tirto.id - RUU tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan (SBPB) resmi disahkan DPR RI menjadi UU melalui Sidang Paripurna pada Selasa (26/9/2019) lalu. Isi RUU SBPB jadi sorotan masyarakat lantaran berpotensi mengkriminalisasi petani.
UU SBPB merupakan revisi dari UU Nomor 12 Tahun 1992. Menteri Pertanian, Amran Sulaiman mengatakan, UU tersebut dibuat untuk menunjukkan keberpihakan pemerintah kepada petani kecil, sebagaimana diwartakan Antara.
Ia mengaku penyusunan draf UU itu sudah melibatkan akademisi, pakar, praktisi, pelaku usaha, kalangan organisasi profesi, dan organisasi kemasyarakatan. Pemerintah pun sudah membahas Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) terkait UU itu.
Amran mengatakan, sejumlah poin yang ada dalam UU itu juga merupakan tindak lanjut dari putusan MK Nomor 99/PUU-X/2012 yang berisikan tentang pengecualian petani kecil dari perizinan dalam melakukan pencarian dan pengumpulan sumber daya genetik.
Berpotensi Mengkriminalisasi Petani
Sebelumnya, Aliansi Petani Indonesia (API) menolak RUU SBPB. Sekretaris Jenderal API, Muhammad Nuruddin beralasan aturan ini nantinya akan lebih berpihak pada perusahaan besar ketimbang petani kecil dalam budi daya tanaman.
Nuruddin menambahkan, peraturan ini juga berpotensi mengkriminalisasi petani atas urusan yang sejak dulu menjadi hak tradisional mereka.
"Kami menolak RUU ini. Sebaiknya tidak diloloskan terutama Pasal 27 yang mengharuskan petani melapor dan daftar. Lalu pasal 108 dan pasal 112 tentang denda dan kurungan penjara," ujarnya saat dihubungi reporter Tirto pada 9 September 2019.
Nuruddin menuturkan, poin dalam Pasal 27 nantinya akan merugikan petani karena kewajiban melapor dan mendaftar hanya akan mempersulit budi daya tanaman. Padahal selama ini hal itu tidak perlu dilakukan menyusul adanya keputusan MK Nomor 99/PPU-X/2012 terhadap uji materi UU Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.
Di saat yang sama, budi daya tanaman dan penangkaran hasil persilangan benih (galur) sudah biasa dilakukan oleh petani sejak dilakukan secara tradisional. Setiap orang yang menjalankan profesinya dengan baik, kata dia, sudah pasti akan melakukan pengembangan galur untuk memperoleh hasil terbaik.
Nuruddin juga teringat pada kasus petani sekaligus kepala desa asal Aceh, Teungku Munirwan. Kala itu Munirwan ditangkap polisi hanya karena mengembangkan benih unggul dan mengedarkan kepada petani di desanya.
"Kasus-kasus Munirwan akan bermunculan. Kan kegiatan budidaya tanaman itu hak tradisional petani. Galur-galur itu juga pasti muncul dan wajar petani menangkar yang unggul," ucapnya.
Untuk membaca lengkap isi RUU SBPB yang telah resmi disahkan menjadi UU oleh DPR RI dapat di-download dalam format PDF melalui tautan ini (361KB).
Editor: Abdul Aziz