Menuju konten utama
Wawancara Khusus

Karhutla Berulang Akibat Kesengajaan Membakar Lahan Skala Besar

Pada Agustus, Pantau Gambut menemukan 4.175 hotspot di seluruh Indonesia, tertinggi selama 2023.

Karhutla Berulang Akibat Kesengajaan Membakar Lahan Skala Besar
Header Wansus Abil Salsabila. tirto.id/Tino

tirto.id - Kasus Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) kini marak di sejumlah daerah. Baru-baru ini terjadi Karhutla di kawasan Bromo akibat sepasang kekasih yang melakukan foto prewedding dengan menyalakan flare. Total lahan yang terbakar diperkirakan 500 hektare.

Selain itu, terjadi juga Karhutla di Desa Nurabelen, Kecamatan Ile Bura, Kabupaten Flores Timur, Jumat (25/8) yang dipicu akibat adanya praktik pembersihan lahan dengan cara dibakar. Kebakaran itu telah melahap lahan seluas 40 hektar.

Pantau Gambut memiliki beberapa catatan pada kejadian karhutla yang terjadi selama Agustus 2023, stidaknya 271 area Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) yang terbakar. KHG yang terbakar tersebar pada 89 kabupaten/kota pada 19 provinsi di Indonesia, dimana Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah menjadi dua daerah dengan kebakaran paling intens.

Di tengah kasus Karhutla yang marak terjadi, saat ini akan memasuki puncak musim kemarau akibat El Nino, Campaigner Pantau Gambut, Abil Salsabila menjelaskan kepada Tirto penyebab sebenarnya Karhutla dan mengapa peristiwa ini terus berulang setiap tahun pada Selasa (12/9) di Kantor Pantau Gambut, Jakarta Selatan.

Karhutla kembali marak terjadi. Banyak titik-titik api atau hotspot. Kalau berdasarkan hasil pemantauan Pantau Gambut, apa penyebab terjadinya Karhutla?

Kita berangkat dari yang secara umum penyebabnya apa. Sebenarnya kan penyebab Karhutla itu yang kita tahu sekarang tok, kebakaran kawasan hutan saja, tapi kita tahu ada landskap ekosistem yang disebut gambut.

Ketika gambut punya kemampuan air yang besar, logikanya tidak terbakar dong. Nah yang jadi pertanyaan, Kenapa kebakaran-kebakaran yang besar itu di hutan dan bukan hutan kenapa terjadi di kawasan gambut. Kalau di lihat sejarahnya, ada kebakaran skala kecil, tapi kemudian ada catatan kebakaran besar itu di tahun 1997, itu bertepatan dengan momen dibukanya proyek lahan gambut, cetak sawahnya Soeharto yang sejuta hektare.

Di mana lahan gambut itu dikeringkan dengan dibuat drainase-drainase untuk saluran air sawah. Di situ mulai terjadi kebakaran hutan dan lahan skala besar tahun 1997-1998. Itu yang menjadi awal mula terjadi Karhutla. Ternyata variabel yang berperan besar adalah tinggi muka air tanah yang berkurang di lahan gambut yang membuat dia menjadi lebih rentan terbakar.

Pemerintah sudah menetapkan kriteria kerusakan kaya indikator apa yang bisa mengkategorikan sebuah kawasan gambut itu rusak? Jadi kalau tinggi muka air tanah itu lebih dari 40 cm dari atas permukaan tanah.

Ketika itu terjadi, ada proses namanya oksidasi yang akhirnya menghasilkan api. Reaksi kimia di pelapukan tanah yang terekspos dengan udara yang disebut sedimen pirit, itu dia tidak tiba-tiba menjadi api kalau tidak ada pemantiknya. Nah, salah satu pemantiknya adalah disebut unsur hara lahan gambut.

Jadi ketika orang mau buka lahan perkebunan, dia mau buat lahan subur dulu, kaya komoditas sawit atau akasia, itu kan pertama dia tidak bisa di tanah yang harus disesuaikan, makanya harus dikeringkan. Tanah itu terlalu asam ditanami monokultur perkebunan. Makanya airnya dikeringkan dan salah satu cara yang mudah agar bisa dengan cara dibakar karena kemudian dari abu-abunya itu bisa memberikan nutrisi ke tanah yang kurang. Karena kalau dipupuki itu terlalu mahal. Jadi yang lebih murah dengan cara dibakar, hemat, cepat, dan efisien.

Masalahnya, pemadamannya jadi jauh lebih sulit karena si tinggi muka air tanah yang terlalu jauh, susah si apinya akan menjalar ke sedimen yang ada, karena dia akan turun ke bawah. Itu yang membuat apinya menjadi lebih lama padamnya. Karena di bawah sini (Lapisan sedimen) terus berlangsung. Walaupun di atas permukaan tidak besar apinya, tapi dia bisa lebih lama apinya karena proses ini (Api) yang terus menjalar di bawah tanah, dan kita tahu apinya menjalar ke mana arahnya. Jadi intinya kenapa penyebab Karhutla besar karena salah satunya ulah manusia faktor kesengajaan dengan cara pembukaan lahan dengan pengeringan dan pembakaran.

Selain disebabkan ulah manusia, adakah penyebab lain Karhutla, misalnya seperti El Nino?

Banyak yang bilang kalau El Nino penyebab kebakaran, dia sering jadi kambing hitam. Tapi kan pertanyaan kalau El Nino menjadi penyebab utama Karhutla, dari dulu sudah ada El Nino, kenapa Karhutla ke sini-sini saja yang besarnya? Nah, berarti kita bisa bilang bahwa ada yang salah bagaimana ekosistem Gambut dikelola, karena El Nino sebagai satu siklus iklim yang berlangsung dari dulu sampai sekarang dia begitu-begitu saja, kayak perubahan pola arus angin yang di samudera yang begitu-begitu saja. Tapi dia berkontribusi rentannya kebakaran di ekosistem gambut karena suhu yang tinggi dan ditambah ekosistem gambutnya sudah rusak yang saya bilang tadi sedimen sudah terekspose, jadi dia semacam fuel (Bahan bakar) nya. Belum lagi kalau ada perusahaan atau pelaku usaha yang membakar lahan di tengah El Nino, itu semakin besar lagi kerentanannya.

Berarti didominasi sama ulah manusia ya dan El Nino memperparah?

Banyak yang bilang kalau Karhutla ulah manusia. Tapi kita harus hati-hati dengan kata-kata ulah manusia, karena bagaimana dengan masyarakat yang kemudian dia misalnya membuka lahan gambut, tapi menanamnya adalah komoditas yang sesuai tanpa harus membuka lahan skala besar. Itu kan kemudian tidak mengubah lanskapnya seperti yang dilakukan oleh korporasi besar.

Jadi kalau bisa dibilang, menurut kami, penyebab utama adalah unsur kesengajaan yang mengubah lanskap lahan skala besar, dan itu sekarang dilakukan dalam bentuk kegiatan-kegiatan ekstraktif. Jadi itu utamanya. Sementara variabel-variabel lainnya yaitu cuaca, iklim itu pendukung saja. Jadi kurang lebih dua pendukung itu.

Berdasarkan hasil penelitian dari Pantau Gambut, titik-titik rawan Karhutla di mana saja dan karakteristiknya seperti apa?

Kalau dari pantauan temen-temen Pantau Gambut ada di website. Di sini kita tuh pantauan rutin, paling gede itu di Kalimantan itu, Kalimantan Barat 9.506 titik, Kalimantan Tengah 2.403 titik, sama di Riau 2.914 titik. Di sana tiga leading area yang paling banyak titik panas atau hotspot. Kalau di peta itu, tiga provinsi ini tinggi, karena di daerah tersebut kan yang paling banyak ditemukan ekosistem Gambut. Kalbar, Kalsel itu mereka dominan karakteristiknya agak di pesisir si gambutnya. Tapi kalau si Kalteng, itu dia di tengah. Sama kaya di Papua dan Papua Barat itu total ada 1.181 titik api . Tapi tetap leading nya tiga area itu, Kalteng, Kalbar, sama Riau. Paling penting itu hotspot ini ada di area fungsi lindung, Kesatuan Hiderologis Gambut (KHG).

Pantau Gambut kemarin menemukan 4.175 hotspot pada area Kawasan Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) pada Agustus?

Iya, Data bulan Agustus se-Indonesia itu baru lahan gambut ya, tidak tahu kalau lahan lain.

Itu kan per Provinsi. Kalau kabupaten kotanya berapa banyak?

Nah ini kalau kabupaten kotanya paling besar ada di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat sebanyak 1.707 titik; Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat sebanyak 1.665 titik; Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah sebanyak 1.486 titik; Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah sebanyak 991 titik; dan Kabupaten Mappi, Papua Selatan sebanyak 786 titik.

Biasanya kalau kita di sini pakai konsep KHG karena tidak bisa dilihat hanya per lahan gambutnya saja, tetapi kesatuan hidrologisnya bagaimana. Misalnya ini lahan gambut, tetapi kemudian misalnya ini bukan gambut, ini daerah pesisir, ini laut. Misal KHG ini dari sungai ke sungai, yang aku bilang tadi gambut biasanya ada di dua cekungan di antara dua sungai. Jadi misalnya ada sungai ini, terus ada sungai ini, ketemu di sini (Tengah) ada lahan gambut.

Kenapa dibilang KHG itu biasanya kesatuan sungai? Supaya konteks perlindungannya itu tidak hanya di satu tempat saja, tapi sekitarnya juga. Karena berpengaruh otomatis ketika misalnya salah satu bagian rusak. Karena kan kesatuan hidrologis berarti kan kita bicara air, bagaimana tata kelola air kan. Ketika di sini rusak, airnya tata kelola dan lainnya itu rusak otomatis dia akan berdampak ke si gambutnya.

Jadi kenapa pakai pendekatan KHG itu, supaya konteks perlindungannya itu tidak sempit di lahan gambut saja, tetapi kemudian di sekitaran lahan gambut sebagai upaya pencegahan juga. Supaya kita tidak melindungi ketika sudah rusak gitu. Tetapi sebelumnya kita sudah mencegah itu terjadi dengan menjaga ekosistem sekelilingnya.

Cara itu agar lahan tetap basah gitu ya?

Betul. Benar biar lahannya tetap basah. Makanya di sini nama-namanya KHG ini, itu. Ini hotspot di KHG-nya angka-angka hotspot di KHG-nya itu ada 3.800 titik dari total 14.000, 3.800 nya ada di konsesi. 6.000 ini di dalam fungsi lindung.

Berdasarkan pantauan Pantau Gambut dari tahun ke tahun, bagaimana tren Karhutla?

Tren tiap tahun kalau saya sempat baca memang dari 2015 ke 2019 itu ada eskalasi meningkat. Tapi di 2023 ini masih terlalu dini untuk bilang trennya akan meningkat atau menurun. Jadi fluktuatif untuk tren itu, yang jadi garis bawah adalah dia berulang, jadi dia terjadi lagi terjadi lagi. Itu pola yang bisa kita lihat sejauh ini bahwa di beberapa titik yang dulu di 2015 itu sudah kebakaran, terus di 2019 kebakaran, nah di 2023 ini kebakaran lagi. Jadi pola berulang itu kemudian jadi indikator bahwa 'Oh berarti ekosistem gambutnya memang sudah rusak dan belum ada upaya untuk merestorasi itu'.

Karena seharusnya kalau dia sudah dikembalikan area kelembabannya, harusnya itu bisa dicegah kebakaran itu, tetapi kemudian ada history keberulangan, itu yang bisa dipastikan gitu.

Sejauh ini berdasarkan pemantauan, ada perusahaan apa saja yang menyebabkan Karhutla?

Kalau dilihat dari peta citra satelit dan dicocokkan dengan peta konsesi perusahaan, dilihat perusahaan mana yang terjadi kebakaran yang terus berulang dan yang memiliki banyak hotspot.

Kalau dilihat data pada Agustus 2023, ada lima Perusahaan dengan hotspot terbanyak an kebakaran terus berulang di lahan konsesi sejak tahun 2015-2020. pertama ada PT. Mekar Karya Kahuripan sebanyak 7.032.622 kebakaran; PT. Palma Satu sebanyak 904.144 kebakaran, PT. Bina Agro Berkembang Lestari sebanyak 2.083.613 kebakaran, PT. Sebukit Inter Nusa sebanyak 3.115.342 kebakaran, dan PT. Sumatera Unggul Makmur sebanyak 7.237.309 kebakaran.

Kalau perusahaan Palma sudah masuk Palma grup. Tapi ini belum ditracing pada masuk di perusahaan besar mana, tapi kalau sejauh temuan kemarin, ini terus berulang, angkanya bisa ribuan. Berdasarkan tracing dari media, perusahaan juga belum ada dikenakan sanksi.

Rata-rata perusahaan bergerak di bidang apa?

Rata-rata Sawit, karena sawit kan buat lahan kering, daya resap airnya juga tinggi.

Kan banyak hotspot peristiwa Karhutla. Berdasarkan pantauan Pantau Gambut, apa upaya yang telah dilakukan pemerintah?

Pemerintah telah melakukan sekat kanal untuk membasahi kembali lahan gambut yang kering itu karena itu tugasnya Badan Restorasi Gambut (BRG).

Itu penting dilakukan setelah terjadi Karhutla 2015 sampai dibuat Peraturan Pemerintah nomor 57 tahun 2015 yang sebelumnya belum mengatur secara spesifik, melalui Peraturan Pemerintah yang baru diperkuat dan spesifik lagi.

Jadi kalau upaya pemerintah dengan dibuat BRG sendiri buat sekat kanal, embung, sumur bor, dan sebagainya.

Tapi teman-teman banyak menemukan di lapangan kalau itu tidak terlaksana dengan baik . Kemarin PG menemukan ada sumur bor fiktif, karena dana untuk restorasi Gambut itu kan bagian dari kesepakatan Indonesia dengan Norwegia, jadi dananya itu dana hibah. Tapi kita tidak punya audit bagaimana dana itu dikelola.

Jadi kalau upaya ada, cuma belum maksimal. Kenapa belum maksimal? Karena data menunjukkan bahwa Karhutla telah terjadinya terus berulang, tidak berkurang angkanya. Bisa dibilang kalau dibandingkan 2015 parah banget.

Dan beberapa juga waktu itu sempat ada perusahaan-perusahaan pelaku usaha yang bertanggung jawab atas Karhutla itu dikenakan, oh sama yang kemarin itu perusahaan dirilis ada sih beberapa yang disegel sama KLHK.

Tapi kan kemudian penyegelan itu bukan proses hukum. Penyegelan itu simbolis aja, 'perusahaan lu disegel ya'. Tidak jadi mekanisme buat mengingatkan kepada perusahaan atau kayak mungkin bikin perusahaan jera, jadi tidak menimbulkan efek jera di situ.

Dulu-dulu sempat ada kemudian mereka ada denda yang harus dibayarkan dan itu jumlahnya besar digugat perdata. KLHK menggugat PT. Bumi Mekar Hijau sebesar Rp7,9 triliun. Namun, putusan Pengadilan Tinggi Palembang yang hanya memvonis PT Bumi Mekar Hijau membayar ganti rugi Rp78 miliar dalam kasus kebakaran hutan dan lahan.

Jadi upaya penegakan hukum juga bisa dibilang masih lemah, sudah dilakukan tapi perlu diakui masih lemah sekali.

Ada narasi yang menyebut pembakar lahan ini juga dari masyarakat?

Memang tidak bisa dipungkiri ada peladang apalagi iya banyaklah di Kalimantan masyarakat Dayak itu membuka lahan dengan cara dibakar. Tapi karena memang mereka punya cara-cara mereka sendiri, seperti mereka punya semacam parit untuk membatasi supaya apinya tidak menyebar ke mana-mana.

Dan kemudian sekalipun misalnya bukan orang perusahaan gitu, tetapi terjadi di konsesi, perusahaan tetap bertanggung jawab, karena ada pertanggungjawaban mutlak di Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) Nomor 32 Tahun. Tetapi tanpa pembuktian unsur kesalahan itu dihapuskan kemarin di Undang-Undang Cipta Kerja Omnibus Law.

Kemudian ada tanggung renteng. Jadi itu di pasal 116 tanggung renteng itu kayak misalnya saya pelaku usaha, kemudian di konsensi ku ada lahan yang terbakar, saya bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kebakaran terjadi di konsesi. Sekalipun bukan orang perusahaan saya yang melakukan itu.

Sejauh ini ada tidak dari perusahaan yang ditindak secara serius sebagai penyebab terjadinya Karhutla?

Kalau tidak salah di Kalteng itu PT Kumai Sentosa. Ini sampai sudah PK di Kalimantan Tengah. Jadi tahun 2020 di sini beritanya kejaksaan tinggi Kalteng menetapkan bahwa berkas perkara pidana telah lengkap terus jadinya dia disidangkan dan dia sudah benar-benar sampai disidangkan. Cuma saya baru dapat berita lagi kemarin kebakaran terjadi lagi di dalam konsesi Kumai Sentosa. Kalau tidak salah si perusahaan ini di PK, tapi masih berproses secara hukum tetapi ini di-update ditetapkan bersalah sebagai pelaku karhutla 2019. Ini salah satu contohnya tetapi belum dieksekusi berarti keputusannya. Tetapi putusannya belum dilakukan karena di kita tidak ada kewajiban untuk mengeksekusi keputusan pengadilan.

Apa upaya konstruktif yang harus dilakukan pemerintah dalam menangani karhutla biar tidak terulang lagi?

Ini sebetulnya sudah diatur di banyak sekali Peraturan Menteri (Permen) Nomor 32 Tahun 2016 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan. Di situ sudah diatur misalnya ada sistem deteksi dini kebakaran, kaya bikin menara pantau api, itu jelas banget di Permentan kriteria harus berapa tingginya, terus dari apa material dibikinnya si menara itu, terus kayak harus bikin semacam sistem monitoring yang terhubung ke internet, itu sudah detail banget di Permen LHK Nomor 32. Kemudian Permentan Nomor 5 Tahun 2018, dan di banyak sekali di Peraturan Pemerintah (PP) dan di Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 1 tahun 2016 soal pemulihan ekosistem gambut.

Selain itu perusahaannya sendiri harus punya badan untuk penanggulangan kebakaran, terus pencegahan dengan menjaga.

Jadi langkah-langkah sebenarnya harus dilakukan dari awal, tapi kemudian itu kan tidak. Yang kedua, ketika kebakarannya sudah terjadi, kalau emergency response yang paling bisa dilakukan paling benar tetapkan saja jadi status darurat secara nasional.

Baca juga artikel terkait KARHUTLA atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Restu Diantina Putri