tirto.id - Kompleksitas pembangunan Jakarta yang dibersamai ancaman krisis iklim memunculkan ragam tantangan urban, baik dari aspek lingkungan, ekonomi, maupun sosial. Hal ini mendorong baik Dinas Sumber Daya Air (DSDA), Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi DKI Jakarta, maupun jajaran lainnya untuk mengambil langkah konkret aksi mitigasi dan adaptasi iklim yang salah satunya diwujudkan melalui pengarusutamaan Solusi Berbasis Alam (SBA) pada sejumlah program.
Mendukung komitmen ini, inisiatif Cities4Forests oleh World Resources Institute (WRI) Indonesia, yang merupakan mitra pembangunan Provinsi DKI Jakarta sejak tahun 2019, telah melakukan studi komprehensif SBA tentang mitigasi banjir dan inventarisasi gas rumah kaca (GRK).
Hal tersebut diluncurkan dalam acara “Diskusi Integrasi Solusi Berbasis Alam dalam Strategi Pengelolaan Air dan Penurunan gas Rumah Kaca di Jakarta” pada 12 Februari 2024 di Jakarta. Acara hasil kolaborasi Cities4Forests bersama Dinas SDA ini turut menghadirkan sejumlah jajaran dinas lainnya, akademisi, dan komunitas untuk mengumpulkan berbagai masukan demi hasil studi yang lebih komprehensif.
“Kota memiliki peran unik dalam pemulihan hijau pasca krisis dan membangun ketahanan, khususnya pascapandemi covid yang menunjukkan adanya kebutuhan ruang hijau di kota dan akses ke dalam alam perkotaan," kata Kepala Biro Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekretariat Daerah DKI Jakarta Iwan Kurniawan dalam sambutannya.
"Pendekatan terpadu dalam pengelolaan keanekaragaman hayati kota melibatkan aspek hijau dan biru kota, seperti taman, sungai dan wet land menjadi bagian penting dalam perencanaan dan penataan kota DKI Jakarta. Dengan mengukur dampak ekosistem melalui metrik ekonomi dan lingkungan kota dapat mengembangkan pertumbuhan hijau yang meningkatkan fungsi ekologis dan mengintegrasikan nilai alam dalam pengambilan keputusan," lanjutnya.
Deputy Program Director on Climate, Energy, Cities, and the Ocean WRI Indonesia Almo Pradana menyampaikan pengarusutamaan SBA oleh Cities4Forests merupakan sebuah alternatif aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di tingkat kota guna menghadapi tren peningkatan urbanisasi di Indonesia yang lebih dari 70% penduduknya akan tinggal di kota pada tahun 2045.
“Dalam menjamin keberlangsungan hidup masyarakat, pelestarian alam, dan ketangguhan iklim, kemitraan Cities4Forests bersama Dinas SDA DKI Jakarta mendorong penerapan dan integrasi SBA dalam upaya peningkatan pengelolaan air di Jakarta, termasuk mitigasi banjir, serta dengan Dinas LH DKI Jakarta untuk inventarisasi GRK melalui pohon, pepohonan, dan ruang terbuka hijau (RTH)," ujarnya.
"Hal ini merupakan langkah konkret yang dapat didorong untuk mencapai target pengurangan emisi GRK di Jakarta sebesar 50% pada 2030, sebagaimana yang telah tertuang dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 90 Tahun 2021 tentang Rencana Pembangunan Rendah Karbon," imbuh Almo Pradana.
Dari sisi mitigasi banjir, penyusunan studi tersebut didasarkan pada upaya mendukung langkah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam mengembangkan masterplan ruang terbuka biru (RTB) secara komprehensif yang salah satunya mengusung implementasi penyediaan ruang simpan air dan RTH multifungsi.
RTH multifungsi merupakan konsep pengembangan fungsi RTH untuk dapat dimanfaatkan lebih optimal untuk fungsi penyimpanan air sementara (detensi) terutama saat curah hujan tinggi terjadi.
Dalam paparannya, Elisabeth Tarigan selaku Ketua Subkelompok Perencanaan Bidang Geologi, Konservasi Air Baku dan Penyediaan Air Bersih Dinas Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta menjelaskan pendekatan pengembangan RTB.
Menurutnya, RTB diarahkan dapat mengakomodasi 4 pilar pengelolaan air di Jakarta, supaya air yang mengalir ditahan lebih lama sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat. Adapun salah satu subkategori RTB yang menjadi fokus utama penerapan SBA adalah pembangunan waduk yang memperhatikan konsep infrastruktur hijau.
“Pengelolaan air hujan sebagai sarana retensi dan sarana detensi, yang tadinya dilakukan hanya melalui pendekatan struktural akan didukung dengan pendekatan yang lebih alamiah. Itu yang kita kejar dengan berbagai upayanya, menyeimbangkan RTB dengan RTH. Creating amultifunctional blue green public space,“ beber Elisabeth Tarigan.
Ada pun studi inventarisasi GRK melalui pohon dan pepohonan kota dilatarbelakangi oleh kebutuhan Jakarta melalui Dinas LH dalam menentukan aksi iklim yang sesuai dengan konteks dan kebutuhan Jakarta.
Sebagai langkah adaptasi iklim, pohon perkotaan (urban trees) dan pohon di luar kawasan hutan seperti pohon (single tree) atau pepohonan yang berada di jalur hijau, sepadan sungai, taman kota, dan di ruang hijau lainnya berfungsi sebagai penyerap air yang akan mengurangi volume dan kecepatan limpasan air, mengurangi potensi banjir, dan mengurangi dampak pencemaran udara.
“Studi yang dilakukan oleh WRI Indonesia menjadi salah satu poin bagi kita untuk meningkatkan inventarisasi emisi gas rumah kaca di DKI Jakarta, khususnya sektor FOLU (Forest and Land Use) karena banyak sekali pohon-pohon di dalam atau sekitar kota, seperti pekarangan rumah, jalur hijau, yang belum masuk dalam perhitungan,” sebut Helmi Zulhidayat, Kepala Bidang Tata Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Jakarta.