Menuju konten utama

Chatbot, Era Manusia Bercakap-cakap dengan Komputer

Semenjak diperkenalkan di dekade 1960-an, chatbot kini terus berevolusi guna mendukung kemajuan AI.

Chatbot, Era Manusia Bercakap-cakap dengan Komputer
Platform Chatbot di ponsel. FOTO/Shutterstock

tirto.id - “(Chat) bot adalah aplikasi baru.”

Satya Nadella, CEO Microsoft mengucapkan kalimat tersebut dalam sebuah konferensi Microsoft Build 2016 silam. Nadella seraya berpromosi mengatakan di masa depan akan dipenuhi dengan permintaan-permintaan konsumen untuk melakukan apapun dengan penggunaan bot salah satunya program chatbot.

Chatbot, merujuk apa yang disampaiakan Bayan Abu Shawar dan Eric Atwell dalam tulisannya berjudul Chatbots: Are they Really Useful? merupakan program komputer yang berinteraksi dengan pengguna memanfaatkan bahasa natural. Sementara itu, Jennifer Hill dalam Real Conversations With Artificial Intelligence: A Comparison Between Human-Human Online Conversation and Human-Chatbot Converation mengatakan bahwa chatbot merupakan mesin sistem percakapan.

Bot dalam kata Chatbot merupakan kata yang diambil dari “robot.” Philip Auslander dalam jurnalnya berjudul Live From Cyberspace: Or, I Was Sitting at My Computer This Guy Appeared He Thought I Was a Bot mengatakan bahwa terdapat banyak ragam “Bot” di ranah komputer, termasuk di antaranya warbots, channelbots, spambots, cancelbots, clonebots, collidebots, floodbots, gamebots, barbots, eggdrop bots, dan modbots.

Pelbagai bot ini merupakan robot yang dirancang untuk bekerja dengan tema tertentu. Chatbot, dengan kata lain, merupakan robot yang dirancang untuk berinteraksi atau bercakap-cakap dengan manusia.

Chatbot mulai dikembangkan sekitar dekade 1960-an. Awalnya, chatbot merupakan program komputer coba-coba tujuannya untuk memperdaya orang yang chatting seolah-olah dengan manusia padahal sesungguhnya dengan mesin. Berjalannya waktu, chatbot terus mengalami kemajuan.

Chatbot dikembangkan untuk bisa mensimulasi percakapan manusia sesungguhnya. Ini untuk menjawab keinginan manusia untuk bisa berbicara dengan komputer menggunakan bahasa yang digunakan oleh manusia.

Hingga 1966, Massachusetts Institute of Technology merilis sebuah chatbot bernama ELIZA. ELIZA dirancang sebagai chatbot yang memiliki tabiat sebagai seorang psikoterapis dalam berinteraksi atau ber-chatting dengan lawan bicara manusia. Setelah era ELIZA muncul dan sukses, kini bertebaran chatbot-chatbot lain seperti MegaHAL, CONVERSE, ELIZABETH, dan ALICE.

Dalam sejarahnya, selain ELIZA, terdapat beberapa chatbot yang sukses mendapatkan perhatian khalayak. Julia, sebuah chatbot yang dikembangkan pada 1990. Andrew Leonard, penulis buku Bots: The Origin of New Species mengatakan bahwa Julia memberikan sentuhan rasa pada dunia chatbot.

Selain Julia, kesuksesan lainnya diperoleh oleh Cleverbot, sebuah chatbot yang diluncurkan oleh Rollo Carpenter pada 1997. Cleverbot meraih sukses karena dapat memberikan tanggapan percakapan atas interaksi dengan manusia yang telah disimpan dan dipelajari. Cleverbot sempat disebut-sebut sebagai chatbot yang paling canggih memanipulasi percakapan seperti manusia pada umumnya.

Chatbot kini terus berkembang, apalagi selepas dunia komputer kini dapat melakukan penambangan data dengan lebih baik dan hadirnya machine learning. Microsoft, perusahaan yang dipimpin Nadella, merupakan salah satu perusahaan yang cukup serius menggarap teknologi chatbot. Microsoft baru saja memperkenalkan chatbot bernama Rinna. Sebuah chatbot yang berperan sebagai seorang perempuan berusia 19 tahun yang bisa diajak chatting melalui aplikasi Line dalam bahasa Indonesia.

Sebelum Microsoft merilis Rinna dalam bahasa Indonesia, chatbot dengan nama yang sama telah lebih dahulu menyapa publik Jepang. Chatbot Rinna dalam bahasa Jepang, kali pertama diperkenalkan oleh Microsoft pada 2015 melalui sebuah akun Twitter. Belakangan, Rinna juga dapat disapa publik Jepang melalui Line. Selain Rinna, Microsoft telah mengeluarkan serangkaian chatbot miliknya dari mulai yang penuh kontroversial hingga yang terbilang sukses.

Baca juga:Resah karena Kecerdasan Buatan

Namun, ada dua chatbot Microsoft yang memiliki rekam jejak cukup memalukan bagi Microsoft, Tay dan Zo. Tay, merupakan chatbot yang berinteraksi melalui Twitter. Ia membuat malu Microsoft selepas mengeluarkan beberapa tweet yang bernada seksis, rasis, serta memuji apa yang dilakukan Hitler. Sedangkan Zo, berinteraksi dengan pengguna internet melalui aplikasi Facebook Messenger dan Kik.

Zo pernah mengatakan bahwa sistem operasi Windows bikinan Microsoft merupakan spyware. Dampak dari ucapan memalukan itu, Tay lantas dimatikan oleh Microsoft. Akun Twitternya, lantas digembok. Sedangkan Zo, meskipun membuat malu empunya, masih tetap dibiarkan hidup di Facebook Messenger maupun Kik.

Selebihnya ada kisah sukses Microsoft dengan chatbot bernama Xiaolce. Sebuah chatbot berbahasa Mandarin yang diperkenalkan pada 2014 dan berinteraksi dengan masyarakat internet melalui situsweb salinan Twitter versi Cina bernama Weibo. Dalam laporan Wired, setidaknya telah terjadi lebih dari 40 juta interaksi dalam bentuk candaan, pujian, dan kritik terhadap Xiaolce di Weibo.

Infografik Chatbot

Selain Microsoft, ada pula Google yang membenamkan asisten virtualnya, Google Assistant, menjadi seorang chatbot di aplikasi pesan instan miliknya, Allo. Melalui Allo, Google Assistant dapat ditanya apa pun oleh sang penggunanya.

Baca juga:Senjata Allo Melawan WhatsApp, BBM, dan Line

Keseriusan Microsoft, Google, dan ragam perusahaan lain masuk ke dunia chatbot jelas bukan tanpa alasan. Chatbot, meskipun hadir pertama kali sejak 1960-an, merupakan penanda era baru di dunia teknologi kini. Terutama dalam menyongsong dunia artificial intelligence (AI) alias kecerdasan buatan.

Baca juga:Masa Depan Dunia di Tangan AI

Dalam pengembangan artificial intelligence, Hao Zhou dalam jurnalnya berjudul Emotional Chatting Machine: Emotional Conversation Generation with Internal and External Memory mengungkapkan agar chatbot bisa memahami manusia dan bertingkah seperti manusia, chatbot harus menyerap sebanyak-banyaknya informasi atau data tingkah laku manusia untuk bisa berinteraksi. Salah satu contoh yang nyata adalah chatbot bernama Tay. Tay memang sudah "dibunuh" oleh Microsoft tapi ia sukses menyerap informasi dari para penggunanya meskipun informasi itu melenceng dari semestinya.

Andai saja Tay mampu bertemu dengan orang-orang yang baik dan mampu memberikan informasi yang benar, niscaya Tay akan berkembang ke arah yang lebih baik. Informasi yang sukses dihimpun chatbot, merupakan suatu big data yang berguna untuk teknologi AI.

Baca juga:Memahami Banyak Hal dengan Big Data

Informasi dalam kerangka percakapan yang diperoleh mesin chatbot, berguna mengembangkan AI ke arah yang lebih baik. Salah satu contoh terbaik kasus pengumpulan data ini untuk menghasilkan tingkah baik adalah apa yang dilakukan Google melalui fitur Smart Reply di Gmail. Ulasan Wired, soal fitur itu bahwa Google mengumpulkan dan menganalisis jutaan pesan yang diterima si pengguna.

Pengguna yang mengaktifkan Smart Reply, maka ia akan disodorkan oleh pilihan membalas email yang diterimanya hanya dengan hanya klik, tanpa mengucapkan kata apapun. Kondisi demikian bisa terjadi pada chatbot. Saat seorang bisa bercakap-cakap dengan chatbot, chatbot mampu merekam dan menganalisis percakapan lawan bicaranya.

Chatbot bisa berguna sebagai gerbang pembelajaran untuk teknologi AI di masa depan. Chatbot pun memiliki fungsi praktis dan semakin dekat dengan khalayak. Laporan Business Insider, menunjukkan aplikasi pesan instan telah tumbuh mengalahkan aplikasi media sosial. Penggunaan chatbot, telah masuk ke dalam ranah bisnis dalam sebuah skema bernama conversational commerce. Chatbot, menawarkan pengalaman berbincang secara lebih personal bagi para penggunanya.

Aplikasi seperti WeChat dan Facebook Messenger contohnya. Dalam kedua aplikasi pesan instan ini telah memanfaatkan chatbot. Para pengguna bisa membeli sesuatu hanya dengan berbincang dengan sang chatbot. Di masa depan, era interaksi dan komunikasi manusia dengan komputer atau mesin bakal jadi hal yang umum dan sudah dimulai sejak sekarang.

Baca juga artikel terkait APLIKASI atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Reporter: Ahmad Zaenudin
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Suhendra