tirto.id - “Pastilah ada pengaruhnya pada elektabilitas partai dan juga AMIN, pasangan yang didukung oleh Nasdem, Bung Anies dan Muhaimin Iskandar. Pasti ada.”
Ungkapan tersebut keluar dari mulut Ketua Umum DPP Partai Nasdem, Surya Paloh menjawab pertanyaan wartawan terkait dampak kasus dugaan korupsi yang menyeret nama Syahrul Yasin Limpo (SYL). Kasus ini memang menjadi sorotan publik, apalagi SYL sempat dikabarkan menghilang usai kunjungan kerja ke Eropa.
Meski demikian, Paloh mengaku tidak mengetahui seberapa besar pengaruhnya bagi masyarakat yang menaruh harapan dan keinginan, upaya membawa misi gerakan perubahan berjalan sesuai diharapkan. Ia justru berharap kemungkinan kasus SYL bisa membawa dampak positif di tengah persepsi negatif.
“Salah-salah bukan memberikan efek yang negatif, insyaallah barangkali justru akan mendapatkan sesuatu, empati barangkali kalau memang dilihat pendekatannya ini secara terus terang, terbuka, di mana salahnya, dan sebagainya,” kata Paloh.
Paloh menambahkan, “Sampai saat ini harus saya katakana, kita berikan kesempatan dan kehormatan kita kepada aparat penegak hukum yang akan berproses nantinya mungkin kepada pengadilan hingga menjadi suatu hukuman tetap, apakah itu bebas, apakah itu mendapatkan hukuman, semuanya kami hargai.”
Pernyataan Paloh tersebut menandakan ia sadar bahwa ada dampak elektoral akibat terpaan kasus korupsi yang mendera kader Partai Nasdem. Apalagi, SYL bukan kader biasa, melainkan elite parpol dan dipercaya sebagai menteri.
Harus diakui, Partai Nasdem mengalami tantangan berat setelah mereka mendeklarasikan eks Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan sebagai bakal capres pada 3 Oktober 2022. Sejak deklarasi tersebut, gelombang dukungan dan badai masalah mulai menyasar Partai Nasdem.
Salah satu “badai” masalah yang muncul adalah kader-kader terbaik Nasdem tersandung kasus korupsi. Hal ini dimulai dengan Johnny G. Plate yang saat itu menjabat sebagai Sekjen DPP Partai Nasdem dan juga Menteri Kominikasi dan Informatika (Menkominfo) di Kabinet Indonesia Maju.
Penyidik Kejaksaan Agung pada 17 Mei 2023, resmi mengumumkan Plate sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan BTS 4G BAKTI Kominfo. Plate merupakan tersangka keenam dalam kasus dugaan korupsi proyek yang merugikan negara mencapai Rp8 triliun tersebut.
Saat sidang pembacaan dakwaan yang digelar pada 27 Juni 2023, Plate didakwa menerima uang korupsi sebesar Rp17,84 miliar. Dari total penerimaan tersebut, sekitar Rp452,5 juta berbentuk fasilitas akomodasi perjalanan ke luar negeri. Sampai saat ini, proses sidang Plate masih berjalan.
Akan tetapi, kasus Plate terbukti tidak berengaruh bagi elektabilitas Nasdem. Setidaknya hal ini tercermin dalam sejumlah data survei. Sebagai contoh, Tirto mengutip data Indonesia Political Opinion (IPO). Dalam survei IPO yang dilakukan pada periode 19-24 Oktober 2022 terhadap 1.200 responden dengan margin of error 2,9 persen, tingkat keterpilihan Nasdem berada di angka 5,2 persen.
Angka tersebut terus meningkat hingga 7,2 persen dalam survei Maret 2023 yang menyasar terhadap 1.200 responden dengan margin of error 2,9 persen pada 1-7 Maret 2023. [PDF] Tren elektabilitas Nasdem naik setelah parpol besutan Surya Paloh itu mendeklarasikan Anies Baswedan.
Bagaimana setelah kasus Plate mencuat? Angka keterpilihan Nasdem justru tetap naik. Dalam survei IPO terhadap 1.200 responden pada 5-13 Juni 2023, [PDF] elektabilitas Nasdem berada di angka 7,5 persen. Meskipun naik, kenaikan elektabilitas Nasdem tidak setinggi pada survei Oktober 2022-Maret 2023.
Data serupa juga bisa dilihat dari lembaga survei Indikator. Berdasarkan survei Indikator periode 30 Oktober - 5 November 2022 terhadap 1.220 responden dengan margin of error 2,9 persen, elektailitas Nasdem berada di angka 4,8 persen. Sementara pada hasil survei periode 1-6 Desember 2022 yang dirilis Januari 2023, angka Nasdem naik menjadi 5,1 persen. [PDF]
Pada survei 25 Agustus hingga 3 September 2023 atau setelah Plate jadi tersangka kasus korupsi, angka keterpilihan Nasdem turun menjadi 4,8 persen. [PDF] Angka ini sama dengan elektabilitas Nasdem pada November 2022 atau saat baru saja mendeklarasikan Anies sebagai bakal capres.
Kasus Korupsi Berpotensi Menggerus Elektabilitas
Analis politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin meyakini, kasus korupsi akan menurunkan elektabilitas partai. Ia beralasan, korupsi adalah kejahatan luar biasa yang bisa memengaruhi keterpilihan parpol dan calon. Sebab, hal ini bisa dipakai lawan politik dalam memainkan narasi “antikorupsi” di publik.
“Masih relevan, masih sangat relevan isu korupsi itu [bisa] menjatuhkan elite partai atau partai politik tertentu, karena korupsi itu kejahatan luar biasa, kejahatan besar, kejahatan kerah putih, dan politik about perception,” kata Ujang, Jumat (6/10/2023).
Ujang menekankan bahwa figur partai yang dipersepsikan negatif akibat kasus korupsi akan membangun citra di publik secara negatif. Oleh karena itu, isu korupsi masih menjadi alat seksi untuk menurunkan elektabilitas.
“Jadi saya melihatnya isu korupsi masih menjadi isu yang seksi, masih menjadi salah satu isu yang penting untuk menghajar lawan politik, baik sebagai individu maupun partai politik,” kata Ujang.
Dalam kasus Partai Nasdem, Ujang tidak menutup kemungkinan elektabilitas parpol besutan Surya Paloh itu akan turun atau setidaknya stagnan. Hal ini juga pernah terjadi pada Partai Demokrat jelang Pemilu 2014. Saat itu, sejumlah elite partai berlambang mercy terseret kasus korupsi, termasuk ketua umum dan bendahara umumnya, yaitu Anas Urbaningrum dan Nazaruddin.
“Jadi itu menjadi sejarah di Demokrat yang bisa terulang di Nasdem. Bisa saja bahwa kasus korupsi, menteri-menteri bermasalah, pejabat-pejabat atau kader bermasalah itu berdampak pada elektabilitas Nasdem. Oleh karena itu agar elektabilitas stabil, jangan ada lagi menteri yang korupsi,” kata Ujang.
Ujang juga membenarkan bahwa persepsi korupsi SYL akan memengaruhi suara Anies-Muhaimin. Sebab, publik akan melihat persepsi partai yang mendukung AMIN sehingga berdampak pada penurunan suara di publik.
“Jadi tetap sedikit banyak, besar kecil akan berdampak pada elektabilitas Anies dan Cak Imin. Jadi bisa saja turun terkait kasus korupsi yang mengait Nasdem karena, ya tadi berkorelasi Nasdem, Nasdem lah yang mengusung Anies dan Cak Imin," kata Ujang.
Awal Mula Bola Panas Kasus SYL
SYL mulai menjadi sorotan setelah dikabarkan terjerat kasus korupsi di Kementerian Pertanian yang tengah disidik KPK. Hal itu terungkap setelah penyidik komisi antirasuah melakukan penggeledahan terhadap rumah dinas dan kantornya beberapa waktu lalu. Dalam penggeledahan, penyidik menyita uang dalam berbagai bentuk mata uang serta senjata api.
Keterlibatan SYL dalam dugaan korupsi itu lantas dikaitkan dengan dugaan hilang kontak mantan Gubernur Sulawesi Selatan itu usai kunjungan kerja ke Eropa per 1 Oktober 2023. Kabar ini awalnya mencuat dan dibenarkan oleh Wakil Menteri Pertanian, Harvick Hasnul Qolbi.
SYL pun baru kembali ke Indonesia pada 4 Oktober 2023 dan langsung menghadap Surya Paloh sebagai ketum Nasdem. Dalam pertemuan SYL dengan petinggi Nasdem itu, SYL lantas mengatakan akan bertemu Presiden Jokowi dan akan mundur dari kursi menteri pertanian.
Di sisi lain, pada 5 Oktober 2023, SYL juga dikaitkan dengan dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK. Hal itu terungkap setelah beredar surat pemanggilan sopir SYL dalam penyelidikan dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK. SYL pun sudah diminta keterangan oleh polisi terkait masalah ini.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz