Menuju konten utama

Dua Tim Reformasi Polri Harus Sinergis, Jangan Tumpang Tindih

Dua tim reformasi Polri, dari internal dan pemerintah, diharap bisa bekerja secara kolaboratif dan terkoordinasi.

Dua Tim Reformasi Polri Harus Sinergis, Jangan Tumpang Tindih
Pengamanan ketat masih diberlakukan di depan gedung utama Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Kamis (1/4/2021) (ANTARA/Laily Rahmawaty)

tirto.id - Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, menerbitkan surat perintah terkait pembentukan Tim Reformasi Polri di lingkungan internal institusi kepolisian. Pembentukan tim di internal kepolisian tersebut tertuang dalam Surat Perintah Nomor Sprin/2749/IX/TUK.2.1/2025 yang ditandatangani oleh Kapolri pada 17 September 2025.

Tim Reformasi Polri internal itu beranggotakan 52 perwira tinggi (Pati) Polri dan diketuai oleh Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Kalemdiklat) Polri, Komisaris Jenderal Chrysnanda Dwilaksana.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal Trunoyudo Wisnu Andiko, menjelaskan bahwa pembentukan tim internal ini merupakan bagian dari upaya institusinya untuk mewujudkan tanggung jawab dan akuntabilitas.

"Sprin tersebut merupakan tindak lanjut Polri untuk bekerja sama dengan pemerintah dan stakeholders terkait melalui pendekatan sistematis untuk mengelola transformasi institusi," ucap Trunoyudo dalam keterangan resmi, Senin (22/9/2025).

Lebih lanjut, Trunoyudo menyampaikan bahwa Tim Reformasi Polri diharapkan dapat memproses akselerasi transformasi kelembagaan sesuai dengan ekspektasi masyarakat. Transformasi ini akan mencakup seluruh satuan kerja dan wilayah, serta mengacu pada visi strategis jangka panjang Polri sebagaimana tertuang dalam Grand Strategy Polri 2025–2045.

Upacara Hari Juang Polri di Surabaya

Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo (kanan) tiba di lokasi upacara Hari Juang Polri di Jalan Darmo, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (21/8/2025). ANTARA FOTO/Didik Suhartono/YU

Menariknya, pada waktu yang hampir bersamaan, Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, juga tengah mempersiapkan penerbitan Keputusan Presiden (Keppres) mengenai pembentukan Komite Reformasi Polri.

Pada hari yang sama dengan terbitnya Sprin/2749/IX/TUK.2.1/2025, Presiden Prabowo melantik mantan Wakapolri, Komisaris Jenderal (Purn) Ahmad Dofiri, sebagai Penasihat Presiden Bidang Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas) serta Reformasi Polri.

Sebelumnya, pemerintah melalui pernyataan Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra, mengatakan bahwa Presiden Prabowo telah menyiapkan keppres soal pembentukan Komite Reformasi Polri.

"Kalau hal yang ini, saya konkret karena Pak Presiden berbicara membacakan kepada saya. Dia bilang 'Prof, ini segera nanti kita akan bentuk Komisi Reformasi Kepolisian' ini dan akan bekerja mungkin beberapa bulan nanti kita harapkan sudah ada hasilnya disampaikan kepada saya," kata Yusril di Gedung Kemenko Kumham Imipas, Jakarta Selatan, Selasa (16/9/2025).

Desakan Reformasi Polri

Desakan masyarakat agar pemerintah mereformasi Polri mencuat usai serangkaian demonstrasi besar di akhir Agustus 2025. Kepolisian bertindak represif dan menggunakan kekuatan berlebihan ketika mengamankan unjuk rasa yang pecah di pelbagai daerah itu.

Dorongan mengevaluasi Polri ini makin kencang usai pengemudi ojol bernama Affan Kurniawan tewas dilindas rantis Brimob.

SETARA Institute dalam kajiannya mendeteksi setidaknya 130 masalah aktual yang mengemuka dan melekat dalam tubuh Polri. Masalah-masalah itulah yang mengakibatkan mandeknya transformasi Polri. Sebanyak 130 masalah ini kemudian diringkas menjadi 12 tema masalah yang menuntut penyikapan sistemik oleh institusi Polri.

Di antaranya kinerja pengawasan terhadap Polri, akuntabilitas proses penegakan hukum, akuntabilitas penggunaan senjata api, orientasi pemidanaan dan penegasan tafsir keamanan dan ketertiban masyarakat, kinerja perlindungan dan pengayoman masyarakat, akuntabilitas fungsi pelayanan publik, hingga tata kelola pendidikan Polri.

Kebutuhan untuk melakukan pembenahan secara sistemik makin mendesak jika merujuk pada hasil survei yang dilakukan SETARA Institute terhadap 167 ahli. Survei tersebut menunjukkan bahwa mayoritas 61,6 persen responden menilai kepercayaan publik terhadap Polri dalam menjalankan tugas dan fungsinya berada dalam kondisi buruk. Hanya 16,8 persen yang menilai baik.

“Kemudian mayoritas ahli, atau 49,7 persen menyatakan pengaruh Polri dalam menjaga demokrasi Indonesia berjalan buruk. Hanya 19,8 persen yang menyatakan baik,” tulis SETARA melalui keterangan resmi yang diterima Tirto, Minggu (14/9/2025).

Temuan lain menunjukkan bahwa 51,2 persen ahli menilai pelaksanaan kepolisian yang demokratis dan humanis belum berjalan baik, sementara hanya 19,9 persen yang menyatakan baik. Dalam konteks integritas Polri dalam penegakan hukum, persepsi negatif bahkan lebih tinggi, yaitu 58,7 persen ahli menilai buruk. Hanya 16,6 persen yang menilai baik.

“Upaya memperkuat Polri melalui reformasi juga harus dibaca sebagai penguatan sistem keamanan yang demokratis dan tunduk pada hukum dan menghormati HAM,” tulis lembaga tersebut dalam studinya.

Unjuk rasa Aliansi Mahasiswa Kalbar

Seorang mahasiswa dari Aliansi Mahasiswa Kalbar menyodorkan mikrofon megafon ke anggota polisi yang berjaga saat unjuk rasa di DPRD Kalimantan Barat, Rabu (3/9/2025). ANTARA FOTO/Jessica Wuysang/tom.

Hasil studi itu cukup menjadi bukti bahwa institusi Polri memang harus direformasi. Meski demikian, munculnya dua inisiatif pembentukan tim reformasi oleh Kapolri dan Presiden Prabowo justru menimbulkan tanda tanya besar.

Publik mempertanyakan haruskah ada dua tim terpisah untuk mereformasi Polri. Hal lain yang bikin penasaran adalah apa saja yang membedakan dua tim tersebut. Implikasi yang juga muncul dari adanya dua tim tersebut adalah apakah hal ini mencerminkan adanya koordinasi antarinstitusi atau justru menunjukkan potensi ketidakharmonisan dalam pelaksanaan agenda reformasi kepolisian.

Serta, yang paling penting, sejauh mana efektivitas tim tersebut untuk mewujudkan reformasi di tubuh kepolisian?

Tim Reformasi Polri Bertabur Bintang

Peneliti bidang kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, menilai pembentukan Tim Reformasi Polri di internal institusi tampak sebagai respons atas desakan masyarakat ketimbang sebagai langkah strategis.

“Terlepas dari itu, tentu sebagai sebuah upaya perbaikan tetap harus didukung. Meskipun publik tetap skeptis bahkan pesimis bahwa tim transformasi maupun reformasi yang dibentuk tersebut akan membuat langkah-langkah yang benar-benar bisa memperbaiki Polri sendiri,” ujarnya saat dihubungi Tirto, Selasa (23/9/2025).

Terkait pembentukan Tim Reformasi Polri itu, Bambang mengibaratkannya seperti seorang dokter yang harus melakukan operasi terhadap dirinya sendiri.

“Analoginya tidak mungkin dokter melakukan operasi dirinya sendiri. Ada kendala subjektifitas dan bias kepentingan di internal. Belum lagi resistensi dari kelompok pro status quo. Apakah mungkin tim internal tersebut memetakan penyakitnya sendiri?,” ujarnya mempertanyakan.

Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh Tirto, Tim Reformasi Polri sepenuhnya terdiri dari perwira tinggi dan menengah di lingkungan Polri. Tidak ada pelibatan unsur independen dari luar institusi. Dalam struktur tim tersebut, Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, tercatat sebagai pelindung, sementara Wakapolri, Komjen Dedi Prasetyo, menjabat sebagai penasihat.

Struktur tim juga mencakup empat pengarah yang masing-masing bertanggung jawab atas bidang transformasi tertentu. Komjen Wahyu Hadiningrat ditunjuk sebagai Pengarah Transformasi Bidang Organisasi, Komjen Mohammad Fadil Imran sebagai Pengarah Transformasi Bidang Operasional, Komjen Akhmad Wiyagus sebagai Pengarah Transformasi Bidang Pelayanan, dan Komjen Wahyu Widada sebagai Pengarah Transformasi Bidang Pengawasan.

Posisi Wakil Ketua Tim diisi oleh dua perwira, yaitu Irjen Herry Rudolf Nahak dan Brigjen Susilo Teguh Raharjo.

Oleh karena itu, Bambang menyoroti adanya potensi resistensi dari kelompok-kelompok pro status quo di dalam institusi yang dapat menghambat proses reformasi. Sekali lagi, dia mempertanyakan apakah tim yang dibentuk secara internal benar-benar mampu memetakan dan mengurai masalahnya sendiri secara objektif.

“Dengan kendala-kendala seperti itu, wajar bila publik skeptis dan melihat tim tersebut hanya gimmick untuk mengalihkan desakan publik. Saya juga tidak bisa membedakan apa beda fungsi tim yang dibentuk Kapolri yang terdiri dari 52 jenderal ini dengan tugasnya selama ini,” ujarnya.

Potensi Tumpang Tindih dan Ketidaksinkronan

Bambang menambahkan bahwa ada potensi tumpang tindih maupun ketidaksinkronan antara rekomendasi Tim Reformasi Polri dan Komite Reformasi Polri yang direncanakan oleh Presiden Prabowo.

Oleh karena itu, dia menilai bahwa Polri seharusnya memberikan dukungan penuh terhadap pembentukan Komite Reformasi Polri yang berada langsung di bawah kendali Presiden Prabowo.

“Agar itu [potensi masalah] tidak semakin besar dan terkesan membuat tim tandingan, memang Polri sebagai lembaga pelaksana dari UU maupun kebijakan pemerintah sebaiknya mendukung tim reformasi Polri yang dibentuk Presiden,” ujarnya.

Bambang juga memperingatkan bahwa apabila Tim Reformasi Polri tidak menunjukkan hasil yang konkret dan sesuai dengan harapan masyarakat, hal itu justru dapat menjadi blunder.

“Resikonya bila tim transformasi dan reformasi Polri ini tidak tepat dan sesuai harapan masyarakat, malah akan blunder bahkan tambahan memperkuat alasan Presiden untuk mempercepat pergantian Kapolri,” ujarnya.

Pengamanan ketat di Mabes Polri

Pengamanan ketat masih diberlakukan di depan gedung utama Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Kamis (1/4/2021). ANTARA/Laily Rahmawaty

Dua Tim Perlu Berkolaborasi dan Berkoordinasi

Peneliti HAM dan sektor keamanan dari SETARA Institute, Ikhsan Yosarie, mengatakan bahwa pembentukan Tim Reformasi Polri tetap penting sebagai bentuk komitmen institusional serta political will dari pimpinan Polri untuk mendorong agenda reformasi di tubuh kepolisian.

Ikhsan mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil penelitian SETARA pada 2024, Polri sebenarnya telah memiliki dokumen internal bernama Roadmap Transformasi Polri.

“Namun, selama ini memang ada gap dalam implementasinya, seperti kapasitas aparat di lapangan, minimnya evaluasi, hingga mengarah kepada impunitas kepada aparat yang melanggar. Sehingga, banyak hal baik dalam dokumen itu yang belum jalan,” ujarnya kepada Tirto, Selasa (23/9/2025).

Ikhsan menyambut baik rencana Presiden untuk membentuk komite eksternal untuk mereformasi Polri yang melibatkan para ahli dari luar institusi itu. Komisi semacam ini, menurutnya, justru dapat memperkuat upaya reformasi secara menyeluruh dengan memberikan perspektif yang lebih objektif dan independen.

Dia berharap komite eksternal tersebut dapat bekerja secara kolaboratif dan terkoordinasi dengan Tim Reformasi Polri yang telah dibentuk. Sehingga, ia mampu memotret persoalan kepolisian secara lebih komprehensif, baik dari sisi struktural maupun kultural.

“Apa yang sudah dicapai, apa yang belum. Yang sudah baik, bagaimana pembelajarannya, yang belum baik apa kendalanya. Ini bisa didiskusikan secara konstruktif dan lebih komprehensif antara komisi eksternal dengan tim internal,” ujarnya.

Political Will Presiden adalah Kunci

Meski demikian, Ikhsan menilai bahwa kunci dari reformasi Polri pada ujungnya sangat bergantung pada political will Presiden Prabowo. Dia mempertanyakan apakah pemerintah benar-benar serius ingin melakukan pembenahan mendasar di sektor keamanan atau hanya menjadikan wacana reformasi Polri ini sekadar gimik politik untuk meredam kritik publik.

SETARA Institute menyusun desain transformasi yang komprehensif bagi Polri. Pada desain tersebut, terdapat empat pilar sebagai basis reformasi: Polri yang demokratis-humanis, Polri yang berintegritas-antikorupsi, Polri yang proaktif-modern, dan Polri yang presisi-transformatif.

“Kehendak politik Presiden itu akan kelihatan otentik kalau dia punya perhatian besar pada reformasi sektor keamanan, pada Polri dan pada TNI sekaligus. Reformasi Polri dan reformasi TNI itu berada dalam satu tarikan nafas untuk penguatan supremasi sipil dalam rangka konsolidasi demokrasi kita,” ujarnya.

Senada, Bambang dari ISESS menambahkan bahwa problematika reformasi Polri tidak mungkin diselesaikan hanya oleh Polri itu sendiri. Oleh karena itu, menurutnya, diperlukan adanya good will dan political will dari pemerintah, khususnya dari Presiden Prabowo.

Penunjukan Jenderal (Purn) Ahmad Dofiri sebagai Penasihat Khusus Presiden Bidang Kamtibmas dan Reformasi Polri dinilai sebagai bentuk dari keinginan dan kebutuhan presiden untuk mendorong perbaikan di tubuh kepolisian.

“Tetapi itu saja tak cukup untuk benar-benar melakukan aksi riil perbaikan public security system maupun reformasi Polri. Makanya pembentukan tim reformasi Polri dari pemerintah yang bertanggung jawab langsung pada presiden itu sangat penting dilakukan,” ujarnya.

Dalam pandangan Bambang, pembentukan Komite Reformasi Polri diharapkan tidak hanya bersifat simbolis, tetapi benar-benar diisi oleh individu-individu yang memiliki pemahaman mendalam terhadap persoalan keamanan dan kompleksitas reformasi institusi kepolisian.

Bambang juga menekankan bahwa problem keamanan tidak bisa direduksi hanya sebagai persoalan kepolisian semata. Reformasi Polri, menurutnya, tidak hanya berkaitan dengan penerapan prinsip clean governance dan good government, tetapi juga menyentuh aspek yang lebih luas, yakni sistem peradilan pidana (criminal justice system).

“Karena, kepolisian memiliki kewenangan dalam penegakan hukum dan saat ini juga sering mendapat sorotan karena pelanggaran maupun penyalah gunaan kewenangan,” ujarnya.

Dia berharap tim yang nantinya dibentuk oleh pemerintah beranggotakan figur-figur yang memiliki kompetensi, integritas, serta rekam jejak kuat dalam isu kamtibmas dan reformasi Polri.

“Dengan tim yg beranggotakan mereka yang paham, memiliki integritas dan rekam jejak terkait isu kamtibmas dan reformasi Polri ini harapannya bisa dengan cepat menginventarisasi masalah dan merumuskan solusi untuk direkomendasikan kepada pemerintah untuk pengambilan kebijakan,” pungkas Bambang.

Baca juga artikel terkait REFORMASI POLRI atau tulisan lainnya dari Alfitra Akbar

tirto.id - News Plus
Reporter: Alfitra Akbar
Penulis: Alfitra Akbar
Editor: Fadrik Aziz Firdausi