tirto.id - Kementerian Keuangan mencatat jumlah simpanan dana pemerintah daerah (Pemda) di perbankan mencapai Rp212,44 triliun hingga akhir Juli 2022. Posisi ini turun Rp8,51 triliun atau 3,85 persen dari posisi Juni yang sebesar Rp220,95 triliun.
"Kita lihat dana pemda di perbankan dalam hal ini masih tinggi, Rp212,4 triliun, sedikit menurun dari Juni yang Rp220,9 triliun," kata Sri Mulyani dalam APBN Kita, secara daring, Kamis (11/8/2022).
Sri Mulyani mengatakan, meski tercatat turun namun secara tiga bulan berturut-turut angkanya masih tinggi di atas Rp200 triliun. Pada Mei, dana pemda saat itu menyentuh Rp200,75 triliun. Kemudian naik di Juni menjadi Rp220,95 triliun, dan turun di Juli menjadi Rp212,4 triliun.
"Kalau kita berharap bahwa transfer dana pemerintah pusat ke daerah tentu diharapkan untuk segera bisa memutar perekonomian di daerah," jelasnya.
Secara wilayah, Jawa Timur masih mencatatkan saldo tertinggi sebesar Rp22,94 triliun. Sedangkan terendah berada di wilayah Sulawesi Barat sebesar Rp800 miliar.
"Jawa Timur adalah yang paling tinggi dibandingkan Jawa Tengah dan Jawa Barat (Jabar). Jabar bahkan meningkat jumlah dari dana yang disimpan di perbankan. Ini untuk kab/kota di wilayah tersebut," jelasnya.
Sementara berdasarkan provinsinya, yang paling tinggi dari dana yang disimpan di perbankan adalah DKI Jakarta dengan besaran Rp7,33 triliun. Sedangkan terendah berada di provinsi Kepulauan Riau yakni Rp20 miliar.
"Kita harapkan segera bisa digunakan. Karena tinggal lima bulan ke depan di dalam bisa menggunakan dana yang terutama berasal dari transfer pemerintah pusat untuk membantu rakyat kita memulihkan sosial ekonominya," jelasnya.
Penyebab Banyaknya Dana Pemda di Perbankan
Sri Mulyani melanjutkan, banyaknya dana pemda parkir di perbankan tidak lepas dari belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang terkontraksi 6,6 persen. Realisasi belanja daerah sampai akhir Juli hanya Rp432,11 triliun atau lebih rendah dibandingkan periode sama tahun lalu yang tercatat Rp462,54 triliun.
"Ini berarti daerah baru belanja 36,4 persen. Ini lebih rendah dari belanja pemerintah yang rerata sudah mencapai tinggi," katanya.
Jika dirinci berdasarkan per jenisnya, belanja pegawai mengalami penurunan 7,8 persen karena adanya penurunan belanja honorarium. Namun penurunan itu dinilai baik karena belanja pegawai di daerah yang selama ini terlalu dominan bisa dikendalikan.
"Yang kita inginkan adalah belanja di bidang ekonomi, sosial dan kegiatan yang bisa meng-empower kegiatan ekonomi di daerah," jelasnya.
Sementara itu, untuk jenis belanja modal melonjak 9,5 persen mencapai Rp31,4 triliun. Realisasi ini lebih baik dibandingkan tahun lalu yang hanya Rp28,7. Kenaikan lainnya juga terjadi pada belanja barang dan jasa sebesar 0,6 persen, menjadi Rp109,83 triliun di Juli.
"Seperti disampaikan Presiden, kita harapkan daerah menggunakan belanjanya itu untuk membeli produk dalam negeri sehingga bisa menghidupkan kegiatan ekonomi masyarakat kita sendiri," jelasnya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang