tirto.id - Akhir pekan ini, 14 Juli 2019, selebritas Lady Gaga akan meresmikan bisnis kosmetik miliknya, Haus Laboratories. Kabar soal peluncuran lini kosmetik ini berseliweran sejak (10/7) silam. Hari itu akun Instagram Gaga diisi unggahan potret wajah yang dipulas pewarna mata serta pemoles bibir bertekstur metalik.
Lewat foto itu, Gaga ibarat mengizinkan publik kembali memandang sosok yang selama ini mereka kenal--perempuan eksentrik yang gemar bereksperimen gaya--. Kesan yang sempat hilang kala ia membintangi A Star Is Born, film yang menuntut perempuan dengan nama lahir Stephanie Joanne Germanotta ini tampil dengan riasan wajah super natural. Dandanan yang sempat membuat publik bertanya-tanya sekaligus gusar apabila ia memutuskan terus-terusan tampil seperti "perempuan AS pada umumnya".
Gaga ternyata tetap setia pada gaya eksentrik, yang ia bangun saat berada dalam momen pencarian jati diri sebagai penyanyi. Waktu itu nama panggilannya masih Stephanie. Ia adalah seorang perempuan 20an yang tidak punya pekerjaan tetap dan baru berhenti jadi mahasiswa di New York University karena ingin fokus berkarier jadi penyanyi.
Dalam tulisan panjang bertajuk Growing Up Gaga, Vanessa Grigoriadis, jurnalis New York Magazine menyebut bahwa Stephanie keluar dari rumah orangtua di kawasan Upper East Side dan memilih tinggal seorang diri di Lower East Side. Rutinitasnya adalah latihan musik bersama para personel band yang ia bentuk kala masih jadi mahasiswa. Selain latihan, mereka kerap mencari tempat untuk tampil membawakan lagu rock.
Satu hari, Stephanie tak sengaja berjumpa produser musik Rob Fusari yang sempat bekerjasama dengan Destiny’s Child dan Will Smith. Singkat cerita, Fusari jadi orang pertama yang mengasah bakat sekaligus “membentuk” Stephanie untuk jadi penyanyi profesional.
Fusari pun orang pertama yang mengkritik penampilan Stephanie yang waktu itu belum mengenal fesyen dan hanya memiliki busana andalan legging dan kaos oblong.
“Yang benar saja. Kamu tidak bisa memakai pakaian seperti itu terus-terusan. Kamu itu seniman. Asal kamu tahu, seorang Prince tidak akan pergi beli minuman di 7-11 dengan penampilan serupa Chris Rock,” kata Fusari seperti yang dikutip Grigoriadis.
Tak lama setelah mendengar ucapan itu, Stephanie membeli buku biografi Prince dan perlahan mulai meniru gayanya. Gaya eksentrik itu kian menjadi kala Gaga mengenal dan berkawan dengan Lady Starlight, DJ perempuan yang juga berpenampilan eksentrik.
Dua perempuan itu sering tampil duo dan bikin heboh lantai dansa dengan aksi mereka.
Gaga yang akhirnya berhasil masuk ke ranah musik profesional dan jadi populer lewat genre dance music kemudian beranggapan bahwa selebritas seharusnya punya gaya seperti Grace Jones dan Klaus Nomi.
“Aku bicara tentang bagaimana kamu membuat jejak otentik yang mampu diingat orang,” ujar Gaga kepada Grigoriadis.
“Akan sangat indah rasanya bila 30 tahun dari sekarang, orang mengingatku sebagai Gaga yang pernah menyanyi dan menari dalam terusan mini berbentuk gelembung air.”
Kepada Grigoriadis, ia mengaku dirinya suka berpenampilan layaknya Drag Queen.
“Ia suka kebebasan berekspresi sosok Drag Queen,” tulis Grigoriadis.
Kini, pada zaman di mana bisnis bernuansa inklusivitas tengah laris manis, Gaga nampak sudah punya modal cukup untuk menarik hati pasar tertentu.
Ia mengartikan wacana ‘kebebasan berekspresi Drag Queen’-- yang telah ia cetuskan satu dekade lalu-- dengan membuat materi iklan yang menampilkan potret dan video beberapa pria dengan riasan tebal layaknya pemain teater.
Gaga memilih tema pemotretan yang bisa mengingatkan publik pada kesan kinky atau BDSM. Lengkap dengan beberapa aksesori ikonik seperti rantai dan sepatu bot tinggi berbahan kulit. Seluruh model yang bertubuh kerempeng itu didandani layaknya Drag Queen yang hendak menghibur audiens di sebuah acara.
Materi promosi itu bisa dibilang cukup mengejutkan. Kala selebritas lain seperti Rihanna, Kim Kardashian, Kylie Jenner, dan Kendall Jenner memaknai inklusivitas dengan melansir kosmetik yang disesuaikan dengan ragam warna kulit berbagai ras di dunia dengan harapan agar orang bisa tampil senatural mungkin; Gaga nampak melakukan terobosan dengan memotivasi orang agar mereka berani mengekspresikan diri sesuka hati.
September nanti, kala seluruh varian kosmetik siap dijual di Amazon, para Drag Queen mungkin jadi kustomer pertama sekaligus kustomer loyal.
Selama ini Gaga sudah jadi idola mereka. Hal itu salah satunya bisa dilihat dari interaksi antara sang selebritas dan para Drag Queen dalam tayangan reality show RuPaul’s Drag Race--kompetisi bakat Drag Queen AS.
Jenna Wortham, jurnalis New York Times menyatakan tayangan tersebut mampu mengubah pola pikir dan perspektif publik tentang komunitas Drag Queen di AS. Sebuah komunitas yang pernah dianggap tabu dan dilarang pada 1920 dan 1940an, lalu menjamur pada 1980an.
Para peserta kompetisi RuPaul’s Drag Race menganggap Gaga turut menyuarakan gaya berekspresi mereka--salah satunya lewat gaya penampilan. Dalam acara itu, Gaga sempat memberi masukan bagi para kontestan agar mampu jadi penampil paripurna. Dan hal itu bikin Gaga makin dicintai para Drag Queen.
Terlepas dari siapa yang akan jadi kustomer setia Haus Laboratories, bagi Gaga, bisnis ini adalah usaha rintisan yang ia bangun tanpa bantuan dana dari investor besar sekelas Louis Vuitton Moet Hennessy--investor bisnis Rihanna--. Keputusan untuk menjual produk di Amazon, situs yang tidak dikenal sebagai tempat berjualan kosmetik pun merupakan percobaan baru di tengah para seleb yang biasa memilih melansir produk di toko kosmetik ternama seperti Sephora.
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti