tirto.id - Penemuan kasus Tuberkulosis (TBC) di Surabaya mengalami peningkatan pasca Pandemi Covid-19. Ini mengingat terjadi penundaan pengobatan kepada penderita TBC saat Pandemi Covid-19 atau pada periode 2020-2021.
Kepala Dinas Kesehatan Surabaya (Kadinkes), Nanik Sukristina, menilai penundaan pengobatan pada kurun waktu tersebut terkait dengan penurunan yang signifikan pada kasus TBC. Kendati, imbuh Nani, pihaknya telah melakukan penjaringan, baik secara aktif maupun pasif, terhadap terduga TBC.
“Oleh sebab itu, pasca pandemi ada peningkatan estimasi dan target penemuan kasus yang ditentukan oleh Kemenkes RI melalui penguatan surveilans (pengawasan) aktif untuk penemuan kasus TBC sejak dini sebanyak-banyaknya dengan jargon TOSS TBC (Temukan Obati Sampai Sembuh TBC) sebagai upaya percepatan eliminasi TBC 2030,” kata Nani ketika diwawancara kontributor Tirto, Kamis (24/4/2025).
Target yang ditentukan oleh Kemenkes tersebut, kata Nani, adalah 90 persen dari estimasi kasus baru sebanyak 16. 127 kasus.
Nani juga menambahkan, peningkatan tersebut juga diakibatkan oleh karakter Surabaya sebagai kota metropolitan dengan mobilitas penduduk yang tinggi. Selain juga masih banyak stigma negatif terhadap pasien TBC, sehingga menyulitkan Investigasi Kontak (IK).
Walaupun demikian, ia mengaku pihaknya tak akan tinggal diam dengan peningkatan tersebut. Penguatan, pendampingan, pemantauan, dan pengobatan pada penderita TBC, katanya, akan gencar dilakukan.
“Pendampingan pasien TBC oleh Tim Ahli Klinis (TAK) dan Koalisi Organisasi Profesi Indonesia (KOPI TBC), pemberian pelayanan pengobatan bagi pasien TBC Resisten Obat (TBC RO) di Puskesmas Satelit TBC RO dan atau RS Rujukan TBC RO, pendampingan pengobatan pasien TBC RO oleh Peer Educator (PE), fasilitasi pada program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RUTILAHU), dan lain sebagainya,” kata dia.
Sementara itu, pihaknya juga masih akan melakukan penjaringan secara aktif maupun pasif terhadap terduga TBC. Tentu saja dengan melibatkan peran berbagai pihak.
Penjaringan secara aktif meliputi pelaksanaan kegiatan Investigasi Kontak melalui gerakan Cak dan Ning 1 pasien minimal 8 kontak serumah, kolaborasi kegiatan screening kesehatan terintegrasi dengan kegiatan screening terintegrasi yakni, TBC-Penyakit Tidak Menular (PTM) dan TBC-Anak, dan kolaborasi dengan kegiatan geliat Universitas Airlangga (UNAIR) dalam tatalaksana penanggulangan TBC Anak.
“Termasuk dalam penjaringan pasif ialah memperluas jejaring layanan TBC dengan melakukan MOU kerja sama dengan rumah sakit dan klinik, melakukan screening TBC pada kelompok risiko tinggi seperti, pasien HIV, diabetes, dan anak yang khususnya bergizi buruk, ISPA/Pneumonia, COVID-19, dan Calon Jamaah Haji (CJH), dan penguatan jejaring internal TBC dengan melibatkan peran lintas poli/ruangan seperti, Poli Paru, Poli Anak, Poli Penyakit Dalam, Poli Bedah, IGD, Rawat Inap, dan lainnya dalam upaya penjaringan terduga TBC dan penemuan kasus TBC di RS,” kata dia.
Penulis: Muhammad Akbar Darojat Restu
Editor: Abdul Aziz
Masuk tirto.id


































