tirto.id - Presiden Joko Widodo mengundang setidaknya 30 pekerja seni-kreatif ke Istana Merdeka Jakarta, Selasa 14 Juli lalu. Karena juga berstatus pemengaruh atau influencer di media sosial, Jokowi memberikan mereka misi khusus: membantu sosialisasi protokol kesehatan kepada masyarakat.
"Agar lebih dapat didengar, disosialisasikan, dilaksanakan oleh masyarakat secara lebih luas," kata Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama.
Wishnutama, mantan bos sebuah stasiun televisi swasta, menilai selain memiliki komunitas dan penggemar sendiri, sosialisasi mereka juga akan lebih efektif memperoleh atensi karena dilakukan dengan cara-cara unik dan kreatif.
Namun, alih-alih sosialisasi protokol kesehatan, beberapa dari mereka malah mengeluarkan pernyataan atau unggahan kontroversial.
Salah satunya Erdian Aji Prihartanto alias Anji, mantan vokalis band Drive, kini lebih dikenal publik sebagai Youtuber. Ia membuat opini di Instagram yang mendiskreditkan seorang jurnalis yang memotret jenazah pasien COVID-19 dibungkus pastik.
Sementara di Twitter, ia mengatakan "saya percaya COVID-19 itu nyata, tapi tidak semengerikan apa yang diberitakan media."
Ada pula Yuni Shara, pelantun Mengapa Tiada Maaf dan berbagai lagu populer klasik lain. Ia mengatakan kalung eucalyptus atau kalung anti Corona yang dibuat oleh Kementerian Pertanian membuatnya lebih aman ketika beraktivitas. "Kadang ada hal yang tidak dapat dikerjakan dari rumah sehingga harus keluar. Dengan adanya inovasi kalung eucalyptus ini, saya jadi merasa lebih safety," katanya.
Kalung ini sempat ramai dibicarakan karena khasiatnya diragukan. Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Suwijiyo Pramono mengatakan eucalyptus bukan untuk digunakan sebagai obat dalam dan bukan obat utama COVID-19. "Kalau disebut sebagai antivirus COVID-19 belum bisa," katanya.
"Strategi Pemerintah Ambyar"
Epidemiolog dari Universitas Indonesia Pandu Riyono mengatakan para influencer ini tak memberikan gambaran nyata tentang bahaya COVID-19. Faktanya terdapat 4.239 orang meninggal akibat COVID-19 hingga 20 Juli kemarin. Ratusan tenaga medis harus terinfeksi COVID-19, bahkan puluhan dokter meninggal--sebagaimana yang dilaporkan oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
"Mungkin [influencer] diperintahkannya bukan memberikan informasi yang benar, tetapi memberikan informasi yang menenangkan," kata Pandu kepada reporter Tirto, Senin (20/7/2020) kemarin.
Ia menilai apa yang dilakukan pemerintah kontraproduktif dengan upaya penanganan dan pencegahan penyebaran COVID-19.
Ditarik lebih jauh ke belakang, menurutnya, kebijakan pemerintah lewat Gugus tugas--yang menyatakan 80 persen strategi penanganan pandemi dilakukan secara psikologis dan sisanya secara medis--aneh belaka.
"Bukan mengajak masyarakat untuk memahami dan dijelaskan bahwa kita dalam kondisi berbahaya," katanya, lalu menegaskan strategi ini tidak sesuai dengan kaidah ilmu pengetahuan.
Jika memang komunikasi adalah salah salah satu strategi, maka menurutnya harus jelas dulu pesan yang ingin disampaikan. Jika cara komunikasinya terus seperti ini, katanya, masyarakat tidak akan tenang, apalagi terlibat aktif dalam penanggulangan seperti patuh terhadap protokol kesehatan, tapi "akan semakin tidak peduli."
"Kalau kayak begini, seenak-enaknya, ya, ambyar," pungkasnya.
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Rio Apinino