Menuju konten utama

Disdik Kotim Terapkan Belajar Daring bagi Siswa Imbas Kabut Asap

Situasi saat ini tidak memungkinkan untuk melaksanakan aktivitas dan mobilitas di luar ruangan maka kegiatan belajar mengajar dilaksanakan secara daring.

Disdik Kotim Terapkan Belajar Daring bagi Siswa Imbas Kabut Asap
Pengendara kendaraan bermotor menembus kabut asap pekat ketika terjadi kebakaran lahan di Kabupaten Pelalawan, Riau, Kamis (19/9/2019). ANTARA FOTO/Rony Muharrman/foc.

tirto.id - Dinas Pendidikan Kotawaringin Timur (Disdik Kotim) menyebutkan pihaknya kembali menerapkan pembelajaran daring bagi siswa akibat asap kebakaran hutan dan lahan di Sampit, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah.

Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan Kotawaringin Timur Muhammad Irfansyah mengatakan, pembelajaran dengan sistem daring hanya diperkenankan bagi siswa yang sekolahnya terdampak asap cukup parah.

"Berdasarkan hasil koordinasi dengan BPBD Kabupaten Kotim dengan memperhatikan kondisi dan situasi saat ini yang tidak memungkinkan untuk melaksanakan aktivitas dan mobilitas di luar ruangan maka KBM (kegiatan belajar mengajar) dilaksanakan secara daring atau belajar dari rumah (BDR)," kata Irfansyah, dikutip Antara, Senin (2/10/2023).

Ia menjelaskan, kebijakan itu dibuat memperhatikan Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk Wilayah Kabupaten Kotim pada 1 Oktober 2023 telah memasuki kategori kualitas udara berbahaya dan sifatnya merugikan kesehatan serius.

Bagi sekolah yang belum terdampak asap, kata Irfansyah, guru dan peserta didik wajib untuk menggunakan masker. Kemudian sekolah meniadakan aktivitas di luar ruangan.

Ia meminta pihak sekolah yang terdampak kabut asap agar memundurkan jam masuk belajar menjadi pukul 07.30 WIB, berkoordinasi dengan Koordinator Wilayah Kecamatan dan Kepala Bidang Pembinaan masing-masing.

Penyesuaian jam masuk sekolah bersifat situasional atau sementara sampai kondisi kualitas udara kembali baik. Sekolah tetap menjaga kebersihan lingkungan sekolah, meningkatkan kewaspadaan serta dilarang membakar sampah di lingkungan sekolah.

Sementara itu, kualitas udara di Sampit juga terus memburuk akibat pekatnya asap kebakaran lahan. Sudah dua hari status kualitas udara masuk kategori Berbahaya.

Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui aplikasi ISPUNET, tingkat ISPU di Kotawaringin Timur, khususnya di Sampit masih berstatus Berbahaya dengan tingkat pencemaran yang semakin parah.

Tingkat pencemaran pada pukul 05.00 WIB menunjukkan angka PM 2.5 sebesar 541 dan PM 10 sebesar 849. Pukul 06.00 WIB angka ini meningkat yakni PM 2.5 menjadi 564 dan PM 10 menjadi 948.

Kategori ini digambarkan dengan tingkat kualitas udara yang dapat merugikan kesehatan serius pada populasi dan perlu penanganan cepat.

Kondisi terus memburuk. Pada pukul 07.00 WIB, angka PM 2.5 tetap 564, sedangkan PM 10 melonjak menjadi 1057. Parameter PM 2.5 merupakan parameter pencemar udara paling berpengaruh terhadap kesehatan manusia.

Pada Senin pagi (2/10) kabut asap kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Sampit semakin parah sehingga mengakibatkan jarak pandang kurang dari 10 meter.

"Sepanjang jalan saya membunyikan klakson dan menyalakan lampu panjang sepeda motor, supaya tidak sampai bertabrakan dengan pengendara dari berlawanan arah," kata Hadi, warga Sampit

Kabut asap parah mengepung Kota Sampit, tidak hanya ruas jalan utama seperti Jalan Tjilik Riwut, Sudirman dan HM Arsyad, bahkan kawasan pinggir sungai yaitu Jalan Baamang I yang biasanya terbebas dari kabut asap, kini juga dilanda asap pekat.

Stasiun Meteorologi Haji Asan Kotawaringin Timur mencatat, jarak pandang hingga pukul 07.00 WIB hanya sekitar 10 meter. Hal ini sesuai dengan kondisi di lapangan dan pantauan di beberapa lokasi di pusat Kota Sampit.

Warga yang berkendara harus mengurangi kecepatan untuk menghindari kecelakaan. Sebagian warga juga menggunakan masker untuk mencegah penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).

Baca juga artikel terkait ASAP KARHUTLA

tirto.id - Sosial budaya
Sumber: Antara
Editor: Reja Hidayat