tirto.id - Kesepian merupakan emosi universal yang pernah dirasakan nyaris semua orang. Emosi ini adalah keadaan di mana seseorang merasa kosong, hampa, sendirian, dan bahkan merasa tidak berguna.
Rasa kesepian tidak ada hubungannya dengan keadaan sendirian, namun bekaitan dengan “merasa” sendirian.
Oleh sebab itu, kesepian sebagaimana dilansir dari Very Well Mind berkaitan dengan putusnya hubungan dengan lingkungan. Misalnya, seseorang yang merasa tak ada yang memahami keadaan dan pikirannya dapat merasa kesepian, kendati ia dikelilingi oleh banyak orang.
Ungkapan sendiri di tengah keramaian, adalah pernyataan rasa kesepian ketika tak menemukan orang lain yang mengerti perasaannya.
Kesepian dapat dipengaruhi oleh berbagai situasi dan keadaan. Misalnya seseorang yang pindah ke hunian baru, putus cinta, atau bercerai. Selain itu, individu yang sedang berkabung karena ditinggal mati orang terdekatnya juga berpotensi mengalami kesepian.
Namun, di luar sebab-sebab di atas, seseorang bisa jadi mengalami kesepian bahkan tanpa disadarinya. Berikut tanda-tandanya seperti dilansir dariEveryday Health.
Tidur Tidak Nyenyak dan Ritmenya Tidak Teratur
Jika seseorang mengalami tidur tak nyenyak dan tak teratur, bisa jadi ia sebenarnya mengalami kesepian.
Riset yang dipublikasikan di jurnal Sleep pada 2011 menyatakan bahwa semakin kesepian seorang individu, maka semakin tidak teratur keadaan tidurnya.
Lianne Kurina, psikolog dari University of Chicago yang melakukan riset di atas menyatakan bahwa tidur orang yang kesepian seringkali terganggu.
"Kami menemukan bahwa kesepian tidak mengacaukan seluruh ritme tidur seseorang, namun seringkali membangunkan pengidapnya beberapa kali dalam satu malam. Dengan kata lain, tidurnya tidak lagi nyenyak," ujarnya.
Kesepian itu Menular
Bukan hanya penyakit yang bisa menular, ternyata kesepian juga dapat ditransmisikan dari orang lain, terutama orang-orang terdekat.
Riset yang dipublikasikan di Journal of Personality and Social Psychology pada 2009 menunjukkan bahwa rasa kesepian dapat ditularkan, bahkan presentasenya sekitar 52 persen jika Anda berhubungan sosial atau memiliki relasi dengan orang yang juga kesepian.
Orang yang kesepian kadangkala berperilaku canggung dan cepat tersinggung. Perilaku negatif ini berpotensi memicu perasaan yang sama bagi orang yang berhubungan dengannya.
Menyukai Benda Mati daripada Hubungan Sosial
Seiring pesatnya konsumerisme, banyak orang merasa lekat dengan barang elektronik atau benda mati seperti komputer, gawai pintar, laptop baru, hingga furnitur daripada relasi sosial dengan orang lain.
Keadaan seperti ini patut diwaspadai karena menyukai benda-benda mati secara berlebihan menunjukkan bahwa seseorang sedang kekurangan relasi sosial dengan orang lain.
Sebagai gantinya, ia melimpahkan koneksi emosionalnya dengan benda mati daripada orang-orang di sekitarnya.
Anda Memiliki Banyak Teman di Media Sosial Lebih Banyak dari Dunia Nyata
Media sosial adalah faktor risiko besar yang menyebabkan seseorang merasa kesepian. Di media sosial, kita melihat orang-orang yang melakukan aktivitas-aktivitas menyenangkan, berlibur di luar negeri, dan memiliki kendaraan mewah.
Sementara itu, kita dihantui perasaan kecewa tidak bisa meraih hal-hal tersebut. Bahkan, sejauh ini Instagram dinyatakan sebagai media sosial paling berisiko merusak kesehatan mental penggunanya.
"Jejaring internet memang memuaskan sementara waktu. Ketika sedang senggang dan kesepian, seseorang bisa saja menghabiskan waktunya lebih banyak di dunia maya, yang mana malah memperburuk keadaan emosinya," ujar John Cacioppo, psikolog dari University of Chicago, seperti dilansir dari Everyday Health.
Cegah Kesepian Sejak Dini Sebelum Menjadi Depresi
Kesepian biasanya muncul beriringan dengan gangguan depresi. Bahkan, American Psychological Association menyatakan bahwa rasa kesepian adalah faktor risiko bagi sebagian besar gangguan mental.
Akan tetapi, jika Anda mengalami kesepian, bukan berarti Anda akan mengalami depresi. Oleh sebab itu, jika Anda menyadari sejak dini bahwa Anda kesepian, atasi hal tersebut sedini mungkin, perbanyak koneksi dengan orang lain, serta terapkan manajemen regulasi emosi yang baik untuk mencegah timbulnya gangguan mental yang lebih berat seperti depresi.
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Yandri Daniel Damaledo