Menuju konten utama

Fadli Zon Didesak Minta Maaf ke Penyintas Tragedi Mei 1998

Komnas Perempuan, mendorong agar Fadi Zon meminta maaf karena menyebut kekerasan seksual dalam Tragedi Mei 1998 tak ada buktinya.

Fadli Zon Didesak Minta Maaf ke Penyintas Tragedi Mei 1998
Menteri Kebudayaan Fadli Zon memberikan sambutan saat pembukaan Festival Harmoni Istiqlal di kawasan Masjid Istiqlal, Jakarta, Selasa (10/12/2024). Badan Pengelola Masjid Istiqlal bekerja sama dengan Kementerian Agama, Kementerian Budaya, dan Kementerian UMKM menggelar kegiatan Festival Harmoni Istiqlal sebagai salah satu upaya mengoptimalkan kawasan Masjid Istiqlal dan Lapangan Banteng sebagai kawasan pemajuan kebudayaan yang memiliki dampak secara luas khususnya dalam perspektif ekonomi kebudayaan. ANTARA FOTO/Fauzan/Spt.

tirto.id - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), mendorong agar Menteri Kebudayaan, Fadi Zon, meminta maaf sekaligus menarik kembali pernyataannya yang menyebut kekerasan seksual dalam Tragedi Mei 1998 tak ada buktinya dan hanya berdasarkan rumor yang beredar. Pengakuan atas kebenaran merupakan pondasi penting bagi proses pemulihan yang adil dan bermartabat.

“Kami mendorong agar pernyataan tersebut dapat ditarik dan disampaikan permintaan maaf kepada penyintas dan masyarakat, sebagai wujud tanggung jawab moral dan komitmen terhadap prinsip hak asasi manusia,” ujar Komisioner Komnas Perempuan, Yuni Asriyanti, dalam keterangan resminya pada Senin (16/6/2025).

Komnas Perempuan mengingatkan bahwa hasil laporan resmi Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) terkait kerusuhan Mei 1998 mengungkapkan temuan adanya pelanggaran HAM yakni peristiwa 85 kasus kekerasan seksual, termasuk 52 kasus perkosaan. Temuan tersebut pun, telah disampaikan langsung kepada Presiden BJ Habibie dan menjadi dasar pengakuan resmi negara.

“Ditindaklanjuti dengan pembentukan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) melalui Keppres No. 181 Tahun 1998,” sambungnya.

Tim TPGF juga dibentuk sebagai mandat resmi negara melalui Keputusan Bersama lima pejabat tinggi negara yakni Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI, Menteri Kehakiman, Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Urusan Peranan Wanita, dan Jaksa Agung tertanggal 23 Juli 1998. Pembentukan ini merupakan pelaksanaan langsung atas perintah Presiden yang menetapkan TGPF sebagai instrumen legal dan sah Pemerintah.

Salah satu rekomendasi TGPF telah ditindaklanjuti yaitu pembentukan Tim Penyelidikan Pro-Justisia Komnas HAM untuk dugaan pelanggaran HAM berat kasus Mei 1998 yang telah menyimpulkan adanya bukti permulaan yang cukup atas dugaan telah terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana diatur dalam pasal 9 Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

“Penyintas sudah terlalu lama memikul beban dalam diam. Penyangkalan ini bukan hanya menyakitkan, tapi juga memperpanjang impunitas,” ungkap Komisioner Komnas Perempuan, Dahlia Madanih.

Dalam kesempatan itu, Komnas Perempuan mengingatkan bahwa Dokumen TGPF adalah produk resmi negara yang apabil menyangkal berarti mengabaikan jerih payah kolektif bangsa dalam menapaki jalan keadilan. Sikap semacam itu justru menjauhkan kita dari pemulihan yang tulus dan menyeluruh bagi para penyintas.

“Komnas Perempuan menyerukan kepada semua pejabat negara untuk menghormati kerja-kerja pendokumentasian resmi, memegang teguh komitmen HAM, dan mendukung pemulihan korban secara adil dan bermartabat,” tutup Sondang Frishka Simanjuntak selaku wakil ketua transisi Komnas Perempuan.

Baca juga artikel terkait TRAGEDI 1998 atau tulisan lainnya dari Rahma Dwi Safitri

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Rahma Dwi Safitri
Penulis: Rahma Dwi Safitri
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama