tirto.id - Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) UGM mengajukan pengunduran diri dari tim penelitian uji klinis vaksin sel dendritik SARS-Cov-2 atau Vaksin Nusantara. FK-KMK UGMN merasa dicatut namanya karena tak pernah dilibatkan dalam penelitian vaksin yang diinisiasi oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.
Surat pengunduran diri yang ditujukan kepada Menteri Kesehatan menyebutkan alasan pengunduran diri FK-KMK UGM karena para peneliti sejauh ini tidak dilibatkan dalam proses uji klinis, termasuk dalam penyusunan protokol.
“Belum ada keterlibatan sama sekali. Kita baru tahu saat itu muncul di media massa bahwa itu dikembangkan di Semarang kemudian disebutkan dalam pengembangannya melibatkan tim dari UGM,” ucap Wakil Dekan FK-KMK UGM Bidang Penelitian dan Pengembangan, Yodi Mahendradhata melalui keterangan tertulis, Senin (8/3/2021).
Ia menyebut bahwa sejumlah peneliti UGM sempat menerima komunikasi informal terkait rencana pengembangan vaksin di bawah koordinasi Kementerian Kesehatan, dan menyatakan bersedia mendukung penelitian yang akan dilakukan.
Meski demikian, setelah itu tidak terdapat komunikasi lebih lanjut terkait penelitian vaksin tersebut. Para peneliti bahkan tidak mengetahui bahwa Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Surat Keputusan Nomor HK 01.07/MENKES/11176/2020 yang mencantumkan nama mereka beserta posisi yang mereka duduki dalam tim ini.
“Waktu itu belum ada detail ini vaksinnya seperti apa, namanya saja kita tidak tahu. Hanya waktu itu diminta untuk membantu, ya kami di UGM jika ada permintaan dari pemerintah seperti itu kami berinisiatif untuk membantu,” terangnya.
Para peneliti, terangnya, selanjutnya merasa keberatan karena tidak pernah dilibatkan dalam seluruh proses penelitian, bahkan sama sekali belum pernah melihat protokol uji klinis. Karenanya mereka juga tidak dapat memberikan komentar apa pun terkait vaksin yang dimaksud beserta proses penelitiannya.
Selama pandemi COVID-19, FK-KMK UGM sendiri telah terlibat dalam sejumlah penelitian, salah satunya penelitian Vaksin Merah Putih bersama beberapa perguruan tinggi lainnya di bawah konsorsium yang diinisiasi Kementerian Riset dan Teknologi.
FK-KMK UGM juga bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan untuk mengawal program vaksinasi yang telah berjalan dan memantau hal-hal yang bisa diperbaiki dari pelaksanaan di lapangan.
Berdasarkan pengalaman dari penelitian yang telah berjalan, menurut Yodi, penelitian yang dikerjakan dengan melibatkan kerja sama sejumlah pihak memerlukan komunikasi yang intens antara pihak-pihak yang terlibat serta proses koordinasi yang dibangun dengan baik sebelum dan selama penelitian dilakukan.
Ia melanjutkan, dalam kerja sama penelitian lazimnya pihak-pihak yang terlibat akan terlebih dahulu mengadakan pertemuan dan koordinasi sebelum penelitian dimulai, dan dalam hal ini Kementerian Kesehatan selaku koordinator penelitian diharapkan memberikan sosialisasi dan menjelaskan detail penelitian yang akan dikerjakan.
Dalam kasus Vaksin Nusantara, terangnya, tahapan-tahapan tersebut tidak dilakukan dan peneliti yang namanya telah tercantum dalam Surat Keputusan Menkes bahkan belum mengetahui detail penelitian sebelum hal tersebut akhirnya muncul di pemberitaan media massa.
“Kami belum pernah menerima surat resmi, protokol, atau apapun. Teman-teman agak keberatan, kalau disebutkan sebagai tim pengembang kan harus tahu persis yang diteliti apa,” tegas Yodi.
Terawan diketahui menjadi penggagas pembuatan vaksin COVID-19 bernama Vaksin Nusantara pada Oktober 2020.
Vaksin berbasis sel dendritik itu awalnya dikembangkan perusahaan farmasi asal Amerika Serikat, AIVITA Biomedical. PT Rama Emerald Multi Sukses disebut telah memiliki lisensi untuk mengembangkannya di Indonesia.
Pada 22 Desember 2020, saat Presiden Joko Widodo mengumumkan pemecatan Terawan, kabar pengembangan Vaksin Nusantara mencuat tapi dengan nama yang berbeda, yakni Vaksin Joglosemar. Perusahan pengembangnya yakni PT Rama Emerald Multi Sukses
Setelah tak menjabat sebagai menteri, Terawan praktis menghilang dari sorotan media. Tapi ternyata dia tetap terlibat dalam pengembangan vaksin. Pada 16 Februari 2021 kemarin dia mengklaim uji klinis fase I Vaksin Nusantara telah selesai diujikan kepada 30 pasien dengan hasil imunitas baik dan aman. Setela itu akan dilanjutkan proses uji klinis fase II di RSUP Dr Kariadi Semarang.
Saat itu, Rabu (17/2/2021) Terawan bilang pengembangan Vaksin Nusantara melibatkan peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS), Universitas Diponegoro dan RSPAD Gatot Soebroto Jakarta.
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Bayu Septianto