Menuju konten utama

12 Contoh Kekerasan Verbal dalam Hubungan dan Dampak Negatifnya

Kekerasan verbal merupakan salah satu jenis kekerasan yang sering terjadi bahkan dinormalisasikan dalam sebuah hubungan. Berikut ini beberapa contohnya.

12 Contoh Kekerasan Verbal dalam Hubungan dan Dampak Negatifnya
Ilustrasi kekerasan verbal dalam hubungan. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Contoh kekerasan verbal seringkali dijumpai dalam hubungan percintaan dan relasi terdekat seperti dalam keluarga, pertemanan, atau dalam lingkungan kerja.

Kekerasan verbal sendiri merupakan jenis kekerasan yang memang tak selalu meninggalkan luka fisik bagi korban, namun dampak psikologis yang ditimbulkan bisa sangat signifikan.

Pada dasarnya setiap manusia pernah berada dalam situasi konflik hingga mengalami perselisihan hebat. Namun situasi ini tak lantas menjadi alasan untuk menormalisasi kekerasan verbal yang ada ketika dalam pertengkaran.

Barangkali kekerasan verbal ini sulit dikenali karena tak menimbulkan luka fisik yang nampak. Namun perilaku ini sama seriusnya dengan bentuk kekerasan lain yang dialami manusia dalam sebuah hubungan. Lalu kapan sebuah tindakan bisa menjadi kekerasan verbal dan perlu diwaspadai? Berikut penjabarannya.

Apa Itu Kekerasan Verbal?

Ilustrasi Talak

Ilustrasi Suami Berteriak Pada Istri. FOTO/iStockphoto

Bentuk kekerasan verbal sendiri adalah kekerasan emosional yang jika dibiarkan akan berdampak buruk, bahkan merembet pada bentuk kekerasan fisik. Wujud kekerasan bisa bermacam-macam, tidak melulu bersifat fisik.

Ketika seseorang menggunakan kata-kata untuk merendahkan, menakut-nakuti, atau mengendalikan orang lain dengan ancaman, hal itu cukup menjadi rambu bahwa seseorang dianggap melakukan kekerasan verbal.

Kekerasan verbal secara definitif menurut J. Howells Johnson dalam sebuah publikasi ilmiah British Journal of Perioperative Nursing tentang verbal abuse, merupakan setiap ucapan yang ditujukan kepada seseorang yang mungkin dianggap merendahkan, tidak sopan, menghina, mengintimidasi, rasis, seksis, homofobik, ageism atau menghujat.

Bentuk kekerasan verbal seringkali diungkapkan dengan kata-kata menyakitkan. Karenanya, penting untuk mengetahui apakah suatu hubungan aman dari kekerasan verbal atau tidak dengan mengetahui ciri dan penjelasan berikut ini.

Contoh-contoh Kekerasan Verbal dalam Suatu Hubungan

Ilustrasi Suami Istri Bertengkar

Ilustrasi Suami Istri Bertengkar. foto/isttockphoto

Kekerasan verbal dapat terjadi dalam berbagai bentuk relasi. Bahkan pelaku kekerasan verbal dapat berasal dari pasangan, orangtua, saudara, teman dekat, atau seseorang yang dianggap dekat.

Setiap hubungan, normalnya selalu menghadapi tantangan dengan adanya konflik. Tapi kapan tepatnya seseorang tahu bahwa konflik dalam hubungannya menjadi satu masalah serius?

1. Degradasi

Bentuk kekerasan verbal ini terjadi ketika pelaku ingin membuat si korban merasa dirinya buruk. Degradasi biasanya menggunakan kata-kata penghinaan atau mempermalukan dengan tujuan meruntuhkan kepercayaan diri.

2. Name Calling

Name calling terjadi baik dalam hubungan percintaan, antara orangtua dan anak, atau dalam sebuah kelas berupa perundungan. Kadang kekerasan verbal dengan name-calling ini disamarkan sebagai godaan dengan nama panggilan sayang, mengumpat, dan mencaci-maki secara terus menerus untuk meremehkan seseorang.

3. Menyalahkan

Kesalahan pada setiap manusia adalah sesuatu yang wajar. Namun seorang pelaku kekerasan verbal cenderung suka menyalahkan korban atas segala perilakunya. Seringkali mereka juga memutar-balikkan fakta yang ada, seolah apa yang diperbuat disebabkan oleh si korban.

4. Manipulasi

Manipulasi merupakan tindakan yang bertujuan memengaruhi orang lain. Dalam konteks kekerasan verbal, tindakan ini adalah upaya untuk membuat korban melakukan sesuatu tanpa memberikan perintah langsung, sehingga korban kehilangan kendali akan dirinya sendiri.

5. Kritik Berkelanjutan

Sebuah kritik yang diutarakan dengan tujuan membangun tidak menjadi masalah. Namun dalam sebuah hubungan yang penuh dengan kekerasan verbal, kritik yang dilontarkan secara kasar dan berkelanjutan seringkali menjadi upaya sengaja untuk menjatuhkan harga diri korban.

6. Merendahkan

Contoh kekerasan verbal berikutnya adalah upaya merendahkan dengan ungkapan bersifat sarkastik, meremehkan dan menggurui. Kekerasan jenis ini dilakukan untuk membuat pelaku merasa lebih unggul.

7. Menolak Bicara

Kekerasan verbal juga bisa berupa kata-kata yang tidak diungkapkan secara gamblang. Misalnya bentuk penolakan, penahanan, atau isolasi di mana seorang pelaku justru menolak untuk mengatakan sesuatu. Sikap ini membuat korban menjadi serba salah dan justru menjadi pihak yang berupaya keras untuk memperoleh perhatian pelaku.

8. Menuduh

Kekerasan verbal ini terjadi ketika korban justru mempertanyakan apakah dirinya melakukan sesuatu yang tidak pantas. Tuduhan sering dilontarkan secara terus-menerus untuk menjatuhkan mental. Biasanya perilaku ini dilandasi oleh rasa iri atau cemburu.

9. Argumen Melingkar

Suatu perdebatan tanpa ujung adalah hal wajar bila pada akhirnya menuju titik temu. Tetapi berbeda dengan kekerasan verbal, seorang pelaku akan melontarkan argumen yang berulang untuk memancing amarah dan secara sengaja menghindari titik tengah antara kedua belah pihak.

10. Agresif

Kekerasan verbal ini ditandai dengan berteriak atau berbicara dengan nada agresif secara terus-menerus dan berulang. Tindakan agresif biasanya bersifat menyerang dan cenderung menghambat atau menghalangi seseorang untuk melakukan sesuatu.

11. Gaslighting

Gaslighting adalah upaya sistematis untuk membuat korban kekerasan mempertanyakan ulang kewarasan dirinya sendiri atas satu kejadian. Karenanya ketika terjadi gaslighting, seseorang malah meminta maaf atas sesuatu yang bukan kesalahannya. Secara tak langsung, kekerasan verbal ini membuat si korban semakin bergantung pada pelaku.

12. Ancaman

Jenis kekerasan verbal ini dilakukan dengan maksud merugikan, menyulitkan hingga mencelakakan si korban. Ancaman dilakukan untuk menakut-nakuti agar seseorang mau menuruti perintah atau perkataannya, atau bahkan memeras dengan konsekuensi yang berbahaya.

Dampak Negatif Kekerasan Verbal

Ilustrasi Orang Tua Marah ke Anak

Ilustrasi orang tua marah ke anak. FOTO/iStockphoto

Kekerasan verbal dapat menyebabkan dampak yang lebih buruk, bahkan dibanding dengan kekerasan fisik, karena mengancam psikologis seseorang. Kekerasan verbal yang dialami seorang anak misalnya, bisa berdampak jangka panjang pada mentalnya bahkan merusak pengembangan dirinya secara sosial.

Terkadang batas-batas toleransi tidak berlaku apabila seorang sudah terjebak dalam hubungan yang di dalamnya terjadi kekerasan verbal yang berdampak buruk bagi psikis korban. Hal ini dikarenakan dampak negatif kekerasan verbal dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan seseorang.

Berikut berbagai akibat yang ditimbulkan dari tindakan kekerasan verbal:

    • Kecemasan
    • Merasa takut
    • Meragukan diri sendiri
    • Rendah diri
    • Merasa tidak berharga
    • Isolasi sosial
Kekerasan verbal sering dianggap remeh, padahal dampak kekerasan verbal bisa berkepanjangan. Luka batin yang ditimbulkan oleh kata-kata kasar, hinaan, atau ancaman dapat meninggalkan bekas mendalam pada psikologis seseorang.

Apa yang Harus Dilakukan Jika Mengalami Kekerasan Verbal?

Upaya untuk pulih secara mental dari dampak kekerasan verbal memang butuh waktu. Tetapi penting untuk diingat, bahwa mengisolasi diri juga bukanlah solusi.

Langkah yang paling awal untuk menghadapi satu kekerasan verbal adalah mengenali jenis kekerasan tersebut. Sikap jujur dan terbuka menjadi modal awal untuk melangkah pada proses pemulihan. Meskipun pada saat bersamaan juga perlu mempertimbangkan situasi dan kondisi diri untuk benar-benar siap menerima atas apa yang terjadi.

Berikut ini beberapa langkah yang bisa ditempuh ketika seseorang menyadari dirinya mengalami kekerasan verbal:

    • Segera Menegur Pelaku

Keberanian adalah modal utama untuk menghadapi pelaku kekerasan. Coba untuk menegur pelaku atas kekerasan yang dia lakukan. Utarakan maksud dengan jelas dan mintalah orang tersebut untuk berhenti. Apabila pelaku tidak mengindahkan teguran tersebut, menjauhlah dari situasi yang barangkali akan semakin mengancam.

Dalam sebuah hubungan, jika kekerasan verbal terjadi berulang, pertimbangkan untuk membatasi interaksi atau bahkan mengakhiri hubungan.

    • Tetapkan Batasan

Katakan dengan tegas pada pelaku bahwa apa yang dilakukannya merupakan kekerasan verbal. Kritik yang berulang, penghakiman, caci maki atau ancaman tidak seharusnya dilakukan.

Seseorang yang mengalaminya berhak mengintervensi dan perlu menetapkan batasan dengan mengatakan dengan jelas bahwa perilaku kasar tersebut memiliki konsekuensi pada keberlanjutan hubungan yang telah dibangun. Maka penting untuk menetapkan batasan atau bahkan berani memutus hubungan demi keamanan diri.

    • Batasi Interaksi

Membatasi kontak dengan orang yang melakukan kekerasan verbal menjadi salah satu upaya untuk berpikir secara terang dan mengevaluasi kembali hubungan yang telah terjalin.

Jika memungkinkan, jagalah jarak dengan pasangan, saudara, teman, atau rekan yang melakukan kekerasan verbal tersebut. Selama menjauh, cobalah untuk mengelilingi diri dengan orang-orang yang memang dianggap mendukung, sehingga tidak terjebak dalam kondisi yang makin terpuruk.

    • Akhiri Hubungan

Kekerasan verbal bisa menjadi lingkaran setan yang akan mengancam diri apabila tak segera diputus. Seseorang yang menyadari dirinya berada dalam hubungan toksik bersama pelaku kekerasan, sebaiknya mulai mempertimbangkan untuk segera mengakhiri relasinya.

Hal ini menjadi pilihan apabila sama sekali tak ada tanda-tanda bahwa kekerasan verbal akan berakhir, atau si pelaku benar-benar menyatakan niat baiknya untuk berubah.

    • Cari Bantuan

Proses pemulihan mental dari seseorang yang menjadi korban kekerasan verbal mungkin tak bisa dilakukan seorang diri.

Cobalah untuk menghubungi orang-orang tepercaya untuk mendapat dukungan. Barangkali sulit untuk berbagi pengalaman traumatis pada orang lain, tetapi menciptakan jaringan yang saling mendukung juga penting untuk menguatkan diri menghadapi kekerasan verbal.

Jika perlu pertimbangkan untuk konsultasi dengan seorang terapis atau psikolog yang bisa membantu mengatasi masalah emosi dari dampak kekerasan.

Walaupun kekerasan verbal bisa berdampak panjang pada diri seseorang, akan selalu ada harapan dan cara terbaik untuk mentas dari kubangan tersebut. Dari sudut pandang korban, penting untuk mengenali dan mengakui kekerasan verbal yang dialami terlebih dahulu.

Catatan: Kekerasan verbal adalah masalah kompleks yang membutuhkan bantuan dari pihak lain, tak hanya korban dan pelaku. Setiap individu memiliki hak untuk hidup bebas dari segala bentuk kekerasan, termasuk kekerasan verbal.

Baca juga artikel terkait KEKERASAN VERBAL atau tulisan lainnya dari Dina T Wijaya

tirto.id - Diajeng
Penulis: Dina T Wijaya
Editor: Dhita Koesno