Menuju konten utama

CEO Telegram Tanggapi Kabar Pemblokiran oleh Kemenkominfo

Kemenkominfo ingin memblokir Telegram karena diduga banyak memuat propaganda radikalisme, terorisme dan paham kebencian.

CEO Telegram Tanggapi Kabar Pemblokiran oleh Kemenkominfo
Ilustrasi pemakai aplikasi Telegram. FOTO/REUTERS

tirto.id - CEO dan Founder Telegram, Pavel Durov angkat bicara soal rencana Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) yang meminta Internet Service Provider (ISP) memblokir sebelas Domain Name System (DNS) milik Telegram.

“Anehnya, kami belum pernah menerima permintaan atau keluhan dari pemerintah Indonesia. Kami akan menyelidiki dan membuat pengumuman,” ungkap CEO dan Founder Telegram, Pavel Durov melalui akun Twitternya, Jumat (14/7/2017).

Pernyataan Durov itu muncul untuk menjawab pertanyaan yang masuk ke akun Twitter-nya. Akun bertanya kepada Durov apakah dirinya sudah mengetahui kabar pemblokiran Telegram oleh Kominfo.

Kemenkominfo sebelumnya menyatakan ingin memblokir sebelas DNS Telegram karena diduga banyak memuat propaganda radikalisme, terorisme, paham kebencian, ajakan atau cara merakit bom, cara melakukan penyerangan, disturbing images, dan lain-lain yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia.

11 DNS yang diblokir itu antara lain: t.me, telegram.me, telegram.org, core.telegram.org, desktop.telegram.org, macos.telegram.org, web.telegram.org, venus.web.telegram.org, pluto.web.telegram.org, flora.web.telegram.org, dan flora-1.web.telegram.org.

Menanggapi hal itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara membenarkan penutupan situs tersebut. "Iya, betul. Ditutup karena mengandung konten radikalisme seperti mengajarkan orang cara membuat bom," ujar Rudiantara kepada Tirto, Jumat (14/7).

Rudi mengungkapkan pihaknya telah memberi “karpet merah” kepada tiga lembaga untuk menginisiasi pemblokiran terhadap situs-situs yang mengandung konten radikalisme dan terorisme. Ketiga lembaga itu adalah kepolisian, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan Badan Intelejen Negara (BIN).

“Karpet Merah” yang dimaksud Rudi adalah kemudahan bagi tiga institusi tersebut dalam mengusulkan pemblokiran situs yang mengandung konten radikalisme dan terorisme. Artinya proses pemblokiran tidak perlu melalui penelitian tim Panel Penilai sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Nomor 90 tahun 2015. “Proses pembatasan aksesnya (blokir) tidak berkepanjangan. Bisa cepat tidak perlu ke saya,” katanya.

Namun Rudi belum bisa memastikan tiga institusi mana yang menginisiasi pemblokiran sejumlah situs milik Telegram. "Kalau itu (yang menginisiasi) saya belum tahu," ujarnya.

Selain memblokir situs-situs milik Telegram, Rudi mengatakan pihaknya juga sedang mempertimbangkan penutupan aplikasi Telegram. Salah satu alasan yang menjadi pertimbangan adalah karena Telegram tidak memiliki perusahaan perwakilan di Indonesia. Sehingga, kata Rudi, Telegram tidak terikat pada aturan hukum yang berlaku di Tanah Air.

“Kalau kerjasamanya tidak bisa ditingkatkan, service levelnya tidak bisa diperbaiki, kami mempertimbangkan untuk menutup platformnya. Mereka tidak punya kantor di sini. Platform lain ada,” ujarnya.

Namun, sebelum menutup Telegram, Rudi menyatakan pihaknya akan berkomunikasi terlebih dahulu dengan pihak Telegram. “Semua platform kami komunikasikan supaya lebih baik,” katanya.

Sementara itu, Dirjen Aplikasi Informatika Semuel A. Pangerapan mengatakan aplikasi Telegram bisa membahayakan keamanan negara karena tidak menyediakan SOP dalam penanganan kasus terorisme.

“Saat ini kami juga sedang menyiapkan proses penutupan aplikasi Telegram secara menyeluruh di Indonesia apabila Telegram tidak menyiapkan Standard Operating Procedure (SOP) penanganan konten-konten yang melanggar hukum dalam aplikasi mereka. Langkah ini dilakukan sebagai upaya untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)” kata Dirjen Aplikasi Informatika Semuel A. Pangerapan melalui keterangan tertulis yang diterima Tirto, Jumat (14/7).

Semuel menegaskan, dalam menjalankan tugas sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 40 UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Kemkominfo selalu berkoordinasi dengan lembaga-lembaga Negara dan aparat penegak hukum lainnya dalam menangani pemblokiran konten-konten yang melanggar peraturan perundangan-undangan Indonesia.

Baca juga artikel terkait TELEGRAM atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Teknologi
Reporter: Alexander Haryanto
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto