tirto.id - Kemampuan untuk dapat berbicara dan berbahasa merupakan tanda tumbuh dan kembang anak.
Pada kondisi tertentu, tidak sedikit anak yang mengalami speech delay atau keterlambatan dalam kemampuan berbicara.
Hal ini membuat para orang tua sedikit khawatir akan apa yang dialami si kecil. Keterlambatan bicara dan bahasa dialami oleh 5-8 persen anak pada usia pra sekolah.
Keterlambatan tersebut bisa jadi disebabkan oleh gangguan pendengaran, lidah yang kaku, autis, atau si kecil yang tidak mendapat stimulasi yang baik dari kedua orang tuanya.
Dalam artikel yang dipublikasikan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia, speech delay yang dibiarkan akan membawa efek jangka panjang berupa gangguan kecerdasan dan perilaku.
Hal tersebut dibenarkan pula oleh WebMD yang menyebutkan bahwa keterlambatan berbicara mengakibatkan anak memiliki masalah sosial.
Selain itu, disebutkan pula bahwa keterlambatan berbicara akan meningkatkan risiko yang lebih besar bagi anak untuk memiliki masalah emosional dan perilaku sebagai orang dewasa.
Sebuah penelitian dilakukan terhadap 6.941 anak-anak berusia 5 tahun untuk mengukur keterampilan bahasa reseptif.
Secara keseluruhan, anak anak yang menunjukkan tanda keterlambatan dalam keterampilan bahasa reseptif cenderung mengalami masalah kesehatan mental pada usia 34 tahun.
Artikel dalam laman Ikatan Dokter Anak Indonesia yang ditulis oleh dokter Jenny K. Dahlia menunjukkan beberapa dampak dari keterlambatan berbicara yang dialami anak, seperti berikut ini:
1. Gangguan pada akademik dan pekerjaan
Anak-anak yang mengalami keterlambatan dalam berbicara dan berbahasa akan mengakibatkan anak sulit mencapai pemahaman.
Lebih lanjut, anak akan sangat rentan dalam kaitannya dengan pendidikan. Gangguan bicara dan bahasa yang diidentifikasi saat usia 5 tahun, 72 persennya tetap mengalami gangguan di usia 12 tahun.
2. Peningkatan risiko ansietas sosial
Remaja dengan gangguan perkembangan bahasa akan memiliki kadar kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan temannya yang tidak mengalaminya.
Penelitian yang dilakukan oleh Brownlie dan kawan-kawan pada tahun 2016 menunjukkan bahwa anak yang mengalami keterlambatan bicara memiliki peluang lebih besar untuk mengalami ketakutan berlebihan saat bersosialisasi di usia 19 tahun.
Selain itu, anak akan mengalami gejala kecemasan akibat kegiatan bersosialisasi di usia 31 tahun.
3. Kesulitan dalam pertisipasi sosial
Pada anak yang mengalami keterlambatan berbicara akan lebih beresiko mengalami kesulitan dalam membangun hubungan dengan teman sebaya.
Kesimpulan tersebut dihasilkan dari penelitian yang dilakukan lebih dari 9 tahun pada 171 anak berusia 7-16 tahun dengan riwayat gangguan bahasa.
Cara mengatasi speech delay
Memperhatikan dampak panjang dari keterlambatan berbicara dan berbahasa yang mungkin dialami anak, para orang tua harus senantiasa melihat tumbuh dan kembangnya.
Chatarine M. Sambo, seorang dokter anak, menulis sebuah artikel di laman resmi milik Ikatan Dokter Anak Indonesia mengenai beberapa cara yang dapat digunakan untuk mencegah keterlambatan berbicara pada anak.
Kuncinya terletak pada stimulasi perkembangan yang baik dan ketepatan waktu menemukan tanda awal penyimpangan perkembangan pada anak. Stimulasi perkembangan bicara dan bahasa dapat dilakukan sedini mungkin pada anak.
Orang tua haruslah membaca dengan suara jelas, mengajak bayi dan anak bercakap-cakap, memberi respons terhadap ocehan anak, atau menjawab pertanyaan-pertanyaan dan bernyanyi. Ponsel dan televisi bukanlah metode stimulus yang baik.
Orang tua juga harus memahami perkembangan normal pada anak dengan membaca buku panduan kesehatan anak yang memuat data kelahiran, berat badan, dan rekam jejak imunisasi dan kesehatan anak.
Selain itu, lakukan pemeriksaan deteksi dini terhadap gangguan perkembangan secara berkala serta konsultasi dengan dokter. Deteksi tersebut dapat dilakukan pada hari ketiga setelah bayi lahir.
Penulis: Dinda Silviana Dewi
Editor: Yandri Daniel Damaledo