tirto.id - Dinamika kehidupan kadang kala menempatkan seseorang dalam situasi terpuruk. Tak jarang musibah, putus cinta, perceraian, kegagalan, atau peristiwa traumatis mengakibatkan seseorang mengalami luka batin. Salah satu cara untuk menyembuhkan trauma emosional itu adalah melalui healing. Lantas, apa pengertian healing dan manfaatnya?
Secara umum, Asosiasi Psikologi Amerika (APA) menuliskan bahwa healing adalah proses untuk meringankan beban mental melalui kekuatan pikiran. Healing merupakan upaya pemulihan emosi untuk menanamkan perspektif yang positif dan realistis pada diri sendiri.
Sebagai catatan, healing bukanlah penyembuhan, melainkan pemulihan. Sebab, luka batin dari pengalaman traumatis tersebut tidak pernah benar-benar sembuh.
Akan tetapi, seseorang berusaha menerima pengalaman tersebut apa adanya. Sebagai misal, pengalaman perundungan atau kematian orang tersayang tidak dapat dihapuskan, namun melalui healing, pengalaman itu tidak lagi menyakiti kita.
Tujuan lain dari healing adalah untuk memahami diri sendiri, menerima kekurangan dan ketidaksempurnaan, serta memandang realita kehidupan secara objektif apa adanya.
Selain itu, dengan healing juga, pengalaman traumatis itu dapat dimaknai secara berbeda. Tidak melulu terpuruk dari pengalaman tersebut, namun juga mengambil pelajaran atas kejadian traumatis yang dialaminya.
Manfaat Healing bagi Kehidupan Individu
Seseorang yang melakukan healing akan memperoleh berbagai manfaat, tidak hanya untuk dirinya sendiri, melainkan juga untuk orang lain.
Orang yang sudah pulih dari trauma emosional akan lebih bijak dan produktif sehingga orang-orang di sekitarnya juga memperoleh manfaat dari kepulihan tersebut.
1. Meningkatkan Produktivitas
Sosok yang sudah pulih dari tekanan mental yang ia rasakan akan lebih produktif di tempat kerja atau pendidikannya.
Bagaimanapun juga, ketika sedang terpuruk, kondisi tersebut akan mempengaruhi performa pribadinya. Orang yang mengalami peristiwa traumatis cenderung tidak bekerja maksimal karena konsentrasinya terpecah antara beban pikiran dan beban kerja di kantor.
Karena itu, healing membantu memulihkan permasalahan pribadinya terlebih dahulu, yang kemudian akan berdampak positif pada performa kerjanya.
2. Mendewasakan Seseorang
Pengalaman buruk merupakan bagian dari proses pendewasaan. Jika individu berhasil melewati fase tersebut, ia akan memandang suatu masalah dengan lebih bijak dan tidak gegabah.
Selain itu, dewasa tidak hanya diukur dari indikator usia, melainkan juga tingkah laku dalam bersikap ketika menghadapi masalah atau berinteraksi dengan orang lain.
Secara analogis, kejadian buruk dan proses healing merupakan pil pahit yang harus diminum, sebelum kemudian menuai pertimbangan bijak dan pendewasaan diri.
3. Hidup Menjadi lebih Bermakna
Sebagaimana disebutkan di atas, healing bukanlah penyembuhan, melainkan pemulihan. Mau tidak mau, orang yang mengalami luka batin tidak mungkin melupakan pengalaman buruk yang pernah ia rasakan.
Akan tetapi, melalui proses healing, pengalaman buruk itu ditafsirkan ulang. Ia tetap ada di masa silam, namun tidak lagi menyakiti individu bersangkutan.
Bahasa klisenya, orang yang sedang healing mesti berdamai dengan masa lalunya, seburuk apa pun kondisi traumatis yang ia rasakan.
Sebagai misal, orang yang kehilangan sosok terkasih akan mengalami titik traumatis tertentu, namun pelan-pelan ia harus berdamai bahwa kejadian tersebut merupakan hal yang harus ia terima.
Tokoh filsafat Stoa, Epictetus pernah menyatakan terkait kematian, sebagaimana dikutip Henry Manampiring dalam Filosofi Teras (2018): "Anak atau istri [atau orang tua atau orang terkasih] hanyalah manusia yang suatu saat akan meninggal."
Dengan memaknai bahwa kita hanyalah manusia yang suatu saat akan meninggal, siapa pun harus bersiap-siap untuk kehilangan. Tidak ada yang luar biasa dari kematian. Pada akhirnya, kita pun akan meninggal suatu saat nanti.
Tidak ada yang istimewa juga dari pengalaman buruk. Kita semua pernah mengalaminya, namun dengan kadar bervariasi satu sama lain.
Editor: Iswara N Raditya