tirto.id - Pemerintah dan DPR sedang mengebut pengesahan Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) menjadi UU. Mereka punya waktu 40 hari sejak Panitia Khusus (Pansus) RUU IKN terbentuk atau sejak 7 Desember 2021.
Ketua Pansus RUU IKN, Ahmad Doli Kurnia berharap pengesahan RUU IKN terlaksana pada 18 Januari 2022. Namun sampai saat ini mereka belum juga merampungkan pembahasan subtansi.
Dalam rapat kerja bersama PPN/Bappenas, Kamis (13/1/2022) di Kompleks Parlemen, DPR batal menyelesaikan 4 klaster substansial: istilah Otorita IKN, pertanahan, rencana induk, dan pembiayaan. Sebab pansus masih mempersoalkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Rapat pun diskors sampai Senin (17/1/2022) pukul 10.00.
Dalam waktu yang sempit, Pansus RUU IKN mengadakan studi banding ke lokasi IKN di Kalimantan Timur pada Jumat (14/1/2022) hingga keesokan hari dan ke BSD City serta Alam Sutera pada Minggu (16/1/2022).
“Nanti Senin, kami bahas lebih panjang. Mudah-mudahan malam raker selesai,” kata politikus Partai Golkar tersebut.
Presiden Joko Widodo memang memprioritaskan perpindahan IKN pada 2022. Hal tersebut termaktub dalam Peraturan Presiden 85/2021 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2022.
Pemerintah & DPR Tak Belajar dari UU Cipta Kerja
Partai Keadilan Sejahtera (PKS), salah satu parpol oposisi menilai cara kerja DPR dan pemerintah terlalu ugal-ugalan. Sebab, mereka belum rampung membahas DIM baik per bab, pasal, dan ayat. Mereka juga tidak mengoptimalkan partisipasi masyarakat dalam perumusan regulasi tersebut.
Pembahasan RUU IKN ini berpotensi melanggar Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Sebab itu, kata Juru Bicara PKS, Pipin Sopian, fraksi partainya tegas menolak RUU IKN.
“PKS menolak RUU IKN karena secara substansi berpotensi melanggar UUD 1945, berisiko mengancam kedaulatan NKRI, menambah utang dan menambah beban APBN, mengalihkan fokus penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional, mengancam lingkungan hidup, berpotensi merugikan aset negara dan menguntungkan elite pemilik konsesi lahan,” ujar Pipin dalam keterangan tertulis, Jumat (14/1/2022).
Mestinya DPR dan pemerintah belajar dari putusan Mahkamah Konstitusi dalam uji materi UU Cipta Kerja. MK menyatakan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat, karena melanggar sejumlah aspek formil: partisipasi publik yang bermakna, aspek transparansi, aspek bentuk hukum, asas kejelasan tujuan, asas kejelasan rumusan, dan metode pembentukan.
“Mungkin lebih buruk karena kalau RUU Cipta Kerja masih menyisakan perdebatan di ruang publik, adu gagasan di ruang rapat yang cukup lama. RUU IKN sama sekali jauh dari kerusuhan,” ujar Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus kepada reporter Tirto, Jumat (14/1/2022).
Proses legislasi yang cepat, sebenarnya perlu diapresiasi. Namun dalam konteks RUU IKN nampaknya bukan buah dari etos kerja DPR. Melainkan bernuansa intrik politik.
Kerja cepat ini hanya untuk menyelamatkan elite DPR dan pemerintah dari kejelian publik, kata Lucius.
“Kalau tujuannya untuk kepentingan bangsa, maka nggak perlu sembunyi-sembunyi, nggak perlu buru-buru membahas RUU IKN, minimal sampai informasinya tersebar luas dan respons publik terdengar jelas,” kata Lucius.
Pindah Ibu Kota Bukan Sulap
Manajer Kampanye Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Wahyu Perdana berharap DPR dan pemerintah memaksimalkan partisipasi publik. Perpindahan Ibu Kota Negara tidak bisa dilakukan semena-mena sebab akan berdampak banyak bagi masyarakat dan lingkungan.
Dalam hasil studi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) IKN, menunjukkan tiga permasalahan mendasar bila IKN dipaksakan. Di antaranya ancaman terhadap tata air dan risiko perubahan iklim, ancaman terhadap flora dan fauna, serta ancaman terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.
Menurut Wahyu, penentuan lokasi perpindahan IKN tidak mempertimbangkan hasil uji lingkungan, ekonomi, dan politik. Tidak berdasarkan hasil yang objektif.
“Pemerintah itu tidak jujur. Disinformasi. Seolah-olah di sana lahan kosong, mudah dipindahkan. Di sana ada 90 lubang tambang dan lebih dari 160 konsesi,” ujar Wahyu kepada reporter Tirto, Jumat (14/1/2022).
Terlebih lokasi IKN juga memiliki persoalan hidrologi air. Di sana mudah kekeringan, kata Wahyu.
Karena itu, kata Wahyu, pemerintah mesti merampungkan semua potensi persoalan tersebut. Termasuk mengoptimalkan sosialisasi kepada masyarakat yang terdampak pembangunan IKN.
“Kalau sudah kepentingan politik elite, cepat. Konteks perpindahan tidak pernah terjawab dengan clear. Kita sedang bicara memindahkan bencana saja,” tukas Wahyu.
Perpindahan Ibu Kota Butuh Biaya Besar
Direktur Eksekutif Institute for Development Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menyarankan agar DPR dan pemerintah merampungkan pembahasan 4 klaster substansial dan mengkajinya tanpa terburu-buru. Sebab perpindahan IKN memakan biaya tak sedikit.
Anggota Pansus RUU IKN, Guspardi Gaus mengatakan, pembangunan IKN akan memakan anggaran Rp466,9 triliun. 20 persen atau Rp90 triliun akan berasal dari APBN. Rp252,5 triliun berasal dari kerja sama pemerintah dan badan usaha. Rp123,2 triliun berasal dari swasta atau BUMN dan BUMD.
Pemerintah mesti menyusun skenario terburuk sebagai konsekuensi skema pembiayaan tersebut. Ia khawatir Indonesia akan terjerumus dalam utang negara.
“Ini kan sekian persen dari APBN, sekian persen dari swasta. Ketika ada rencana swasta susah masuk, pemerintah harus menjamin. Otomatis lari lagi ke APBN sebagai garansi. Itu yang kami nggak mau. Kan ada prioritas lain yang harus dipertimbangkan, bukan soal ibu kota,” ujarnya Tauhid kepada reporter Tirto.
Terlebih lagi perpindahan IKN ke Kalimantan Timur tidak akan membawa dampak pertumbuhan ekonomi yang masif. Sebab wilayah Kalimantan Timur tidak potensial menjadi tempat industri tumbuh, selain industri sawit, batu bara, dan migas yang memang sudah hadir di sana.
Industri yang membutuhkan jumlah tenaga kerja banyak, tidak akan cocok, kata Tauhid. Sebab upah pekerja di sana cukup tinggi. Dari segi infrastuktur pun tak sebaik di Pulau Jawa.
Pemerintah Provinsi Kaltim telah menetapkan UMP 2022 melalui keputusan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 561/K/568/2021 sebesar Rp3.014.497 rupiah. UMP Kaltim naik tipis 0,1 persen dibandingkan UMP tahun 2021 sebesar Rp33.118,50 rupiah.
“Saya kira, ini proyek peninggalan sebuah pemerintahan. Ada keputusan politik yang dilahirkan. Saya kira dalam rangka itu, tidak benar-benar untuk menyelesaikan masalah yang terjadi,” ujarnya.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Abdul Aziz