Menuju konten utama

Telegram, "Barang Panas" Baru Favorit Teroris

Twitter, Facebook, WhatsApp terlalu mudah dilacak oleh aparat keamanan. Muncul Telegram dengan enkripsi yang sulit ditembus. Militan pun berbondong-bondong pindah ke Telegram. 

Telegram,
Polisi Spanyol menahan pria yang diduga menggunakan media sosial untuk merekrut orang-orang untuk kelompok ISIS. ANTARA FOTO/REUTERS

tirto.id - Sesaat setelah serangan mengguncang Belgia, serangkaian pesan muncul di saluran Telegram. Pesan itu datang dari Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) kepada “Saudara-saudara di Belgia”. Intinya meminta agar mereka berhati-hati dan menjauh dari internet, kecuali yang menggunakan enkripsi.

“Menjauh dari internet kecuali menggunakan software enkripsi seperti (Tor Network – i2P Network – VPN).”

“Menjauhlah dari situs media sosial, jangan membagi informasi apapun dengan saudara Anda sekarang. Tetap low profile hingga situasi mereda.”

“Badan intelijen akan bekerja sepanjang siang dan malam untuk menangkap setiap jihadi di Belgia, jadi bersiaplah untuk beraksi.”

Demikian serangkaian pesan dari ISIS lewat saluran di Telegram. ISIS sudah menyatakan sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam serangan di Bandara Zaventem dan stasiun Metro dekat markas Uni Eropa di Belgia. Kepolisian setempat menyatakan 34 orang tewas dan 100 orang lainnya luka-luka akibat serangan pada Selasa (22/3/2015) itu.

Pesan tersebut disampaikan oleh online help desk ISIS di Telegram. ISIS telah membentuk online help desk di Telegram untuk membantu para anggotanya menjauh dari pemantauan internet.

Menurut laporan Middle East Media Research Institute (EMRI), sejumlah ahli keamanan siber ISIS telah meluncurkan sebuah grup bernama Electronic Horizon Foundation (EHF) pada 30 Januari 2016. EHF membangun sebuah jaringan yang aman pada platform layanan pesan berenkripsi untuk membagi informasi dan menjawab pertanyaan. “Tujuannya untuk menyebarluaskan kewaspadaan keamanan dan teknikal di kalangan para monotheis.”

ISIS Melirik Telegram

ISIS kini menjadi salah satu kelompok militan paling mengerikan. Perkembangannya sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Media sosial tak bisa dimungkiri turut membesarkan ISIS. Berkat media sosial, ISIS kebanjiran dukungan dari jihadi lintas negara. Keuntungan ini tidak dirasakan oleh Taliban di Afganistan saat perang melawan Uni Soviet ataupun Amerika Serikat. Ketika itu, media sosial belum sebesar sekarang.

Kepekaan ISIS terhadap teknologi adalah keuntungan besar. Selain sebagai alat propaganda, media sosial pun dijadikan perangkat berkomunikasi bagi seluruh sel-sel jaringan mereka yang tersebar di seluruh dunia. ISIS pernah menggunakan media sosial paling populer seperti Facebook, Twitter, WhatsApp, sebagai alat propagandanya. Kini, ISIS sudah berpaling ke Telegram.

ISIS mulai menggunakan Telegram sebagai sarana berkomunikasi dan propaganda sejak September 2015, setelah Telegram meluncurkan fitur “channel”. Fitur itu memungkinkan pengguna menyebarluaskan pesannya kepada pengguna tanpa jumlah yang terbatas.

Saran penggunaan telegram dirilis ahli teknis ISIS, al-Khabir al-Taqni dalam sebuah video. “Melalui ini, kita dapat mematahkan mereka yang memata-matai dan melacak mujahidin lalu kemudian menargetkan kita dengan pesawat perang mereka,” ucapnya.

Keamanan Telegram

Dibandingkan aplikasi yang aman lainnya, Telegram memang lebih populer. Mereka mengklaim sudah digunakan oleh 100 juta pengguna. Bagi ISIS, jumlah pengguna sebanyak ini bagus bagi program propaganda mereka.

Namun, hal terpenting bagi ISIS adalah faktor keamanan. Telegram melindungi privasi dalam berkomunikasi. Telegram menyediakan enkripsi bagi penggunanya. Artinya, pesan dalam teks biasa yang dikirim akan diubah menjadi kode-kode enkripsi dan hanya bisa dibaca atau di-dekripsi (decrypt) oleh akun yang dituju. Ketika data akan disadap maka pesan tak bisa dibuka karena file telah berubah format.

Enkripsi Telegram ini sangat sulit untuk ditembus peretas. Pada 2014, Telegram membuat kontes berhadiah 300 ribu dolar AS, menantang para peretas untuk membongkar enskripsi mereka. Kontes ini nihil pemenang.

Faktor enkripsi inilah yang membuat banyak pihak khawatir. “Mereka mulai berkomunikasi lewat enkripsi. Sangat sulit seperti kriptografi yang susah dipecahkan. Komunikasi mereka semakin pintar,” ucap David Kennedy, CEO of TrustedSec – perusahaan yang bekerja sama dengan US Marine dan National Security Agency (NSA).

“Telegram menggunakan enkripsi yang setara militer. Sebagai besar informasi disimpan pada setiap individu sehingga membuatnya kita sulit mendapatkan informasi di tengah. Tak ada celah,” katanya lagi.

Kelebihan lain Telegram adalah sistem self-destruct, yakni pesan bisa hancur sendiri sesuai yang kita mau. Pesan akan terhapus sendirinya, baik pesan yang tersimpan di server ataupun perangkat kita.

Dalam soal privasi, pengguna tidak perlu khawatir jika pesan anda di-screenshot. Telegram akan memberikan notifikasi begitu ada user lain yang mengambil screenshot hasil percakapan.

Bagi ISIS, Telegram memberikan kemudahan bagi para anggotanya untuk bertukar informasi dalam bentuk file apapun – tak hanya terbatas pada foto, video, audio, atau lokasi. Beragam file mulai dari .gif, .zip, .doc, .pdf dan beragam format lain bisa tetap dikirim. Hal ini membuat peran telegram mirip seperti email. Kelebihan lainnya adalah batas maksimal ukuran file yang dikirim bisa mencapai 1,5 gigabyte – lebih besar ketimbang email.

Dalam hal propaganda, Telegram pun menyediakan grup yang bisa diisi lebih dari 5.000 orang. Bandingkan dengan WhatsApp yang hanya membatasi 256 orang. Kehadiran grup ini memudahkan sekali, karena mereka tak perlu mengirim pesan secara broadcast satu per satu kepada para simpatisannya.

Dikecam

Dengan segala keunggulannya, terutama dari sisi keamanan, Telegram kini menjadi alat baru favorit para teroris. Direktur Riset Flashpoint Global Partners, Laith Alkhouri menyebut Telegram sebagai “barang panas baru di antara para jihadi”. Telegram pun dikecam sebagai kaki tangan teroris.

Namun, pendiri Telegram Pavel Durov menepis tudingan itu. Ia mengaku sudah sering menghapus saluran-saluran terkait ISIS. Setiap hari, sekitar 5 – 10 saluran terkait ISIS dihapus dari Telegram. Durov yang sering disebut sebagai “Mark Zuckerberg dari Rusia” itu bersikukuh enkripsi bukan hal yang buruk.

“Kami berpikir bahwa memberikan keamanan pada alat komunikasi untuk 99,999 persen orang yang tidak ada hubungannya dengan terorisme lebih berarti dari pada ancaman yang kita lihat dari sisi lain,” tegas Durov seperti dilansir dari CNN.

Pria berusia 31 tahun yang kabur dari Rusia pada tahun 2013 itu menegaskan, tidak mungkin Telegram membatasi penyebaran enkripsi.

“Teroris akan selalu mencari cara untuk keamanan yang aman,” ujarnya.

Durov pernah dipuji karena sikapnya melindungi privasi sehingga diburu oleh Rusia. Telegram memang lahir karena keinginannya untuk melindungi privasi pengguna. Sayangnya, niat Durov itu kini disalahgunakan oleh teroris untuk menghimpun kekuatan guna melancarkan aksi-aksi terorisme.

Baca juga artikel terkait TELEGRAM atau tulisan lainnya dari Aqwam Fiazmi Hanifan

tirto.id - Teknologi
Reporter: Aqwam Fiazmi Hanifan
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti