tirto.id - Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej menjelaskan alasan mengenai draf RKUHP hingga saat ini belum kunjung dibuka ke publik. Salah satunya adalah masih banyaknya masalah redaksional dalam draf RKUHP, kata pria yang akrab disapa Eddy itu.
"Kami merevisi beberapa pasal berdasarkan masukan dari masyarakat. Terutama mengenai rujukan pasal, karena ada 2 pasal yang dihapus. Maka otomatis kalau dihapus nomor pasal juga ikut berubah," kata Eddy di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (28/6/2022).
"Rujukan pasal ini harus berhati-hati, sebagaimana contoh kalau kita gunakan dalam argumentasi: dari pasal sekian nomor sekian, kalau ada yang salah tentu bahaya," imbuhnya.
Eddy juga mengungkapkan bahwa ada sejumlah penjelasan yang harus disesuaikan dengan batang tubuh pasal undang-undang.
Selain itu, penyusunan draf RKUHP juga harus memperhatikan sejumlah aturan sebelumnya agar tidak terjadi tumpang tindih dalam proses penegakkan hukum.
"Persoalan sanksi pidana harus disinkronkan agar tidak ada disparitas. Memang betul kami memperhatikan persoalan revisi ini. Misalnya ada kejahatan terhadap kesusilaan, jangan sampai dia tumpang tindih dengan Undang-Undang TPKS," ungkapnya.
Karena sejumlah kekurangan tersebut, pemerintah masih belum bisa menyebutkan kapan proses pembahasan dengan Komisi III DPR RI akan segera dilanjutkan.
"Minggu depan sudah reses dan masih belum ditentukan kapan akan segera dilaksanakan. Nanti dari teman-teman Komisi III yang menentukan," ujarnya.
Rencananya, apabila rapat dengan Komisi III terlaksana, pihaknya akan berfokus pada pembahasan 14 pasal kontroversial.
"Kalau rapat nanti hanya sebatas membahas pada 14 isu yang menjadi kontroversi dan diperdebatkan oleh masyarakat," jelasnya.
Selain itu, pemerintah, kata Eddy juga akan mempertahankan pasal penghinaan presiden yang selama ini sering banyak ditentang masyarakat.
"Itu orang yang sesat berpikir kalau dia tidak bisa membedakan antara kritik dan penghinaan. Yang dilarang itu penghinaan loh, bukan kritik. Harus dibaca kalau mengkritik tidak boleh dipidana. Kan ada pasalnya," pungkasnya.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Bayu Septianto