tirto.id - Melesatnya pertumbuhan ekonomi menciptakan situasi yang dilematis bagi pemerintah Cina. Jumlah orang kaya memang naik dan diklaim sebagai salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Tapi beragam aktivitas yang bercorak materialis-hedonis juga makin populer sekaligus mulai mengakar.
Contohnya adalah prosesi pernikahan mewah ala "Crazy Rich China". Dalam beberapa tahun terakhir, menurut pemerintah Cina, kompetisi bermewah-mewah ini sudah tak terkontrol.
Tiga tahun silam Alyssa Abkowitz dari BBC Capital menulis kisah pernikahan mewah Sheng Zuxing dan Zhang Ping di Tianjin, Beijing tenggara. Konsepnya tipikal: kebarat-baratan, terutama dari segi gaun, tapi masih mengikutsertakan elemen tradisional Cina.
Total biayanya fantastis. Untuk sesi pemotretan saja, mempelai menghabiskan 5.000 yuan atau Rp11 juta lebih sedikit. Tapi keluarga menganggapnya wajar, sembari merendah bahwa banyak keluarga lain mengeluarkan biaya yang jauh lebih besar.
Sheng mengungkap prinsip yang barangkali dijalankan oleh muda-mudi asal Negeri Tirai Bambu lainnya. “Hidup hanya sekali dan semua orang ingin mengabadikan kenangan yang baik. Pernikahan adalah urusan sakral, jadi boleh dong menghabiskan ‘sedikit’ uang dan ambil banyak foto.”
China Wedding Industry Development Report menganalisis pasangan di Cina kini menghabiskan rata-rata 76.141 yuan atau Rp171 juta per pernikahan. Industri ini mendatangkan pendapatan sebesar $80 juta atau Rp1,1 triliun per tahun pada 2015. Angkanya naik 40 persen dari $57 juta atau Rp800 miliar dari tiga tahun sebelumnya.
Abkowitz mencontohkan satu penyedia jasa mengorganisir pernikahan (wedding planner) Wedding Beautiful China. Memulai bisnis dari 0 pada tahun 2011, empat tahun berselang mereka sudah membuka 350 cabang di 39 kota di Cina.
Wedding Beautiful China menyongsong pasar orang-orang elite yang rata-rata mengeluarkan bujet 200 ribu yuan atau Rp450 juta dalam sekali acara pernikahan. Kebanyakan dari kliennya punya bisnis sendiri, yakni jenis warga kerah putih yang menghuni apartemen mewah di kota-kota besar seperti Beijing atau Shanghai.
Orang-orang ini mengadakan sesi foto pra-pernikahan di Menara Eiffel di Paris, di Kepulauan Fiji, atau objek-objek romantis lain di luar negeri. Berdiri di tebing tepi pantai saat matahari memancarkan semburat jingganya, atau berpose mesra di atas yacht juga sering jadi alternatif. Jika mau aman, beberapa pasangan memilih lebih dari dua-tiga lokasi.
Di mana-mana, pernikahan mewah kerap digerakkan oleh gengsi. Tak terkecuali di Cina. Satu keluarga akan jadi bahan omongan keluarga lain jika tak mampu menyelenggarakan pesta kawinan yang layak. Persoalannya, standar kelayakan itu berubah dari waktu ke waktu, dan makin hari ternyata makin mahal.
Para pesohor turut menjadi teladan. Angela Yeung, atau yang dikenal sebagai Angelababy, adalah aktris Cina yang pada Oktober 2015 menikahi aktor Huang Xiaoming. Prosesi sekaligus pesta perkawinannya menjadi sensasi media karena menelan biaya hingga $31 juta atau kini setara dengan Rp444 miliar.
Forbes melaporkan aktris yang dijuluki Kim Kardhasian-nya Cina itu mengundang kurang lebih 2.000 tamu. Di antaranya terdapat para pesohor Asia. Mereka dijamu di Shanghai Exhibiton Center yang dihiasi bunga mawar dan foto-foto pra-pernikahan mempelai di Paris.
Pernikahan Angelababy disiarkan oleh stasiun televisi swasta, juga melalui siaran streaming di beberapa kanal online. Diperlihatkan kue setinggi tiga meter yang dibuat selama satu bulan, juga sang pengantin yang mengenakan gaun khusus bikinan Dior. Tiap tamu menerima hadiah berupa ponsel pintar. Cincin Angelababy bertahtakan berlian yang nilainya ditaksir lebih dari Rp20 miliar.
Dikejar oleh bayang-bayang standar 'pernikahan ideal', keluarga kelas menengah ke bawah di Cina berupaya keras agar anaknya menikah dalam pesta yang sebaik-baiknya, selayaknya pesta kelas menengah ke atas. Modalnya diusahakan dari mana saja, termasuk utang dalam jumlah besar.
Uang mahar yang makin memberatkan mempelai pria di Cina juga bukan rahasia umum lagi. Bibitnya sudah muncul sejak pertengahan tahun 1990-an, ketika jumlah kaum Hawa di Cina dikalahkan oleh jumlah kaum Adam.
Populasi yang lebih sedikit membuat para perempuan makin berani meninggikan patokan uang mahar untuk pria yang ingin menikahinya. Seolah mengikuti hukum permintaan dan penawaran.
Economist pernah melaporkan para lelaki di Zhongdenglou, sebuah desa di Shandong bagian barat, bisa menikah dengan modal 2.000 hingga 3.000 yuan atau setara dengan Rp4 juta hingga Rp6 juta pada pertengahan 2000-an.
Namun, satu dekade kemudian, angkanya sudah melonjak 100 kali lipat, menjadi 200.000 yuan hingga 300.000 yuan (Rp400 juta hingga Rp600 juta). Ini angka rata-rata. Ada juga laki-laki yang menyerahkan mahar seharga 500.000 yuan (Rp1 miliar) atau lebih.
Jeratan utang adalah satu dari setumpuk alasan yang membuat pemerintah Cina gerah terhadap budaya nikah mewah. Baru-baru ini mereka berencana akan membakukan aturan yang akan membuat pernikahan di Cina lebih sederhana.
Time melaporkan pernikahan super mewah bertentangan dengan nilai-nilai inti sosialisme, doktrin utama negara. Fenomena tersebut juga mereka nilai sebagai cerminan menurunnya nilai-nilai moralitas yang berlaku di masyarakat.
“Kita harus mengintegrasikan nilai-nilai utama sosialis ke dalam konstruksi pernikahan dan keluarga. Dengan demikian adat pernikahan bisa merefleksikan nilai-nilai negara dengan lebih baik,” kata Menteri Urusan Sipil dalam sebuah konferensi nasional di Kota Jinan, Provinsi Shandong, Cina bagian timur, Jumat (30/11/2018)
Satu poin menarik lain yang jadi kritikan pemerintah adalah budaya perploncoan kepada kedua mempelai. Aktivitas ini adalah tradisi lama yang konon bisa mengusir arwah jahat. Namun dalam beberapa tahun terakhir pelaksanaannya makin ekstrem, hingga ada yang menyeret korban jiwa.
Contohnya kasus kematian seorang pengantin perempuan berusia 28 tahun di Wenchang, Provinsi Hainan, pada September 2016. Merujuk China Daily, ia dipaksa minum-minuman keras dalam jumlah yang terlalu banyak oleh kawan-kawannya, lalu hilang kesadaran.
Saat dilarikan ke rumah sakit, petugas kesehatan setempat tak mampu menyelamatkan nyawa si pengantin. Investigasi kepolisian menyebut korban tersedak akibat terlalu banyak menelan alkohol, lalu tercekik muntahannya sendiri.
Di saat pemerintah pusat baru menyusun rancangan, mengutip pemberitaan media lokal yang dilaporkan ulang Quartz, pemerintah daerah Taiqian di Provinsi Henan, Cina utara, sudah meresmikan aturannya per 1 Januari 2017.
Dari segi niat, warga Taiqian tidak boleh menikah karena uang atau karena dijodohkan. Saat pelaksanaannya di hari H, durasi prosesi sekaligus pesta mesti dipangkas. Belum ada keterangan secara lebih spesifik, namun intinya agar pesta tidak berlangsung selama berhari-hari.
Salah satu tujuan utamanya adalah ketertiban umum. Oleh sebab itu rombongan kendaraan mempelai juga tidak boleh lebih dari enam mobil. Agar lebih efisien, pasangan yang berniat membangun bahtera rumah tangga dianjurkan mengikuti pernikahan massal, terutama yang diselenggarakan oleh pemerintah lokal.
Agar selaras dengan misi mencegah pernikahan mewah, terdapat aturan yang melarang pemberian hadiah berupa rumah atau mobil, atau hadiah dalam bentuk lain yang bernilai di atas 60.000 yuan atau Rp125 juta.
Pengantin dianjurkan untuk tidak mengundang lebih dari 20 anggota keluarga dalam acara makan malam. Di acara tersebut juga diharapkan tidak melibatkan lebih dari 10 meja dan lebih dari 12 sesi makan. Rokok boleh disuguhkan, tapi yang harganya tidak lebih dari 10 yuan (Rp21 ribu) per bungkus. Anggur pun dibatasi: yang harganya tidak lebih dari 20 yuan atau (Rp41 ribu) per botol.
Satu anjuran terakhir, dan termasuk yang paling esensial, adalah agar keluarga mempelai tidak perlu meminjam uang untuk menutup biaya pernikahan. Pesan tersiratnya: selenggarakan prosesi sakral dengan sederhana, tanpa perlu menyiksa isi kantong, tanpa perlu mendahulukan gengsi.
Editor: Windu Jusuf