tirto.id - Ketua Dewan Penasihat Partai Golkar, Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan kalau dia siap menggantikan Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar.
“Kalau didukung, mau,” ujarnya dikutip Antara News, Selasa, 25 Juli 2023.
Pernyataan itu semakin menguatkan desas-desus bahwa Luhut memang sedang mengincar kursi Ketum.
Di sisi lain, Airlangga Hartarto menegaskan Partai Golkar tidak akan menggelar Munaslub di tahun 2023 ini. Sebab, Airlangga bilang, situasi di internal Golkar masih sangat solid.
Dia juga membantah isu Dewan Pakar Partai Golkar akan segera mengganti dirinya sebagai ketua umum.
"Tidak ada (munaslub), agendanya bukan itu. Forum tertinggi Rakernas, Rapim, dan Munas," ucap Airlangga, Senin, 10 Juli 2023.
Oleh sebab itu, Airlangga menegaskan, kepada pihak yang ingin maju sebagai Ketua Umum Partai Golkar, agar menunggu hingga tahun 2024 mendatang lewat Munas.
Seperti dikutip dari Youtube Kompas TV, Luhut mengaku sudah ditemui sejumlah tokoh Partai Golkar dan memintanya untuk maju dalam pencalonan Ketum lewat mekanisme Munaslub.
"Saya pikir mereka ceritakan semuanya ke saya. Saya pikir kok sudah semakin parah. Ya kita lihat saja nanti. Itu kan hak konstitusi semua. Kalo mereka sepakat untuk dilakukan, ya hak mereka juga," kata Luhut.
Meski masih dalam wacana, perubahan kepemimpinan Partai Golkar adalah hal yang menarik untuk diperbincangkan, terutama bagi para pelaku atau pengamat politik Indonesia.
Sebab, meski masa kejayaan Golkar telah lama berlalu sejak lengsernya Soeharto pada 1998. Golkar masih tetap konsisten sebagai partai yang menempati posisi teratas di Indonesia.
Apalagi, sebagai salah satu parpol tertua di Indonesia yang pernah menjadi partai penguasa terlama. Pengalaman politik Golkar selalu diperhitungkan lawannya.
Daftar Ketua Umum Golkar dari Masa ke Masa
Sejak didirikan pada tahun 1964, Golkar telah dipimpin oleh dua belas orang pemimpin. Tercatat, enam orang Ketum memimpin pada rentang waktu 1964 hingga 1998.
Sementara, pasca-reformasi atau sejak 1998 hingga saat ini, Golkar telah berganti Ketum sebanyak enam kali pula. Berikut ini adalah daftar Ketum Golkar dari masa ke masa di era reformasi.
1. Akbar Tandjung
Akbar Tandjung menjadi sosok sentral Golkar kala keruntuhan Soeharto pada tahun 1998. Dia menjabat sebagai Ketum Golkar selama satu periode yaitu pada 1998–2004.
Meski pamor Golkar sedikit meredup pasca-reformasi, di bawah kepemimpinan Akbar Tandjung, Golkar mengamankan posisi kedua di Pemilu 2004.
Mereka meraih 21,57 persen suara dengan jumlah pemilih 24 juta lebih. Golkar mengalahkan PDI-P (18,53 persen) dan PKB (10,56 persen).
Selain sebagai Ketum Golkar, Akbar Tandjung juga menduduki posisi Ketua DPR-RI pada periode 1999–2004.
Dia terpilih menjadi Ketua DPR-RI melalui pemilihan di parlemen, Akbar Tandjung menang telak dari saingan utamanya Soetardjo Soerjogoertino dari fraksi PDI Perjuangan.
Dari total suara 491, Akbar Tandjung mengantongi suara 411 sementara Soetardjo hanya memperoleh 54 suara.
2. Jusuf Kalla
Jusuf Kalla menjadi Ketum Golkar selama satu periode yaitu pada 2004–2009. Selain menjadi Ketum Golkar, Jusuf Kalla juga menjadi Wakil Presiden RI mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono.
Pada pemilu 2009 Jusuf Kalla maju sebagai calon Presiden didampingi oleh Ketum Partai Hanura, Wiranto. Pada pertarungan politik ini, dia kalah. SBY dan Boediono keluar sebagai pemenang.
Namun, pada pemilu 2009, Golkar di bawah kepemimpinan Jusuf Kalla masih memperoleh suara di atas 100 kursi di DPR, yaitu 106 kursi atau setara dengan 14,45 persen.
3. Aburidzal Bakrie
Ketum Golkar selanjutnya adalah Aburizal Bakrie. Dia memimpin pada periode 2009–2014 dan Januari–Mei 2016.
Pada masa kepemimpinan Aburidzal Bakrie, Partai Golkar kembali finis di nomor 2 dengan raihan suara 14,75 persen pada Pemilu 2014.
Jika dibandingkan tahun 2009, terdapat peningkatan sebanyak 0,3 persen dan penambahan jumlah pemilih 3,3 juta lebih. Namun, jumlah kursi yang diperoleh Golkar hanya berjumlah 91 kursi.
4. Agung Laksono
Di masa-masa inilah Partai Golkar mengalami dualisme kepemimpinan, yakni antara kubu Agung Laksono dan Aburidzal Bakrie. Berdasarkan hasil musyawarah nasional Golkar IX, Agung Laksono terpilih sebagai Ketum Golkar.
Perseteruan antar kedua tokoh utama Golkar itu menjadi penyebab terjadinya dualisme kepemimpinan. Ini kemudian membuat Golkar mendapat citra negatif di mata publik.
5. Setya Novanto
Dualisme kekuasaan antara Agung Laksono dan Aburidzal Bakrie resmi berhenti ketika Setya Novanto menjabat sebagai Ketum Partai Golkar.
Namun kepemimpinan Setya Novanto tidak berlangsung lama, karena hanya bertahan selama satu tahun saja. Ini membuatnya sebagai Ketum Golkar dengan jabatan tersingkat sepanjang sejarah.
Setya Novanto terpaksa meletakkan jabatannya pada Desember 2017 sebagai Ketum Golkar sekaligus Ketua DPR RI karena terjerat kasus korups KTP Elektronik.
6. Airlangga Hartarto
Airlangga Hartarto menjabat sebagai Ketum Golkar mengisi kekosongan kepemimpinan sejak Setya Novanto menghadapi kasusnya. Airlangga Hartarto menjabat sebagai Ketum Golkar mulai dari Desember 2017 hingga saat ini.
Pada era Airlangga Hartarto, posisi Golkar yang sebelumnya konsisten di posisi 1 atau 2 turun menjadi posisi ke 3. Pada Pemilu 2019. Golkar hanya bisa mengantongi suara 12,31 persen, anggota DPR dari Golkar juga menjadi 85 orang saja.
Namun demikian, Golkar masih menempati posisi kedua sebagai partai paling banyak meraih kursi di DPR RI.
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Alexander Haryanto