tirto.id - Founder & CEO Center for Indonesia's Strategic Development Initiative (CISDI) Diah Satyani Saminarsih berharap pekerjaan terkait kesehatan global tidak terhenti dengan berakhirnya kepemimpinan Indonesia sebagai presidensi di group of twenty (G20)
Hal ini disampaikan dalam media luncheon bertajuk "Communicating Global Health: Time for New Approaches" di Conrad Bali, Nusa Dua, Bali pada Senin (14/10/2022) siang.
"Besok, bertepatan dengan pelaksanaan G20 leaders’ summit / konferensi tingkat tinggi pemimpin G20, pemerintah Indonesia akan menyerahkan mandat presidensi kepada pemerintah India secara simbolis. Namun, sebenarnya pekerjaan untuk kesehatan global yang diusung Indonesia tidak berhenti dengan berakhirnya kepemimpinan Indonesia di G20," tutur Diah.
Menurut dia, Indonesia sudah menunjukkan kepemimpinan dan menggunakan ruang yang terbuka dengan terbentuknya kelompok kerja bersama (joint working group) kesehatan keuangan.
Secara khusus, pembentukan High Level Independent Panel (HLIP) on Financing the Global Commons for the Pandemic Preparedness and Response dalam masa kepemimpinan G20 oleh Italia sebelum ini, telah meninjau situasi dan kebutuhan pembiayaan pandemi global.
Lanjut Diah, Indonesia kemudian melanjutkan rekomendasi tersebut melalui peluncuran pendanaan pandemi (pandemic fund) yang menjanjikan ketersediaan sumber daya menuju kesiapsiagaan pandemi. Hal ini, katanya, akan menjadi pondasi tata kelola pembiayaan kesehatan global yang inklusif dan berkeadilan.
"Kepemimpinan Indonesia dalam presidensi G20 khususnya untuk bidang kesehatan sangat patut mendapat pujian. Diluncurkannya pandemic fund secara resmi kemarin, adalah bukti leadership (kepemimpinan) Indonesia dalam sebuah inisiatif global. Komitmen Indonesia untuk melakukan pledge (janji) sebesar 50 juta USD (dolar Amerika Serikat) juta untuk pandemic fund, adalah bukti konkrit atas kepemimpinan ini," kata dia.
Mencermati perkembangan dinamika ini, lebih lanjut Diah, CISDI bersama para mitra mereka dari berbagai jejaring masyarakat sipil dari tingkat global, regional, dan nasional kemudian berinisiatif untuk maju sebagai thought leaders (gagasan pemimpin) yang berpihak pada kepentingan dan kesehatan populasi.
CISDI mengingatkan pembuat kebijakan maupun aktor pembangunan lain bahwa ada dua wajah dalam kesehatan global (global health).
Dia menuturkan, di satu sisi dan sesuai dengan namanya, global health menghadap ke luar atau global. Namun, yang seringkali luput dari pemahaman publik maupun pembuat kebijakan, sisi lain dari kesehatan global juga menghadap ke dalam atau ke sisi kebijakan nasional.
Diah menjelaskan, bahwa pada hakikatnya, resiliensi kebijakan kesehatan global bergantung pada resiliensi kebijakan kesehatan di tingkat nasional. Oleh karena itu, perubahan tata kelola untuk kepentingan global health tetap membutuhkan kapasitas dan mekanisme nasional yang kuat, serta solid.
"Sebagai organisasi masyarakat sipil, CISDI menilai masih banyak 'PR' (pekerjaan rumah) bersama yang harus dilanjutkan, disempurnakan, dan diselesaikan oleh G20, maupun inisiatif global lainnya agar desain ulang arsitektur kesehatan global yang mampu menjamin ketahanan kesehatan bagi semua, bisa terjadi dan tercapai," pungkas dia.
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Restu Diantina Putri