Menuju konten utama

CORE Nilai Realisasi Bansos Picu Defisit APBN Jadi Rp101 Triliun 

Realisasi bansos yang tinggi di saat penerimaan negara rendah, membuat defisit APBN hingga April 2019 sudah mencapai 101,04 triliun. 

CORE Nilai Realisasi Bansos Picu Defisit APBN Jadi Rp101 Triliun 
Presiden Joko Widodo (kiri) berjabat tangan dengan ibu-ibu penerima Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan (PKH) Tahun 2019 di Sukmajaya, Depok, Jawa Barat, Selasa (12/2/2019). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/wsj.

tirto.id - Peneliti Center of Reform on Economics (CORE), Yusuf Rendy menilai defisit APBN, yang mencapai Rp101,04 triliun per April 2019, disebabkan oleh tingginya realisasi belanja bantuan sosial (bansos).

Menurut Yusuf, tingginya belanja bansos itu ternyata tidak diimbangi dengan penerimaan negara yang tinggi. Akibatnya, defisit APBN per April lalu jauh lebih besar daripada periode yang sama tahun 2018, yakni Rp54,87 triliun.

“Realisasi belanja bantuan sosial juga tinggi. Realisasi bantuan sosial terhadap target belanja sosial ada pertumbuhan cukup signifikan,” kata Yusuf saat dihubungi reporter Tirto, Jumat (18/5/2019).

“[Bansos] Ini tak bisa dikompensasi di pos penerimaan. Jadi defisit anggaran,” tambah Yusuf.

Yusuf mengatakan langkah menggenjot belanja bansos sebenarnya tidak mendorong pertumbuhan di awal tahun, sebagaimana klaim pemerintah selama ini.

Dia berpendapat belanja modal seharusnya lebih diprioritaskan lantaran memiliki efek multiplikasi lebih baik. Sayangnya, dia mencatat, belanja modal justru mengalami pertumbuhan minus.

“Ketika pemerintah mempercepat realisasi belanja modal selain ada stimulus akan ada efek penerimaan negara. Misal PPN impor dan PPh buruh,” ucap Yusuf.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan per April 2019 lalu, realisasi bantuan sosial sudah mencapai Rp54 triliun atau setara dengan 55,64 persen dari pagu APBN.

Sri Mulyani mengatakan penyaluran dana bansos ini ditujukan untuk Program Keluarga Harapan (PKH), Penerima Bantuan Iuran (PBI) untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan realisasi Program Indonesia Pintar (PIP).

“Tingginya penyerapan bantuan sosial ini juga merupakan bagian dari kebijakan countercyclical atau stimulus bagi pertumbuhan sejak awal tahun. Ini yang menyebabkan konsumsi tetap terjaga,” kata dia seperti dikutip dari Antara.

Baca juga artikel terkait APBN 2019 atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Addi M Idhom