tirto.id - Peristiwa hujan Carnian atau hujan Carnian Pluvial menjadi salah satu episode paling menarik dalam sejarah Bumi. Ratusan juta tahun yang lalu, Bumi pernah diguyur hujan berkepanjangan yang menimbulkan dampak besar bagi kehidupan di Bumi. Lalu, apa itu hujan Carnian?
Jauh sebelum keberadaan manusia, Bumi telah mengalami berbagai peristiwa alam yang luar biasa. Gunung berapi yang meletus, benua yang bergerak dan saling bertabrakan, hingga makhluk-makhluk purba yang mendominasi darat dan lautan.
Salah satu dari sekian banyak fenomena tersebut adalah hujan Carnian. Pluvial Carnian menjadi sebuah periode perubahan iklim yang sangat signifikan dalam sejarah Bumi. Dinamakan Carnian karena hujan berkepanjangan ini terjadi di tahap Carnian di periode Trias Akhir.
Peristiwa ini pun terungkap ketika para ilmuwan menemukan lapisan sedimen yang tak biasa di dalam batuan purba. Temuan inilah yang menjadi bukti adanya peristiwa hujan Carnian yang diyakini membuka jalan bagi kehidupan dinosaurus di masa lampau.
Apa Itu Hujan Carnian?

Hujan Carnian atau yang dikenal sebagai Carnian Pluvial Event (CPE) adalah periode perubahan iklim yang sangat signifikan di Bumi. Peristiwa ini terjadi sekitar 232 hingga 234 juta tahun yang lalu di akhir periode Trias.
Peristiwa ini ditandai oleh curah hujan yang sangat intens dan berkepanjangan di seluruh Bumi dan diperkirakan berlangsung selama 1-2 juta tahun. Hujan Carnian terjadi saat seluruh daratan Bumi masih menyatu dalam super benua bernama Pangea atau Pangaea.
Sebelum terjadi hujan Carnian, kondisi bumi kala itu cenderung kering dan gersang. Peristiwa hujan Carnian pun mengubah iklim secara drastis dan menimbulkan dampak yang sangat besar di Bumi.
Meski terjadi ratusan juta yang lalu, jejaknya masih bisa diketahui di masa sekarang oleh para ahli geologi. Peristiwa ini pun teridentifikasi ketika ilmuwan menemukan lapisan sedimen aneh di dalam bebatuan purba.
Dikutip dari lamaan Geo Engineer, ahli geologi bernama Schlager dan Schollnberger sedang menyelidiki Pegunungan Kapur Utara di Austria di sekitar tahun 1970. Dalam penelitian tersebut, mereka menemukan lapisan batuan silisiklastik berwarna abu-abu gelap.
Penemuan lapisan ini menjadi sangat penting karena temuan ini mengindikasikan kondisi yang sangat basah di tengah lapisan batuan karbonat yang umumnya kering pada era tersebut.
Setelah penemuan awal ini, lapisan batuan serupa ditemukan oleh para ahli geologi di berbagai negara lain, termasuk Inggris, Italia, hingga dan Amerika Serikat.
Penemuan berulang di lokasi yang berbeda ini menjadi bukti yang semakin memperkuat teori adanya peristiwa hujan Carnian, fenomena hujan jutaan tahun yang pernah mengguyur Bumi.
Penyebab Hujan Carnian

Hujan Carnian tentunya tidak terjadi tanpa sebab. Meski belum diketahui pasti, para ilmuwan memiliki teori terkait penyebab utama peristiwa ini. Penyebabnya ternyata berkaitan dengan aktivitas vulkanik tinggi yang bertepatan dengan keberadaan Pangea.
Dilansir dari laman Earth, penyebab utama di balik hujan Carnian adalah letusan gunung berapi besar-besaran di dalam Provinsi Beku Besar Wrangellia, sebuah wilayah yang kini membentang dari Alaska bagian selatan-tengah hingga pantai British Columbia.
Seorang peneliti bernama Jacopo Dal Corso mengungkapkan bahwa letusan tersebut memiliki dampak besar terhadap atmosfer. Letusan ini melepaskan sejumlah besar gas rumah kaca seperti karbon dioksida yang memicu terjadinya pemanasan global.
Selain letusan gunung berapi, kondisi geografis Pangea juga mendukung terjadinya musim hujan yang intens. Udara lembap dari samudra akan tertarik ke daratan, mendingin, dan akhirnya jatuh menjadi hujan yang sangat lebat.
Profesor Paul Wignall dari University of Leeds menyatakan bahwa kondisi laut di masa itu memiliki suhu yang sangat hangat. Ia bahkan mengibaratkan lautan di masa itu sebagai sup yang panas.
Panas laut yang ekstrem ini justru memperparah kondisi, menyebabkan musim hujan menjadi lebih sering dan intens. Hasilnya, Bumi mengalami curah hujan tinggi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Dampak Hujan Carnian

Hujan Carnian memberikan dampak yang sangat luas terhadap kehidupan di Bumi. Di masa itu, kondisi Bumi diyakini sangat suram karena hujan yang terjadi jutaan tahun menyebabkan kerusakan, bahkan kepunahan massal.
Letusan gunung berapi yang memicu hujan Carnian Pluvial diketahui melepaskan sejumlah besar gas rumah kaca dan pembentukan hujan asam. Hal ini menyebabkan pemanasan global mendadak (shock warming) yang berdampak pada kerusakan besar terhadap vegetasi dan tanah.
Lautan juga mengalami anoksia (kekurangan oksigen) dan pengasaman, menciptakan kondisi tidak ramah bagi banyak organisme di lautan. Akibatnya, terjadi kepunahan massal yang sangat signifikan.
Meski bersifat destruktif, peristiwa hujan Carnian ini ternyata juga membuka jalan bagi munculnya bentuk kehidupan baru. Setelah masa krisis, ekosistem Bumi mengalami perubahan besar yang memungkinkan dinosaurus dan berbagai fauna darat modern lainnya mulai mendominasi.
Teori tentang keterkaitan antara hujan Carnian dan dinosaurus diungkap dalam sebuah studi berjudul The Carnian Pluvial Episode and the Origin of Dinosaurs yang dipublikasikan di Journal of the Geological Society.
Salah satu bukti yang mendukung teori ini adalah temuan pada lapisan batuan Trias di Dolomites Italia. Menurut situs IFL Science, ilmuwan menemukan fakta bahwa di bawah lapisan batu kemerahan tersebut tidak ada jejak kaki dinosaurus. Namun, tepat di atasnya, jejak kaki dinosaurus ditemukan sangat banyak.
Kemunculan jejak dinosaurus ini diketahui bertepatan dengan berakhirnya periode hujan Carnian. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dampak hujan Carnian tak hanya menyebabkan kepunahan, tapi juga memunculkan kehidupan baru.
Demikian penjelasan tentang hujan Carnian, sebuah peristiwa yang menunjukkan bagaimana kehidupan di Bumi mampu beradaptasi dan berkembang setelah fenomena alam yang luar biasa. Hujan Carnian tidak hanya mencerminkan dahsyatnya kekuatan alam, tapi juga menunjukkan bagaimana perubahan lingkungan dapat mendorong terjadinya evolusi kehidupan.
Penulis: Erika Erilia
Editor: Erika Erilia & Yulaika Ramadhani
Masuk tirto.id







































