tirto.id - Gerakan Hizbut Tahrir terkenal karena retorika anti-Barat, anti-Demokrasi, anti-sekulerisme, dan ideologi politik khilafah Islam yang dimilikinya. Didirikan sebagai partai politik oleh Sheikh Taqi al-Din An-Nabhani pada 1953 di Yerusalem, Hizbut Tahrir menyebar ke berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia.
Di Indonesia, gerakan Hizbut Tahrir berkembang sejak 1980-an lewat pengajian badan kerohanian mahasiswa dan Lembaga Dakwah Kampus (LDK). Pada 2004, para penggeraknya mendirikan sayap organisasi mahasiswa bernama Gema Pembebasan. Hizbut Tahrir Indonesia resmi berbadan hukum perkumpulan pada 2014.
Ketika melancarkan demonstrasi, HTI mengibarkan bendera hitam dan putih bertuliskan kalimat syahadat. Bendera hitam bertulis kalimat syahadat juga tersemat dalam lambang HT dan HTI. Menurut juru bicara HTI Ismail Yusanto, sebagaimana dikutip Arief Ihsan dan Sigit Pamungkas dalam PKS dan HTI: Genealogi dan Pemikiran Demokrasi (2006), dua bendera itu adalah bendera yang selalu dibawa Nabi Muhammad dan kekhalifahan Islam setelahnya.
Di satu sisi, bendera hitam juga digunakan banyak organisasi Islam selain HT dan kelompok Anarkis yang secara ideologi berseberangan dengan gagasan pendirian negara apalagi khilafah. Di sisi lain, berbagai organisasi Islam pengguna bendera hitam berlafaz syahadat itu saling bermusuhan. Menariknya, ada suatu masa kelompok penganut ideologi khilafah bergerak bersama kelompok Anarkis.
Bendera Hitam: Dari Taliban ke ISIS
50 Years of Vexillology yang disusun Michael Fault menjelaskan bahwa studi tentang bendera (veksillologi) memilah bagian-bagian bendera menjadi warna dasar (ground) serta konfigurasi gambar atau tulisan (charge). Bidang bendera paling dekat dengan tiang pengibar dinamakan hoist, sedangkan bidang yang berkibar disebut fly.
Hampir semua organisasi milisi Islam menggunakan ground hitam. Yang membedakan mereka ialah kaligrafi yang digunakan sebagai charge.
Ground bendera Taliban dan Al-Qaeda hitam. Sementara charge benderanya menampilkan kaligrafi Arab berbunyi "lailahailallah muhammad rasulullah" berwarna putih yang berarti "Tiada Tuhan selain Allah, Muhammad adalah utusan Allah"—ikrar bahwa seseorang memeluk Islam.
Bendera Jabhah Al-Nusrah juga ber-ground hitam. Namun, charge organisasi milisi di Suriah yang berafiliasi dengan Al-Qaeda tersebut menampilkan kaligrafi kalimat syahadat dan kata berbunyi "Jabhan Al-Nusrah". Kaligrafi itu berwarna putih.
Kaligrafi kalimat syahadat juga tampil sebagai charge bendera Islamic State in Iraq and Syria (ISIS), namun bentuknya lebih gemuk daripada yang dimiliki Al-Qaeda, Jabhah Al-Nusrah, maupun Taliban. Kaligrafi itu dipilah: "lailahailallah" berwarna putih berada di bagian atas, sementara "muhammad rasulullah" berwarna hitam ada di dalam bulatan putih yang letaknya di bawah "lailahailallah".
Ground bendera milisi muslim Checnya juga hitam. Charge bendera itu menampilkan kaligrafi putih "jihad fi sabilillah", "allahuakbar", dan sepasang pedang yang disilangkan. Dalam lambang Hizbut Tahrir dan Hizbut Tahrir Indonesia juga tersemat bendera dengan ground hitam dan kaligrafi kalimat syahadat berwarna putih.
Mustazah Bahari dan Muhammad Haniff Hassan menjelaskan dalam "The Black Flag Myth: An Analysis from Hadith Studies" (2014) bahwa penggunaan bendera hitam oleh para organisasi itu berawal dari keyakinan Nabi Muhammad juga menggunakan bendera hitam saat berperang.
Menurut Bahari dan Hassan, Nabi Muhammad menggunakan bendera itu untuk membedakan mana pasukannya dan mana pasukan musuh. Namun, Sang Nabi tidak menjadikannya simbol. Bendera berwarna selain hitam juga pernah dia gunakan.
Bendera hitam dijadikan simbol dan bendera resmi sejak Dinasti Abbasiyah berkuasa pada 750. Bendera hitam pula yang digunakan kelompok tersebut saat melancarkan pemberontakan terhadap Dinasti Ummayah.
Namun, Bahari dan Hassan menuliskan bendera hitam tidak pernah disebut dalam kitab suci Alquran, sumber hukum tertinggi dalam Islam. Ia muncul dalam beberapa hadis—ucapan dan tindakan Nabi Muhammad—yang diriwayatkan para sahabatnya. Hadis tersebut menyebutkan akan ada pasukan muncul di daerah Khurasan dan mengibarkan bendera hitam sebelum Hari Kiamat. Mahdi, pemimpin yang akan mengantarkan Islam ke kejayaan, juga akan muncul dari pasukan itu.
Namun, setelah menganalisis enam hadis yang kerap menjadi rujukan penggunaan bendera hitam, Bahari dan Hassan menyimpulkan bahwa bendera hitam sebenarnya tidak memiliki arti simbolis dalam Islam karena tidak ada bukti pendukung yang otentik.
"Otentisitas narasi dinilai lemah atau ditolak para ahli hadis. Sebab utamanya ialah kecacatan atau fabrikasi yang dibuat perawi," ujar Bahari dan Hassan.
Bendera Hitam Para Anarkis
"Mereka masih percaya otoritarian. Khilafah kan hierarkis. Solusi Anarkistik kan demokrasi langsung. Demokrasi langsung itu buat ngebabat hierarki. Enggak ada representasi dari rakyat. Mereka (HTI) enggak."
Kalimat itu diucapkan HS, seorang pegiat Anarkis di Kota Bandung. HS menceritakan bahwa ada suatu masa ketika kelompok HTI atau pendukung pendirian khilafah bergerak bersama kelompok Anarkis di Kota Bandung, meskipun sekarang keduanya tampak berjalan terpisah.
Menurut HS, para pendukung khilafah masuk ke jaringan kelompok Anarkis di Kota Bandung pada 2006. Pada awalnya, mereka tidak memperkenalkan diri sebagai HTI. Namun, pada akhirnya, mereka menyatakan diri sebagai HTI.
Kedua gerakan itu sempat cocok karena sama-sama membahas penguasaan sumber daya alam, perburuhan, perampasan lahan dari sudut pandang ekonomi-politik.
"Kaya gini lah. Isu strategis, seperti BBM, itu kami dulu gerak bareng protes sama mereka. Terus, protes UMR buruh juga bareng. Kalau ada aksi advokasi penggusuran, mereka suka kirim tim, ikut bantuin," ujar HS saat dihubungi Tirto, Sabtu (27/9/2018).
Namun, kelompok Anarkis di Kota Bandung tidak mau berjalan bersama lagi dengan HTI pada 2008.
"Tapi akhirnya kami tahu mereka wataknya sama aja kaya Hizbut Tahrir internasional," ujar HS.
Di luar dunia Islam, bendera hitam memang lekat dengan gerakan Anarkisme. Namun, mula bendera hitam digunakan pertama kali oleh gerakan tersebut masih belum jelas.
Sejarawan gerakan Anarkisme George Woodcock mengatakan Louise Michel, salah seorang penggerak Komune Paris, mengibarkan bendera hitam saat melancarkan demonstrasi pada 9 Maret 1883. Sedangkan sejarawan Paul Avrich menyebutkan bendera hitam berkibar saat demonstrasi Anarkis di Chicago pada 27 November 1884.
Collin Ward menjelaskan dalam Anarchism: A Very Short Introduction (2006) bahwa ada empat pemikir dan penulis utama yang lazimnya dianggap sebagai pionir dalam Anarkisme: William Goldwin, Pierre-Joseph Prodhon, Michael Bakunin, dan Peter Kropotkin.
Enquiry Concerning Political Justice (1973) yang disusun Goldwin, menurut Ward, mengemukakan argumen Anarkis sebagai pelawan pemerintah, hukum, kepemilikan, dan institusi negara. Sedangkan Proudhon adalah orang yang pertama kali menyebut dirinya sendiri Anarkis. Pada 1840, dia menerbitkan esai seminal yang menyebutkan "Kepemilikan adalah Pencurian".
Sementara itu, Bakunin terkenal karena perselisihannya dengan Karl Marx dalam Internationale I. Bagi Bakunin, Anarkis ialah musuh seluruh kekuasaan. Menurutnya, kebebasan tanpa sosialisme adalah keistimewaan dan ketidakadilan, tetapi sosialisme tanpa kemerdekaan adalah perbudakaan dan kebiadaban. Sedangkan Kropotkin memberikan Anarkisme sebuah basis saintifik melalui tiga buku dan sejumlah pamfletnya.
Pada awal 1880-an, banyak organisasi Anarkis menamakan diri dengan kata "black". Misalnya, Black Band (Perancis) atau Mano Negra (Spanyol). Organisasi itu dibentuk guna mengorganisasi kembali massa sayap-kiri Anarkis setelah Internationale I.
Selain bendera dengan ground hitam tanpa charge apapun. Para Anarkis jua kerap mengibarkan bendera dengan ground hitam atau merah dengan charge simbol circled-A, yakni huruf A yang ditimpa sebuah lingkaran.
Menurut Avrich, hitam menyimbolkan kelaparan, kesengsaraan, dan kematian. Sedangkan menurut teoritikus Anarkisme Murray Bookchin, hitam bermakna penderitaan pekerja dan sebagai ekspresi kemarahan dan kepahitan mereka.
Pada abad ke-20, para Anarkis melakukan perlawanan terhadap rezim tiran dan mendukung aktivis anti-kolonialisme di Eropa, sebagaimana dikaji Benedict Anderson dalam Under Three Flags: Anarchism and the Anti-Colonial Imagination (2005).
Pada masa yang sama, bibit pemikir Anarkis juga muncul di Hindia Belanda. Lalu, pada sekitar 1914-1916, tampaknya sel-sel Anarkis tumbuh di Hindia Belanda digerakkan Anarkis Tiongkok. Pada 1990-an, Anarkisme menjadi bagian dari komunitas punk yang berkembang di Indonesia. Lalu, pada 2000-an kelompok-kelompok Anarkis menyebar di berbagai kota di Indonesia, misalnya Bandung, Jakarta, Makassar, dan Yogyakarta.
Editor: Ivan Aulia Ahsan