tirto.id - Acungan dua jari Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan dalam acara Konferensi Nasional Partai Gerindra di Sentul International Convention Center, Bogor, hari Senin (17/12/2018), menuai kontroversi.
Menurut Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) kehadiran Anies dalam acara itu tidak melanggar aturan. Sebab Anies sudah melayangkan surat izin terlebih dahulu kepada Mendagri untuk menghadiri acara itu.
Hanya saja, Anies dianggap salah karena mengacungkan dua jari, yang ditafsirkan sebagai bentuk dukungan bagi pasangan capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo-Sandi.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri, Sumarsono mengaku Kemendagri belum bisa memberi sanksi terkait tindakan Anies, dan masih menunggu rekomendasi dari Bawaslu untuk memutuskannya.
"Secara substansi, yang putuskan Bawaslu terkait dua jari. Tergantung rekomendasi Bawaslu," kata Sumarsono melalui WhatsApp saat dikonfirmasi Tirto, Selasa (18/12/2018).
Ditanya mengenai adanya kepala daerah lain yang juga melakukan kampanye seperti Anies di waktu-waktu sebelumnya, termasuk yang mendukung pasangan nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf, Sumarsono mengaku pihaknya telah memberi teguran.
"Sudah terima rekomendasi Bawaslu dan sudah pula diberikan teguran sesuai rekomendasi Bawaslu," katanya.
Dianggap Kampungan
Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Irma Suryani Chaniago menilai tindakan Anies sudah menyalahi aturan sebagai kepala daerah. Menurutnya, Anies tidak paham posisinya sebagai pejabat publik yang terikat dengan berbagai peraturan.
“Sebagai gubernur seharusnya beliau tidak melakukan hal-hal seperti itu. Kampungan!” kata Irma pada Tirto, Selasa (18/12/2018).
Irma tidak mempermasalahkan jika Anies sebagai kepala daerah memang mendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Namun, kata dia, sebaiknya hal itu dilakukan sesuai aturan. Irma berharap ada tindakan dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait hal ini.
“Sebenarnya kami tidak mau mengurus hal yang remeh-temeh seperti itu. Kalau kemudian Bawaslu dan Panwaslu mau menindak karena menemukan pelanggaran, ya, bagus. Karena itu memang tugas Bawaslu dan Panwaslu,” kata Irma.
Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Matnoor Tindoan turut mengkritik apa yang dilakukan oleh Anies. Namun ia tetap menyerahkan persoalan ini ke pihak Bawaslu.
“Izin untuk menghadiri acara itu, bukan untuk berkampanye kan. Kalau itu [acung dua jari] kan kampanye tuh. Ya nggak boleh dong. Orang RT RW aja nggak boleh,” kata politikus PPP ini saat ditemui di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (18/12/2018) siang.
Kemendagri Lebay
Juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Andre Rosiade menilai Kemendagri berlebihan jika menganggap gaya dua jari Anies sebagai bentuk kampanye untuk pasangan nomor urut 02. Sebab dua jari yang diacungkan Anies bisa juga dimaknai sebagai simbol Jakmania (suporter Persija)
"Halah, lebay banget Kemendagri. Dua jari Pak Anies kan bisa saja ke Prabowo, tapi bisa juga ke The Jakmania Persija. Itu mungkin saja," kata Andre saat dihubungi Tirto, Selasa (18/12/2018) siang.
Menurut Andre, banyak pejabat daerah lainnya yang juga berkampanye terang-terangan untuk kubu Jokowi-Ma'ruf, namun Kemendagri tak mengkritiknya. Andre menilai, Kemendagri tak adil jika hanya menyoroti gerak-gerik kampanye dari kepala daerah yang mendukung pasangan Prabowo-Sandiaga.
"Kemendagri ini kadang kalau ke Prabowo keras banget. Tapi kalau ada dari Jokowi minim komentar banget. Coba cek itu di Sumatera Barat, Bupati Pesisir Selatan ada kasih dukungan ke Jokowi pakai seragam dinas. Ada komentar, nggak, Kemendagri? Enggak kan?" kata Andre.
"Intinya lebay. Kalau ke Pak Jokowi enggak ada komentar, kalau ke Prabowo selalu komentar. Gimana sih," Andre menambahi.
Kampanye Harus Cuti
Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta Puadi mengaku belum mendengar soal acungan dua jari Anies dalam acara Partai Gerindra. Katanya, untuk memastikan itu termasuk tindakan kampanye atau bukan, harus melalui investigasi terlebih dahulu.
Namun, Puadi mengingatkan bahwa aturan dasar bagi kepala daerah untuk ikut berkampanye adalah dengan mengajukan cuti terlebih dahulu. Kepala daerah, kata dia, tidak diperkenankan untuk bertugas sekaligus berkampanye. Surat cuti yang diberikan pada Kemendagri pun harus ditembuskan kepada KPU dan Bawaslu.
“Kita belum mengatakan ini ada atau tidaknya pelanggaran. Tapi kalau ikut kampanye harus cuti dulu,” kata Puadi pada Tirto, Selasa (18/12/2018).
Puadi merujuk Pasal 303 UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di mana kepala daerah bisa mengambil cuti satu hari hingga seminggu untuk kampanye. Di Pasal 299 aturan yang sama juga disebutkan syarat lain bahwa yang dapat berkampanye adalah mereka yang sudah didaftarkan ke KPU, kecuali yang sudah tergabung dalam partai politik.
Untuk kasus Anies, Puadi justru melimpahkan kasus ini kepada Bawaslu Jawa Barat.
“Kita lihat dulu lokus deliknya daerah mana. Itu setahu saya di daerah Sentul, Bogor. Itu menjadi kewenangan wilayah Bawaslu Jawa Barat,” tutur Puadi.
Potensi Jerat Hukum
Direktur Utama Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menilai tindakan Anies persis dengan apa yang dilakukan Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Keuangan Sri Mulyani saat hadir dalam acara International Monetary Fund (IMF) di Bali Oktober lalu.
Saat itu, Luhut dan Sri Mulyani meminta Managing Director IMF Christine Lagarde serta Presiden Bank Dunia Jim Yom Kim untuk berfoto dengan pose salam satu jari.
Menurut Titi, apa yang dilakukan oleh Anies memang dapat dikategorikan sebagai kampanye. Titi menjelaskan bahwa pada dasarnya kepala daerah boleh melakukan kampanye, tapi dengan ketentuan tertentu.
"Yaitu mengajukan cuti dan tidak menyalahgunakan fasilitas negara,” kata Titi kepada reporter Tirto, Selasa (18/12/2018) sore.
Titi juga menyampaikan bahwa apa yang dilakukan Anies berpotensi melanggar Pasal 282 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
“Pasal ini menyebutkan bahwa gubernur dilarang melakukan tindakan yang menguntungkan salah satu pasangan calon. Dalam konteks itu, maka tindakan mengacungkan simbol-simbol citra diri pasangan calon tentu tidak dibenarkan oleh UU Pemilu,” jelasnya.
Editor: Abul Muamar