tirto.id - Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, membantah klausul operasi militer selain perang (OMSP) dalam bidang siber, ancaman bagi kebebasan warga sipil di ruang digital. Menurut Dave, hasil revisi Undang-Undang TNI (RUU TNI) tersebut hanya akan mengarahkan pada serangan siber kepada instansi dan infrastruktur digital milik negara.
"Agar memastikan operasi militer di dunia siber hanya berkaitan dengan serangan siber kepada instansi dan infrastruktur digital negara," kata Dave saat dihubungi Tirto, Jumat (21/3/2025).
Dia mengungkapkan penegakan hukum dan pengawasan di dunia siber masih dalam tugas pokok dan fungsi aparat penegak hukum (APH).
"Bukan hal yang berkaitan dengan kebebasan berbicara atau pelanggaran hukum, itu adalah ranahnya APH," ucap Dave.
Dia berdalih dalam UU TNI yang disahkan, Kamis (20/3/2025), DPR dan pemerintah sepakat untuk menggunakan 'pertahanan siber' dan bukan 'keamanan siber'.
"Menurut saya terlalu berlebihan ya bila dikaitkan ke sana (penegakan hukum), makanya kami menggunakan kata pertahanan bukan keamanan," tutur Dave.
Dia mengeklaim saat ini pertahanan siber dibutuhkan oleh Indonesia karena serangan di ranah digital sudah sangat tinggi. Hal itu diindikasikan dengan serangan siber ke situs milik pemerintah yang sebelumnya sempat melumpuhkan sejumlah perangkat piranti lunak pelayanan publik.
"Setiap hari kita mendapat macam-macam serangan untuk upaya meng-hack sistem-sistem dalam pemerintahan," kata Dave.
Dave juga menambahkan bahwa tentara saat ini harus mampu bertransformasi dan beradaptasi dengan dunia digital, sehingga bisa mengatasi tiap serangan yang mengarah ke bidang siber.
"Ini menjadi tugas TNI di era digitalisasi, agar dapat bertransformasi diri menghadapi serangan tersebut," tutup Dave.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama