Menuju konten utama

e-KTP Dipersulit, Warga Ahmadiyah di Kuningan Siap Menggugat

Warga Ahmadiyah berencana membawa perkara ini ke pengadilan apabila pemerintah tidak memenuhi permohonan mereka membuat e-KTP dalam jangka waktu 30 hari.

e-KTP Dipersulit, Warga Ahmadiyah di Kuningan Siap Menggugat
Spanduk berisi penolakan dan tanda tangan warga terhadap Jamaah Ahmadiyah di Masjid Jamaah Ahmadiyah Sawangan, Depok, Jawa Barat, Jum,at, (24/2). Tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Penasehat hukum Ahmadiyah Manis Lor Syamsul Alam Agus berharap pemerintah bersedia memberikan KTP elektronik (e-KTP) kepada 3000 orang jemaah Ahmadiyah yang tinggal di Manis Lor, Kuningan, Jawa Barat secepatnya. Mereka akan melakukan dialog dengan Dirjen Dukcapil dan Ombudsman, Senin (24/7/2017). Syamsul ingin pemerintah langsung memroses tanpa ada syarat-syarat seperti membuat surat pernyataan.

Syamsul mengatakan, ribuan warga Ahmadiyah Manis Lor sudah kesulitan untuk beraktivitas selama 5 tahun. Permasalahan yang diutarakan para warga Ahmadiyah, yakni memohon pembuatan e-KTP, tidak direspons cepat oleh pemerintah. Padahal, pemerintah seharusnya segera merespons permintaan warga tanpa memandang status sebagaimana tertuang dalam undang-undang. Apalagi, kejadian penangguhan KTP elektronik hanya terjadi di Manis Lor.

"Menjadi kebijakan diskriminatif karena kebijakan tersebut hanya diberlakukan kepada warga jemaah Ahmadiyah di Manis Lor. Tidak kepada jemaah Ahmadiyah di luar Manis Lor. Nah terjadi pelanggaran hukum sementara di Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Instansi Kependudukan untuk segera menerbitkan apabila syarat-syarat administrasi terpenuhi," kata Syamsul saat berbincang dengan Tirto di Setara Institute, Kebayoran Lama, Jakarta, Mingu (23/7/2017).

Penangguhan KTP di Manis Lor terjadi karena jemaah Ahmadiyah di Manis Lor harus menandatangani surat pernyataan yang berisi berujar kalimat syahadat dan harus bersedia dibina. Syamsul mengaku heran dengan kehadiran surat pernyataan tersebut. Ia mengatakan, masyarakat Ahmadiyah meyakini Islam sebagai agama mereka. Mereka juga heran dengan kemunculan pernyataan dibina dalam surat tersebut. Padahal, Ahmadiyah juga meyakini Islam.

Syamsul menerangkan, mereka sudah melakukan dialog dengan pemerintah sejak tahun 2012. Sayang, pemerintah tidak komitmen untuk menyelesaikan masalah tersebut. Terakhir, masyarakat Ahmadiyah Manis Lor sempat menghadiri Muspida pada Juli 2017 untuk menyelesaikan permasalahan kemunculan surat pernyataan dan memroses KTP untuk para warga Ahmadiyah Manis Lor.

Dalam pertemuan itu, Dinas Dukcapil Kuningan menyatakan siap menerbitkan 3000 e-KTP. Akan tetapi, dalam Muspida yang dihadiri Dinas Dukcapil, Kapolres Kuningan, serta MUI Kuningan dan ormas-ormas itu, mereka tetap meminta warga Ahmadiyah untuk mengisi surat pernyataan tanpa alasan yang jelas. Hal itu pun sudah menjadi keputusan final. Situasi itu membuat mereka menolak konevsi tersebut karena ormas tidak mempunyai kekuatan untuk mengatur penerbitan KTP.

"Sekali lagi bahwa keberadaan ormas itu tidak menjadi sebuah prasyarat. Tidak boleh dijadikan sebagai rujukan untuk mengambil sebuah keputusan, apalagi kemudian berimplikasi pada pengurangan hak," kata Syamsul.

Syamsul mengatakan, pertemuan di Ombudsman merupakan langkah dialog terakhir antara masyarakat Ahmadiyah dengan pemerintah. Apabila tidak diproses, Syamsul berencana akan mengajukan gugatan hukum untuk pemenuhan hak warga Ahmadiyah. Mereka berencana membawa perkara ini ke pengadilan apabila pemerintah tidak memenuhi permohonan mereka dalam jangka waktu 30 hari.

"Kami akan melakukan opsi terakhir dengan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum," ujar Syamsul.

Syamsul mengatakan, mereka akan menggugat Bupati Kuningan dan Kemendagri. Ia mengingatkan, pemerintah lewat Kemendagri dan Kemendagri diduga telah melanggar UU No. 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Pemerintah dinilai menghalang-halangi pemberian hak masyarakat dengan tidak memberikan e-KTP. Selain itu, pemerintah juga diduga melanggar UU 39 tahun 1999 tentang HAM, serta UUD 1945. Mereka beralasan, warga telah 5 tahun tidak bisa beraktivitas dengan normal akibat tidak menerbitkan e-KTP bagi warga Ahmadiyah Manis Lor.

"Kemudian karena perbuatan berimplikasi pada pidana, secara bersama-sama pasal 170 KUHP ya kemudian pasal-pasal lain menyertakan," kata Syamsul.

Sebelumnya, sekitar 3000 warga Ahmadiyah yang tinggal di Manis Lor, Kuningan Jakarta tidak memiliki identitas selama 5 tahun terakhir. Mereka tidak memegang KTP elektronik lantaran dipaksa untuk menandatangani surat pernyataan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Mereka menilai, kegiatan tersebut merupakan salah satu bentuk intimidasi tidak langsung kepada warga Ahmadiyah Manis Lor.

Juru Bicara Jamaah Ahmadiyah Indonesia Yendra Budiana mengatakan, nasib Ahmadiyah di Manis Lor yang tidak memegang e-KTP memang sudah lama terjadi. Yendra mempertanyakan alasan pemerintah Kuningan menolak mengeluarkan e-KTP untuk Jamaah Ahmadiyah di Manis Lor, Kuningan, Jawa Barat.

"Kami tidak paham kenapa begitu hebat, dalam hal ini lebih kepada Bupati Kuningan-nya karena Kadisdukcapil di bawah Bupati Kuningan sehingga tidak bisa menerbitkan e-KTP. Pertanyaannya apa motif di balik itu sehingga begitu sulit mengeluarkan e-KTP," kata Yendra saat ditemui di Setara Institute, Kebayoran Lama, Jakarta, Mingu (23/7/2017).

Yendra menilai, situasi yang dialami oleh masyarakat Ahmadiyah sebagai masalah serius. Ia berpendapat, 5 tahun tidak memiliki KTP sebagai salah satu bentuk persekusi secara terstruktur kepada warga Ahmadiyah.

"Secara umum, terjadi perubahan pola persekusi, dulu dilakukan oleh massa dilakukan secara fisik. Tapi kelompok itu menekan daerah atau berkolaborasi dengan pemerintah daerah dan memberikan instruksi seakan-akan formal. Khusus di Manis Lor, masalah sekarang hanya pemerintah kuningan dengan warganya terkait e-KTP, kegiatan beragama tidak," kata Yendra.

Yendra mengatakan, mereka sudah berupaya untuk meminta hak mereka kepada pemerintah. Pemerintah pun sudah mengakomodasi mereka dengan meminta kepada warga Ahmadiyah di Manis Lor untuk membuat KTP dengan mekanisme yang berlaku. Akan tetapi, masyarakat Ahmadiyah di Manis Lor tetap diminta untuk menandatangani surat pernyataan. Saat dikonfirmasi kepada pihak pemerintah pusat tentang tidak terbitnya KTP, ia mengaku pemerintah tetap meminta kepada mereka mengikuti prosedur, termasuk menandatangani surat pernyataan dari pihak pemerintah.

Yendra mengatakan, mereka akan ke Ombudsman untuk menyelesaikan masalah KTP. Mereka akan berdialog dengan Bupati Kuningan bersama Ombudsman untuk menyelesaikan solusi tersebut. Para warga Ahmadiyah Manis Lor akan melakukan pemantauan perkembangan masalah mereka.

Baca juga artikel terkait AHMADIYAH atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Yuliana Ratnasari