Menuju konten utama
Ruang Aman Bercerita

Dear Diajeng: Bagaimana Mengatasi Stres di Tempat Kerja?

Di edisi perdana "Dear Diajeng: Ruang Aman Bercerita", seorang pembaca mencurahkan kegelisahannya di tempat kerja. Apa pandangan pakar terkait ini?

Dear Diajeng: Bagaimana Mengatasi Stres di Tempat Kerja?
Header Dear Diajeng: Stres Pekerja. tirtoid/Quita

tirto.id - Surat program Dear Diajeng

Surat program Dear Diajeng. foto/Quita

Dear Sarah,

Diajeng listens and feels for you. Your worries are real, and they are valid.

Kamu tidak sendirian.

Menurut hasil survei oleh Gallup yang tertuang dalam laporan State of Global Workplace 2025 Report, sebanyak 40 persen pekerja di penjuru dunia mengalami stres sepanjang hari sebelumnya.

Persentase di kisaran angka ini terlihat konsisten selama lima tahun berturut-turut, persisnya sedari era pandemi COVID-19, seakan-akan menegaskan bahwa stres merupakan kondisi yang lumrah, jika bukan semakin dinormalisasikan, di kalangan pekerja masa kini.

Seiring itu, emosi-emosi negatif turut menghantui. Selain stres, masih dikutip dari survei Gallup, sedikitnya 21 persen responden pekerja diselimuti amarah dan 23 persennya merasa sedih.

Meskipun menggelisahkan dan memprihatinkan, realitas yang jamak terjadi ini dapat disikapi dengan kepala dingin.

Diajeng berdiskusi dengan dr. Theresa Ayu F. Nainggolan, Sp. KJ untuk mengungkap cara menghilangkan stres dan kiat-kiat apa saja yang dapat dilakukan ketika kita diselimuti stres bertubi-tubi dari tuntutan pekerjaan.

Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa yang praktek di RS Primaya Evasari dan RSUD Kebayoran ini menjelaskan bahwa tubuh akan menghasilkan “coping mechanism” setiap kali merasakan stres atau mendapat tekanan dari lingkungan sekitar.

Reaksi tersebut ada yang bersifat langsung (immediate) dan jangka panjang.

Ketika kamu mendapatkan serangan panik di kantor, dr. Ayu menyarankan mindfulness sebagai immediate relief yang cukup efektif.

“Salah satu teknik mindfulness adalah grounding—fokus pada present moment ketika kita berusaha melepaskan pikiran yang bikin cemas dan panik,” ujar psikiater yang juga memberikan layanan di Jeviemes Mental Health Clinic, BSD City.

Langkah ini dapat dilakukan dengan berfokus pada kelima panca indera: penglihatan, pendengaran, peraba, penciuman, dan pengecap.

“Ketika kita panik, kita jadi deg-degan. Untuk mengendalikannya, coba perhatikan sekitar. Sekarang, apa yang kulihat? Oh, aku lihat dinding. Aku juga dengar, ada orang yang berbicara di ujung ruangan. Kemudian, aku mencium sesuatu. Oh, aroma kopi panas. Aku sadar, permukaan kulitku terasa dingin. Itulah grounding—fokus pada present time. Sembari itu, coba latihan bernapas. Inhale-exhale dihitung sampai 10 kali, sampai hati merasa tenang.”

Teknik grounding, kata dr. Ayu, dapat dilakukan di mana saja, termasuk ketika kamu duduk di hadapan komputer atau meja kerja.

“Biasanya, kalau sudah terserang panik, kita lupa dengan sekitar. Tidak sedikit orang yang mengeluh bahwa dirinya tidak sadar apa yang dilakukan ketika merasa panik dan gelisah. Maka dari itu, teknik grounding perlu dilakukan untuk sadar. “

Selain berdiam di tempat untuk menyadari keadaan sekitar, dr. Ayu menyarankan untuk “kabur” sejenak.

“Pergi ke kamar mandi dulu, misalnya. Atau cari-cari waktu di tengah tekanan yang hebat itu. Apabila sudah stres dan capek betul, sediakan waktu 30 menit sampai 1 jam untuk diri sendiri untuk melakukan apa pun: mendengarkan musik, nonton video, atau bahkan tidur.”

Perlu diingat, dua teknik immediate relief di atas hanya mampu memberikan ketenangan sebentar. Stres, tekanan, dan beban kerja akan tetap ada.

Maka solusi jangka panjang perlu digali juga, kata dr. Ayu. Temukan akar masalahnya, cari jalan keluarnya.

“Misalnya, kita kesulitan fokus mengerjakan banyak hal dalam satu waktu alias tidak bisa multitasking. Solusinya, kerjakan satu-satu. Jika tidak bisa mengatur urutan kerja, coba bikin timetable dan tabel prioritas. Semua pasti ada solusinya,” jelas dr. Ayu.

Terkait rasa gelisah ketika menyambut hari Senin, dr. Ayu menuturkan bahwa itu merupakan salah satu tanda burnout.

Burnout adalah kondisi capek, cemas, bete yang muncul karena stres kerja yang tidak ditangani. Pada hari Jumat, kita bisa happy karena membayangkan besok tidak masuk kantor. Menjelang kerja hari Senin, kita jadi malas-malasan.”

Burnout dapat diatasi dengan relaksasi. Dalam sehari, biasakan untuk meluangkan waktu me-time setidaknya satu jam.

“Pertimbangkan juga, perlukah ambil cuti atau liburan dulu? Optimalkan waktu weekend untuk fokus pada diri sendiri. Jika suka olahraga, prioritaskan aktivitas di gym, coba pilates, atau sekadar jalan-jalan,” saran dr. Ayu.

Jika kita merasa cemas akan hari esok, biasanya efek yang muncul adalah susah tidur.

Terkait itu, dr. Ayu mengingatkan pentingnya sleep hygiene.

Dalam konteks ini, sleep hygiene bukan merujuk pada unsur kebersihan, melainkan ritual menciptakan kondisi paling nyaman untuk tidur.

“Jika terbiasa tidur jam 10 malam, artinya jam 9 harus sudah tidak makan, minum, atau nonton televisi. Sebaiknya hentikan segala aktivitas 1-2 jam sebelum tidur,” terang dr. Ayu.

Pola pikir yang perlu diterapkan terkait sleep hygiene adalah meyakinkan diri bahwa masuk ke kamar tidur hanya dilakukan kita sudah mengantuk.

“Mindset ini dapat dianalogikan sebagai terapi perilaku diri sendiri. Kita menunjukkan ke badan kita, bahwa kamar adalah tempat untuk tidur saja.”

Tidak sedikit dari kita yang memasang televisi di kamar. Sudah jadi kebiasaan pula bagi sebagian dari kita untuk mengisi daya baterai smartphone di samping kasur yang memungkinkan kita berlama-lama berselancar di dunia digital sampai larut.

“Kebiasaan itu perlu diubah. Kamar adalah tempat untuk tidur saja. Masuk ke kamar kalau sudah mengantuk,” kata dr. Ayu.

“Normalnya, kita akan terlelap setelah 30 menit sampai 1 jam,” lanjut dr. Ayu, “Jika dalam kurun tersebut kita masih berusaha tidur, itu normal. Tidak perlu gelisah.”

Bagaimana kalau kita tetap tidak bisa tidur?

“Keluar lagi dari kamar,” tegas dr. Ayu, “Tunggu sampai terasa mengantuk lagi. Ini yang namanya terapi diri sendiri.”

Selain itu, dr. Ayu menyarankan lampu kamar dimatikan. Usahakan untuk menciptakan suasana hening, atau memutar white noise jika memang nyaman dengan teknik tersebut.

Sekali lagi, situasi yang dipicu oleh stres pekerjaan memang berat. Namun, jangan pernah merasa sendirian. Di tengah berbagai tantangan yang ada, tenangkan hati dan pikiran. Coba untuk telusuri jalan keluarnya dengan perlahan.

Semoga langkah-langkah di atas dapat menjadi pertimbangan bagi kalian yang saat ini merasa suntuk dan lelah di bawah tekanan pekerjaan.

Jika kamu merasa kondisi stres dan penuh tekanan ini terlampau sulit untuk dikendalikan, jangan pernah ragu untuk meminta bantuan pada profesional kesehatan mental.

You are loved. You matter.

With love,

Diajeng

"Dear Diajeng" adalah ruang aman bagi siapa pun yang mau bercerita dan mencari solusi bersama pakar tepercaya. Jika kamu sudah siap untuk mencurahkan isi hatimu, sampaikan via DM di Instagram @diajengtirto.

We are here for you.

Baca juga artikel terkait DIAJENG PEREMPUAN atau tulisan lainnya dari Sekar Kinasih

tirto.id - Me Time
Penulis: Sekar Kinasih
Editor: Dhita Koesno