seterbuka mungkin, juga para pihak yang berperkara sudah diberikan kesempatan untuk membuktikan argumennya dengan porsi yang adil.

"Kalau MK memutuskan tidak adil, masak kami bela?" katanya. "Kalau kalah, kami minta BPN ajukan gugatan ke mahkamah internasional," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Politik
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Rio Apinino