tirto.id - Tepat pada 17 Agustus 2022, bangsa kita menyambut Dirgahayu Republik Indonesia yang ke-77.
HUT RI tahun 2022 mengusung tema “Pulih Lebih Cepat Bangkit Lebih Kuat”. Tema dan logo HUT RI 2022 disahkan melalui Surat Edaran (SE) Menteri Sekretaris Negara Nomor B-620/M/S/TU.00.04/07/2022.
Selama kurang lebih dua tahun, COVID-19 telah memunculkan berbagai kecemasan sosial hingga tekanan ekonomi berat bagi rakyat Indonesia.
Tema tersebut diangkat dengan harapan agar Indonesia bisa bangkit dari pandemi COVID-19.
Banyak gelaran yang dilaksanakan untuk memeriahkan peringatan kemerdekaan Indonesia. Pada lingkup desa atau RT (Rukun Tetangga) warga biasanya akan mengadakan berbagai perlombaan meriah hingga acara tirakatan pada malam hari menjelang tanggal 17 Agustus.
Gelaran yang diselenggarakan sebagai peringatan HUT RI bertujuan untuk mengingatkan semangat perjuangan pahlawan dalam meraih kemerdekaan Indonesia baik berupa karya yang ditampilkan sebagai sebuah pertunjukan maupun karya sastra.
Salah satu jenis karya sastra yang ditujukan untuk mengobarkan semangat perjuangan tersebut disampaikan melalui puisi kemerdekaan.
Banyak sastrawan yang menuangkan tema perjuangan dalam karya-karyanya. Beberapa di antaranya, yakni WS Rendra, Sapardi, dan Sitor Situmorang.
Profil Singkat WS Rendra, Sapardi dan Sitor Situmorang
WS Rendra dikenal sebagai penyair dan dramawan terkemuka di Indonesia sejak tahun 1950-an.
Ia memiliki julukan "Si Burung Merak" karena penampilannya sebagai deklamator selalu penuh pesona.
Dilansir dari laman Ensiklopedia Kemdikbud, WS Rendra lahir pada tanggal 7 November 1935 di Surakarta (Solo), Jawa Tengah dan meninggal tahun 2009 di Depok, Jawa Barat.
Sapardi Djoko Damono juga merupakan penyair Indonesia yang berprofesi sebagai dosen, pengamat sastra, kritikus sastra, dan pakar sastra.
Sapardi Djoko Damono lahir sebagai anak pertama pasangan Sadyoko dan Saparian di Solo, Jawa Tengah, tanggal 20 Maret 1940. Dia berasal dari Solo, tepatnya Ngadijayan.
Penyair berikutnya adalah Sitor Situmorang. Dalam situs Ensiklopedia Kemdikbud disebutkan, ia adalah seorang penyair yang menampilkan corak simbolik dalam sajak-sajaknya, terutama sajak-sajak awalnya yang terhimpun dalam "Surat kertas Hijau", "Dalam Sajak", dan "Wajah Tak Bernama".
Puisinya yang amat terkenal sebagai puisi paling pendek berjudul "Malam Lebaran".
Contoh Puisi Tema Kemerdekaan WS Rendra
Dikutip dari laman Guru Berbagi, berikut merupakan puisi WS Rendra berjudul Grilya
“Grilya”
Tubuh biru
Tatapan mata biru
Lelaki berguling di jalan
Angin tergantung
Terkecap pahitnya tembakau
Bendungan keluh dan bencana
Tubuh biru
Tatapan mata biru
Lelaki berguling di jalan
Dengan tujuh lubang pelor
Diketuk gerbang langit
Dan menyala mentari muda
Melepas kesumatnya
Gadis berjalan di subuh merah
Dengan sayur-mayur di punggung
Melihatnya pertama
Ia beri jeritan manis
Dan duka daun wortel
Tubuh biru
Tatapan mata biru
Lelaki berguling di jalan
Orang-orang kampung mengenalnya
Anak janda berambut ombak
Ditimba air bergantang-gantang
Disiram atas tubuhnya
Tubuh biru tatapan mata biru
Lelaki berguling di jalan
Lewat gardu Belanda dengan berani
Berlindung warna malam
Sendiri masuk kota
Ingin ikut ngubur ibunya
Contoh Puisi Tema Kemerdekaan Sitor Situmorang
Berikut merupakan puisi berjudul “Jakarta 17 Agustus 45 Dinihari” karya Sitor Situmorang:
“Jakarta 17 Agustus 45 Dinihari”
Sederhana dan murni
Impian remaja
Hikmah kehidupan
berNusa
berBangsa
berBahasa
Kewajaran napas
Dan degub jantung
Keserasian beralam
Dan bertujuan
Lama didambakan
Menjadi kenyataan
Wajar, bebas
Seperti embun
Seperti sinar matahari
Menerangi bumi
Di hari pagi
Kemanusiaan
Indonesia Merdeka
17 Agustus 1945
Contoh Puisi Tema Kemerdekaan Karya Sapardi Djoko Damono
Berikut merupakan puisi berjudul “Hari Kemerdekaan” karya Sapardi Djoko Damono
“Hari Kemerdekaan”
Akhirnya tak terlawan olehku
Tumpah di mataku, di mata sahabat-sahabatku
Ke hati kita semua
Bendera-bendera dan bendera-bendera
Bendera kebangsaanku
Aku menyerah kepada kebanggaan lembut
Tergenggam satu hal dan kukenal
Tanah di mana ku berpijak berderak
Awan bertebaran saling memburu
Angin meniupkan kehangatan bertanah air
Semat getir yang menikam berkali
Makin samar
Mencapai puncak ke pecahnya bunga api
Pecahnya kehidupan kegirangan
Menjelang subuh aku sendiri
Jauh dari tumpahan keriangan di lembah
Memandangi tepian laut
Tetapi aku menggenggam yang lebih berharga
Dalam kelam kulihat wajah kebangsaanku
Makin bercahaya makin bercahaya
Dan fajar mulai kemerahan
Penulis: Nurul Azizah
Editor: Dhita Koesno