Menuju konten utama

Contoh Eksklusi Sosial di Lingkungan Sekolah dan Pertemanan

Contoh eksklusi sosial bisa dilihat di lingkungan sekitar, mulai dari sekolah, pertemanan, hingga masyarakat secara umum. Simak penjelasannya berikut ini.

Contoh Eksklusi Sosial di Lingkungan Sekolah dan Pertemanan
Ilustrasi eksklusi sosial. FOTO/Istock

tirto.id - Eksklusi sosial merupakan tindakan pengucilan terhadap individu atau suatu kelompok masyarakat dari sistem sosial yang berlaku. Masalah sosial tersebut bisa dipahami sebagai kondisi ketika seseorang atau sekelompok orang tidak memiliki kesempatan yang sama dengan orang lain dalam berbagai bidang, baik ekonomi, politik, budaya, pendidikan, maupun kesehatan.

Anthony Giddens dalam Sociology (2021) menyatakan bahwa eksklusi sosial diperkenalkan pertama kali oleh para penulis sosiologi untuk merujuk pada sumber-sumber ketidaksetaraan baru.

Dalam masyarakat, eksklusi sosial disebut juga dengan marginalisasi sosial. Gejala sosial ini biasanya muncul sebagai akibat dari ketimpangan ekonomi, diskriminasi, stigma, dan eksploitasi.

Sebagai contoh, anak yang bertempat tinggal di permukiman kumuh mendapatkan perlakuan berbeda dan cenderung negatif dari teman-teman sekolahnya.

Contoh Eksklusi Sosial di Lingkungan Sekolah

Eksklusi sosial di lingkungan sekolah dapat terjadi terhadap peserta didik, guru, atau tenaga pendidikan yang lain. Bahkan tidak jarang, guru, yang seharusnya menyadari dampak eksklusi, justru berperan sebagai pelaku.

Sekolah sebagai instansi pendidikan seharusnya menjadi akses pemutus rantai kemiskinan atau secara langsung menghapus konsep-konsep eksklusi sosial.

Berikut ini contoh eksklusi sosial di lingkungan sekolah:

  • Guru tidak terlalu memperhatikan peningkatan pengetahuan peserta didik dari kalangan kurang mampu.
  • Guru lebih memperhatikan peserta didik dari kalangan kaya, apalagi anak dari orang tua dengan jabatan atau posisi penting.
  • Guru menilai tidak secara subjektif, meningkatkan hasil anak orang kaya daripada orang tidak mampu.
  • Peserta didik melihat pekerjaan staf kebersihan sekolah sebagai bentuk pekerjaan yang remeh, dan kemudian menghindari orang tersebut.
  • Guru dengan status pegawai negeri tidak terlalu memperdulikan pendapat guru honorer.
  • Siswa kaya tidak mau berteman dengan peserta didik dari kalangan kurang mampu.
  • Siswa disabilitas tidak mendapat teman di sekolah karena siswa non-difabel cenderung menghindar.
  • Sekolah hanya menerima siswa non-difabel, atau menerima siswa difabel ringan, karena dianggap menyusahkan guru.

Contoh Eksklusi Sosial di Lingkungan Pertemanan

Berbagai bentuk kasus eksklusi sosial juga di lingkungan pertemanan juga tidak jarang terjadi. Bahkan beberapa orang dengan sengaja melakukan pengucilan karena ketidaksukaan subjektif, atau lantaran perbedaan taraf ekonomi. Berikut contoh eksklusi sosial di lingkungan pertemanan:

  • Anak yang berasal dari suku A hanya mau berteman dengan sesama suku dan menghindari teman yang berasal dari suku lain.
  • Anak yang berasal dari keluarga kaya menjauhi teman yang dilahirkan dari keluarga kurang mampu, kemudian melakukan bullying.
  • Anak non-difabel menjauhi teman yang difabel.
  • Anak yang suka bermain sepak bola di komplek A tidak mau berteman dengan segelintir anak yang lebih suka tenis.
  • Beberapa anak yang tinggal di daerah A dihindari oleh anak-anak lain yang tinggal di daerah B, karena dianggap berbeda.

Dampak Eksklusi Sosial

Dampak eksklusi sosial cukup luas dan cenderung berkelanjutan. Salah satu dampak eksklusi sosial yang paling berbahaya adalah ketidakpercayaan diri pada korban.

Selain ketidakpercayaan diri, eksklusi sosial juga memungkinkan langgengnya kemiskinan. Hal ini dikarenakan kalangan menengah ke bawah tidak mendapatkan ruang untuk membangun ekonominya.

Eksklusi sosial bukanlah tindakan yang semestinya dilakukan, baik terhadap orang dewasa maupun anak-anak. Bagi anak-anak, eksklusi sosial bisa menyebabkan penurunan kesehatan fisik, emosi, dan mental.

Dampak eksklusi sosial lainnya adalah menurunnya fungsi kekebalan rendah, kualitas tidur, meningkatnya kecemasan, serta depresi.

Baca juga artikel terkait SOSIOLOGI atau tulisan lainnya dari Syamsul Dwi Maarif

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Fadli Nasrudin