tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, dan Advokad PDIP, Donny Tri Istiqomah, sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) DPR RI 2019 yang melibatkan buron Harun Masiku.
Sebelum Hasto dan Donny, KPK menetapkan empat orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus ini. Bahkan, tiga orang di antaranya telah divonis dan menyelesaikan hukumannya. Sementara itu, Harun Masiku yang juga tersangka dalam kasus ini masih jadi buronan.
Dengan begitu, dalam kasus suap untuk menangkan Harun Masiku jadi anggota DPR RI ini terdapat enam tersangka. Berikut tinciannya.
Hasto Kristiyanto
Hasto diumumkan sebagai tersangka oleh KPK pada Selasa (24/12/2024). KPK menyebut bahwa Hasto secara aktif menyuap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan. Uang suap tersebut disebut diberikan kepada Wahyu melalui Donny.
Menurut KPK, uang suap tersebut diberikan untuk memperlancar proses PAW Harun Masiku. Hasto disebut berusaha agar Harun Masiku dapat menggantikan Nazarudin Kiemas yang saat itu memenangkan suara pada Dapil 1 Sumatera Selatan, tapi meninggal dunia.
Padahal, Nazarudin Kiemas seharusnya digantikan oleh Riezky Aprilia yang memiliki suara lebih banyak dibandingkan Harun Masiku. Selain mengupayakan suap kepada Wahyu, Hasto juga disebut secara aktif berupaya menggagalkan langkah Riezky dan meminta Riezky mengundurkan diri.
Atas Perbuatannya, KPK menerbitkan surat perintah penyidikan (Sprindik) untuk Hasto pada Senin (23/12/2024) dengan nomor Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024. Hasto dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor.
Selain itu, KPK juga menetapkan Hasto sebagai tersangka perintangan penyidikan dalam kasus ini. Pasalnya, Hasto diduga membantu Harun Masiku untuk menghilangkan alat bukti dan kabur saat terjadi operasi tangkap tangan (OTT) pada 2020 lalu.
Sebelum diperiksa sebagai saksi pada 10 Juni 2024, Hasto juga diduga memerintahkan stafnya yang bernama Kusnadi untuk menenggelamkan ponsel agar tidak ditemukan oleh KPK. Dia juga disebut memanggil saksi-saksi dalam kasus ini untuk didoktrin agar tidak memberikan penjelasan yang sebenar-benarnya pada KPK.
Atas perbuatannya, KPK menerbitkan Sprindik terkait perintangan penyidikan yang dilakukan Hasto dengan nomor:Sprin.Dik/152/DIK.00/01/12/2024. Hasto dijerat dengan Pasal 21 UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Donny Tri Istiqomah
KPK menetapkan Donny sebagai tersangka bersamaan dengan Hasto. Dia disebut menjadi tangan kanan Hasto dalam menyuap Wahyu untuk menangkan Harun Masiku.
"Tersangka DTI (Donny Tri Istiqomah) bersama-sama dengan Harun Masiku dan kawan-kawan berupa pemberian sesuatu hadiah atau janji kepada Wahyu Setiawan,” kata Ketua KPK, Setyo Budiyanto, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (24/12/2024).
Setyo mengatakan bahwa Donny telah dikendalikan oleh Hasto untuk menyusun kajian hukum tentang pelaksanaan putusan Mahkamah Agung RI pada 5 Agustus 2019 dan surat permohonan pelaksanaan permohonan fatwa Mahkamah Konstitusi ke KPU.
Selain itu, Setyo juga menyebut Donny membantu Hasto memberikan uang suap ke Wahyu Setiawan dan melobi agar Wahyu mau menetapkan Harun sebagai anggota DPR RI menggantikan Nazarudin Kiemas yang saat itu meninggal dunia.
"Saudara HK (Hasto Kristiyanto) mengatur dan mengendalikan Saudara DTI (Donny Tri Istiqomah) untuk aktif mengambil dan mengantarkan uang suap," ujarnya.
Atas perbuatannya KPK menerbitkan Sprindik pada 23 Desember 2024 dengan nomor Sprin.Dik/152/DIK.00/01/12/2024. Donny dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU Tipikor.
Wahyu Setiawan
Wahyu Setiawan ditetapkan sebagai tersangka sehari setelah terjaring OTT KPK pada 8 Januari 2020. Dia ditangkap saat masih menjadi Komisioner KPU. Wahyu disebut telah menerima suap dari Harun Masiku untuk meloloskan Harun menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.
Pada pengadilan tingkat pertama pada 2020, Wahyu divonis dengan hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider 4 bulan kurungan penjara. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan Wahyu bersalah dalam kasus suap PAW DPR RI 2019-2024.
Vonis tersebut lebih ringan dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada KPK. JPU KPK menuntut Wahyu dengan hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider kurungan 6 bulan penjara.
Majelis Hakim saat itu menyatakan bahwa hal yang meringankan bagi Wahyu adalah karena dia telah mengembalikan uang sebesar SG$15.000 dan Rp500 juta melalui rekening KPK dan mempunyai tanggungan keluarga.
Hak politik Wahyu juga tidak dicabut dalam vonis tersebut. Wahyu lantas mengajukan banding atas putusan tersebut.
Kemudian, pada akhir 2020, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperkuat vonis 6 tahun penjara yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat kepada Wahyu. Namun, pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung memperberat hukuman untuk Wahyu menjadi 7 tahun penjara.
Selain itu, MA juga merubah hukuman denda untuk Wahyu, dari semula Rp150 juta menjadi Rp200 juta. MA sekaligus mencabut politiknya salama 5 tahun.
Meski divonis 7 tahun, Wahyu mendapatkan bebas bersyarat pada Oktober 2023. Jika dihitung sejak masa penahanan, Wahyu hanya menjalani hukuman selama 3 tahun 9 bulan.
Agustiani Tio Fridelina
Agustiani merupakan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang divonis 4 tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider 4 bulan kurungan penjara. Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menyatakan bahwa Agustiani bersalah dalam kasus ini kerena menerima suap untuk menangkan Harun Masiku.
Vonis terhadapnya lebih rendah daripada tuntutan JPU KPK yang menuntutnya dengan hukuman 4 tahun dan 6 bulan penjara, serta denda Rp200 juta subsider kurungan 6 bulan penjara.
Saeful Bahri
Saeful merupakan kader PDIP yang telah terbukti menyerahkan uang suap kepada Wahyu Setiawan melalui Agustiani. Uang suap tersebut diserahkannya dalam dua tahap. Pemberian pertama sebesar SG$19.000 atau setara Rp200 juta diserahkan pada 17 Desember 2019. Pemberian kedua sebesar SG$38.350 atau setara Rp400 juta diserahkan pada 26 Desember 2019.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat memvonis Saeful dengan hukuman 1 tahun dan 8 bulan penjara, serta denda Rp150 juta subsider 4 bulan kurungan penjara.
Harun Masiku
Harun Masiku belum tertangkap hingga saat ini. Dia telah jadi buron KPK sejak 2020. Harun Masiku lolos dari OTT KPK yang dilakukan pada 8 Januari 2020 lalu.
Pada Jumat (6/12/2024), Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, mengatakan bahwa lembaganya telah memantau posisi Harun Masiku.
"Informasi terakhir, ada di tempat yang masih bisa dipantau. Kami tidak bisa menyampaikan itu lebih dalam," kata Tessa kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (6/12/2024).
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Fadrik Aziz Firdausi