Menuju konten utama

Sigap Langkah Pemprov Jateng Atasi Kekeringan dan Karhutla

Pemprov Jateng telah mengevaluasi upaya antisipasi dan mitigasi bencana yang dilakukan dari tahun ke tahun.

Sigap Langkah Pemprov Jateng Atasi Kekeringan dan Karhutla
Pj Gubernur Jawa Tengah, Nana Sudjana, saat Rapat Koordinasi Siaga Kekeringan bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Gedung Gradhika Bhakti Praja, Semarang pada Selasa, (23/7). FOTO/dok. Pemprov Jateng

tirto.id - “Sumur masih kering, enggak ada airnya sama sekali,” keluh Dewi Setiana, warga Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, yang terdampak kekeringan akibat kemarau panjang 2024. Dewi bercerita, sumur di rumahnya sudah mengering sejak awal musim kemarau sekira bulan Mei.

Ketiadaan air bersih tentu membuatnya kalang kabut. Sebab, kebutuhan rumah tangga seperti mandi, mencuci, hingga memasak makanan-minuman tidak berkurang. Dewi pun mengandalkan suplai air dari luar tempat tinggalnya.

Setiap musim kemarau, terdapat pedagang air yang mengangkut dengan mobil tangki atau tandon di mobil bak terbuka. Air satu tandon berukuran 500 liter harus dibeli seharga Rp60.000.

“Anggota keluargaku ada lima orang. Air satu toren [tandon] itu rata-rata ya seminggu habis dipakai satu rumah,” ucap Dewi melalui sambungan telepon kepada kontributor Tirto, Rabu (18/9/2024).

Selain membeli air sendiri, jelas Dewi, kadang terdapat sumbangan air dari perorangan, lembaga, maupun pemerintah. Bantuan tersebut dinilai sangat membantu di saat kondisi genting saat ini.

“Dua minggu lalu ada bantuan dari pemerintah, dikasih satu tangki per RT [rukun tetangga],” kata dia.

Kekeringan tidak hanya dialami keluarga Dewi, melainkan semua warga kampungnya di Desa Warukaranganyar, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Grobogan. Semuanya kalang kabut.

Setiap kemarau, Grobogan langganan kekeringan air bersih, bahkan kerap menjadi yang terparah. Per 17 September 2024, terdapat 72 desa di 18 kecamatan terdampak kekeringan menurut data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBB).

BPBD Grobogan menyebut telah menyalurkan 406 tangki air bersih kepada puluhan desa terdampak kekeringan tersebut. Bantuan dialokasikan dari dana lintas kedinasan, baik kabupaten maupun provinsi.

Penanganan Lebih Siap

Kekeringan yang menyebabkan tiadanya air bersih sudah menjadi bencana tahunan. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pun mengevaluasi upaya antisipasi dan mitigasi bencana yang dilakukan dari tahun ke tahun.

Berdasarkan data BPBD, dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah, yang mengalami kekeringan paling parah pada kemarau 2024 adalah Kabupaten Grobogan, Banyumas, Pati, Brebes, Cilacap, dan Rembang.

Kepala BPBD Provinsi Jawa Tengah, Bergas Catursasi Penanggungan, menegaskan, salah satu upaya mengatasi kekeringan adalah mendistribusikan air bersih ke wilayah yang terdampak.

“Penyediaan kebutuhan air bersih untuk tahun ini persiapannnya lebih bagus daripada 2023,” kata Bergas, Rabu (18/9/2024).

Penanganan kekeringan melibatkan dinas teknis lain di Provinsi Jawa Tengah serta pemerintah kabupaten/kota.

Bergas mengatakan, kesiapan dan kesigapan menghadapi kekeringan di Jawa Tegah semakin mantap lantaran mendapat dukungan berupa dana siap pakai dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

“Dana siap pakai digelontorkan untuk posisi tanggap darurat, utamanya distribusi air bersih,” kata dia.

Bergas menambahkan, upaya antisipatif kekeringan juga terbantu kondisi cuaca saat ini. Di mana jangka waktu musim kemarau 2024 lebih pendek dibandingkan dengan kemarau 2023.

Menurut prakiraan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), musim kemarau di Jawa Tengah akan berakhir dan berganti musim penghujan pada dasarian III atau sepuluh hari terakhir bulan September 2024.

Wilayah Jawa Tengah bagian tengah, seperti Pekalongan tengah, Banyumas utara, akan berpeluang mengalami hujan lebih awal. Sementara wilayah lain, akan memasuki musim hujan pada dasarian I, II, dan III Oktober 2024.

“Kalau mengacu pada prakiraan BMKG di mana musim kemarau berakhir bulan ini, artinya persiapan kita sampai akhir tahun masih ada untuk distribusi air bersih," jelas Bergas.

Upaya Jangka Panjang

Penanganan masalah kekeringan tidak cukup jika hanya mendistribusikan air bersih kepada warga yang terdampak. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah berupaya menerapkan strategi penanganan jangka panjang.

Bergas selaku Kepala BPBD Jawa Tengah menuturkan, pemerintah pusat, pemerintah provinsi, hingga pemerintah kabupaten/kota mengalokasikan anggaran untuk membangun sistem penyediaan air minum (SPAM).

Namun, pengadaan SPAM di suatu daerah memerlukan kajian mendalam. Jangan sampai setelah SPAM dibangun ternyata sumber daya airnya kurang atau tidak mencukupi target.

Sisi lain, pemerintah mengajak masyarakat untuk memahami kondisi tempat tinggalnya. Jika lingkungannya tidak memiliki sumber daya air yang cukup, maka masyarakat perlu menerapkan gerakan menabung air.

“Dalam musim kemarau ada saat di mana hujan yang airnya dapat ditampung. Setidaknya itu mengurangi beban [kebutuhan air] beberapa saat sambil menunggu datangnya air bersih," saran Bergas.

Dalam Koordinasi Siaga Kekeringan bersama BNPB pada Selasa (23/7/2024), Penjabat Gubernur Jawa Tengah, Nana Sudjana, mengatakan telah melakukan pendataan kesiapan sarana dan prasarana wilayah kabupaten/kota.

Menurut dia, sebanyak 30 pemerintah kabupaten/kota di Jawa Tengah sudah menetapkan status siaga darurat kekeringan. Sedangkan lima wilayah lainnya belum menetapkan status darurat kekeringan, karena kondisinya masih aman.

Dalam kesempatan itu, Nana mengimbau kepada bupati/wali kota agar meningkatkan kewaspadaan potensi bencana, memetakan daerah rawan bencana, serta melakukan langkah-langkah strategis penanganan.

Selain itu, lanjut dia, pemerintah daerah juga diminta memanfaatkan embung, membuat sumur bor, memantau ketersediaan air bersih, mendistribusikan air bersih bagi masyarakat terdampak bencana kekeringan, dan lainnya.

Karhutla juga Jadi Perhatian

Selain kekeringan, masalah yang menjadi perhatian setiap musim kemarau adalah kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Pemangku kepentingan dan masyarakat perlu meningkatkan kesiapsiagaan mencegah terjadinya bencana.

Tahun 2023 terjadi kebakaran hutan di Kawasan Gunung Lawu di wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Juga kebakaran hutan di Gunung Sumbing dan Gunung Merbabu yang cukup menyita energi serta biaya dalam upaya pemadamannya.

Data menunjukkan, kejadian kebakaran hutan dan lahan di Jawa Tengah pada 2023 sebanyak 632 kali dengan luasan hutan dan lahan yang terbakar seluas 2.062 hektare dan jumlah pohon terbakar sebanyak 757 pohon dengan nilai kerugian sebesar sekitar Rp3,9 miliar.

Sementara 2024 (data per 26 Agustus), kejadian kebakaran hutan dan lahan di Jawa Tengah tercatat sebanyak 10 kali dengan luasan yang terbakar sekitar 10 hektare.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Jawa Tengah, Widi Hartanto, bersyukur karena tahun ini kasus kebakaran berkurang dan tidak ada kebakaran skala besar seperti 2023.

“Kebakaran hutan tahun ini relatif kecil-kecil dan bisa dipadamkan oleh relawan masyarakat peduli api," ucap Widi saat dihubungi kontributor Tirto, Rabu (18/9/2024).

Dia menjelaskan, luasan hutan di Jawa Tengah mencapai 1.292.535 hektare, yang terdiri dari kawasan hutan negara (tidak dibebani hak atas tanah) dan hutan rakyat (dibebani hak atas tanah).

Untuk menangani karhutla, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah membentuk Satuan Tugas Pengendali Kebakaran Hutan dan Lahan. Satgas berfungsi untuk mengkoordinasikan perencanaan, pemadaman, dan penanganan pasca-karhutla.

Selama ini, DLHK mengedepankan pencegahan. Sehingga, selain koordinasi antar-pemangku kepentingan, kerja sama dengan masyarakat sekitar hutan sangat penting.

Di Jawa Tengah terdapat 90 kelompok masyarakat peduli api, setiap kelompok memiliki 40--50 anggota, belum termasuk tambahan simpatisan. Mereka adalah relawan yang sudah dilatih dan diberi sarpras untuk membantu mencegah dan mengatasi karhutla.

Menurut Widi, sedikitnya kasus karhutla tahun ini turut dipengaruhi peran serta masyarakat. Deteksi dini pemantauan hotspot atau titik api melalui Sistem Pemantauan Karhutla (SiPongi) berjalan efektif.

“Jadi kalau ada titik api kecil langsung segera dipadamkan, tidak menunggu membesar. Ini kenapa tahun 2024 tidak terjadi [karhutla skala besar] karena ketika ada titik-titik api kecil langsung bisa dipadampan masyarakat,” kata dia.

Baca juga artikel terkait KEKERINGAN atau tulisan lainnya dari Baihaqi Annizar

tirto.id - News
Kontributor: Baihaqi Annizar
Penulis: Baihaqi Annizar
Editor: Abdul Aziz