Menuju konten utama
Periksa Data

Emas yang Menggeliat di Tengah Pandemi COVID-19

Bagaimana dinamika harga emas sejak awal 2020 di tengah ketidakpastian global akibat pandemi COVID-19?

Emas yang Menggeliat di Tengah Pandemi COVID-19
Periksa Data "Ketika Emas Menjadi Primadona Sesaat Saat Pandemi COVID-19". tirto.id/Quita

tirto.id - Sejak dahulu kala, emas kerap dianggap sebagai simbol kekayaan dan prestise bagi masyarakat Indonesia. Bentuknya beragam, mulai dari batangan hingga perhiasan. Perkembangan teknologi pun memungkinkan munculnya tabungan emas digital, sehingga investor dapat membeli emas secara bertahap dan menjadikannya emas fisik ketika sudah mencapai satuan emas di pasaran.

Ada beberapa faktor yang mempengaruh naik-turun harga emas. Ketidakpastian kondisi global, misalnya mendorong investor untuk memburu emas sebagai aset investasi aman atau safe haven, menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam artikelnya. Harga pun akan naik ketika peminat aset ini membludak.

“Namun, kala situasi mulai adem, safe haven seperti emas akan kekurangan peminat. Risk appetite investor datang lagi dan perburuan terhadap aset-aset berisiko pun dimulai. Harga emas bisa jadi akan turun nantinya,” ungkap OJK dalam tulisan yang sama.

Kebijakan moneter, nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS), serta inflasi juga mempengaruhi naik-turunnya harga emas, menurut artikel yang sama.

Lantas bagaimana kondisi harga emas di tengah pandemi COVID-19 yang kerap menyebabkan ketidakpastian global saat ini? Bagaimana dinamikanya dengan harga saham dan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah? Lalu, bagaimana prospek harga emas ke depannya?

Harga Emas Melonjak

Mengutip Investing.com, pergerakan harga emas dunia di pasar spot pada awal tahun 2020 dibuka dengan harga 1.516,89 dolar AS per troy ounce dan sempat anjlok ke angka 1.469,80 dolar AS per troy ounce pada 19 Maret 2020. Sebagai informasi, 1 troy ouncesetara dengan 31,1 gram.

Harga ini terkerek naik bahkan memuncak di angka 2.063,19 dolar AS per troy ounce pada 6 Agustus 2020. Namun, harga emas dunia mulai turun kembali ke harga 1.805,20 dolar AS per troy ounce per 23 Agustus 2021.

Emas Antam juga memiliki dinamika serupa. Mengutip laman Logammulia.com, harganya di kisaran Rp771.000 - Rp860.000 per gram selama periode Januari - awal Maret tahun 2020, atau sebelum pandemi dimulai di Indonesia. Angka ini kemudian melonjak pada pertengahan Maret, ketika kasus COVID-19 mulai banyak dilaporkan.

Harga emas di Indonesia mencapai angka tertinggi pada 7 Agustus 2020, yaitu Rp1.065.000 per gram. Namun, kenaikan ini pun reda dan mulai melandai pada bulan-bulan berikutnya. Pada 24 Agustus 2021, harga emas Antam baru menyentuh Rp953.000 lagi, tertinggi sejak 11 Juni 2021.

Sementara itu, harga emas di Pegadaian juga terpantau naik dari Rp638,000 per gram pada 1 Januari 2020 hingga menyentuh puncak harganya sebesar Rp998,000 per gram pada 19 Agustus 2020, menukil dari situsnya. Harga ini cenderung stagnan di bawah Rp900,000 per gram pada bulan-bulan berikutnya, meskipun beberapa kali melewati ambang batas tersebut.

Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi menjelaskan pada Tirto (23/8/2021) bahwa pandemi COVID-19, yang membuat ekonomi Indonesia “mati suri”, menjadi salah satu pemicu kenaikan harga emas pada awal tahun lalu. Pasalnya, stimulus untuk menangani COVID-19 membuat peredaran uang semakin banyak dan mendorong inflasi. Dampaknya, dolar pun menguat dan rupiah melemah, sehingga harga emas naik.

“Pada saat terjadi stagnasi ekonomi, di sinilah para spekulator melakukan pembelian di emas sebagai safe haven karena emas itu selalu mengikuti inflasi. Ini yang akhirnya [membuat] harga emas melambung tinggi dan investor suka mengoleksi di emas,” jelas Ibrahim.

Lebih lanjut, Ibrahim menilai sentimen bahwa pandemi COVID-19 akan selesai pada 2021 dan perekonomian akan bangkit kembali menjadi pemicu penurunan harga emas yang terjadi pada awal 2021.

Pergerakan Dolar & IHSG

Penjelasan Ibrahim terkait rupiah dan dolar AS senada dengan pernyataan OJK. Menurut artikel OJK, harga emas sangat dipengaruhi oleh pergerakan rupiah terhadap dolar AS. Sebab, harga emas dalam negeri mengacu pada harga emas internasional yang dikonversi dari dolar Amerika Serikat ke dalam mata uang rupiah.

“Apabila nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah maka harga emas lokal menguat atau tinggi. Sebaliknya, bila nilai tukar rupiah menguat, maka harga emas lokal cenderung turun,” jelas OJK dalam sebuah artikel.

Gerakan kurs rupiah saat pandemi mencerminkan fenomena ini. Saat rupiah menguat pada Maret 2020, harga emas cenderung anjlok. Namun seiring melemahnya rupiah di bulan berikutnya, harga emas cenderung naik, meskipun pelemahan rupiah tidak sedrastis kenaikan harga emas.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga bergerak berkebalikan jika dibandingkan dengan harga emas. Pada saat harga emas merangkak pelan-pelan, IHSG biasanya turun. Sebaliknya, ketika situasi kondusif, risk appetite dari investor akan kembali naik lalu investor akan berburu aset berisiko lagi, seperti saham. Harga emas pun bisa turun lagi.

IHSG tahun ini cenderung bergerak di sekitar level 6000, kontras dengan kondisi pada 24 Maret 2020 di awal pandemi ketika IHSG mengalami market crash dan menyentuh level 3937,63. Harga emas Antam pada 24 Maret 2020 justru naik sampai Rp928.000, melesat 20,36 persen dibanding Rp771.000 di awal tahun 2020.

Perlu dicatat juga bahwa ada banyak faktor yang mempengaruhi pergerakan IHSG, seperti kemenangan Presiden Amerika Serikat Joe Biden di pemilihan umum AS dan berbagai sentimen lainnya, termasuk kebijakan pemerintah terkait COVID-19.

Ibrahim juga menambahkan bahwa kenaikan emas berdampak terhadap kenaikan harga saham emiten yang berbasis logam mulia. Jika harga emas yang “terbang”, maka dolar melemah. Melemahnya dolar ini pun akan berdampak kepada emiten-emiten logam mulia.

Emas Melambung Kembali?

Ibrahim memprediksi bahwa harga emas pada 2021 akan naik kembali ke level 2.000 dolar AS per troy ounce. Kenaikan ini seiring dengan kencangnya penyebaran varian Delta virus penyebab COVID-19 yang dapat mengakibatkan lockdown (karantina wilayah) di berbagai negara.

Di Indonesia sendiri, kenaikan kasus COVID-19 telah mendorong pemerintah untuk menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat dibanding lockdown. Teranyar, pemerintah pada 23 Agustus 2021 baru menurunkan level Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di sejumlah wilayah dari level 4 ke level 3. Kebijakan tersebut berlaku sejak tanggal 24-30 Agustus 2021.

Ibrahim juga menilai bahwa vaksinasi yang belum merata akan berdampak kepada kenaikan harga emas. Data Kementerian Kesehatan menunjukkan kesenjangan vaksinasi ini. Di kala DKI Jakarta sudah melebihi 100 persen dari target vaksinasi COVID-19 dosis pertama, provinsi Lampung dan Maluku Utara masih di bawah 15 persen per 23 Agustus 2021.

Ia juga mengklaim bahwa stimulus besar AS baru-baru ini akan menyebabkan inflasi lebih tinggi, sehingga mendongkrak harga emas dunia. Mengutip Reuters, pemerintahan Joe Biden telah menyalurkan 1,9 triliun dolar AS untuk bantuan pandemi pada Maret 2021, yang di antaranya terdiri dari cek sebesar 1.400 dolar AS untuk rumah tangga yang memenuhi syarat. Secara total, pemerintah AS telah menyalurkan 6 triliun dolar AS sejak pandemi dimulai di AS pada Maret 2020.

Baca juga artikel terkait ANTAM atau tulisan lainnya dari Made Anthony Iswara

tirto.id - Ekonomi
Penulis: Made Anthony Iswara
Editor: Farida Susanty