tirto.id - "Kalau kami mau anak muda sejak awal terlibat dalam proses pembuatan kebijakan-kebijakan yang akan kami lakukan ini di partai, maka pengurusnya 40 persen anak muda."
Hal itu disampaikan oleh Juru Bicara Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra. Saat ditemui redaksi Tirto di daerah Cibubur, Kota Bekasi, 29 April 2023 lalu, Herzaky menyampaikan sejumlah upaya Partai Demokrat dalam menggaet suara pemilih pemula, Gen Z hingga mengajak pemilih muda untuk menjadi bagian partai berlambang mercy.
Herzaky juga membocorkan sedikit kiat-kiat strategi mereka seperti pengelolaan media sosial hingga pendidikan kepartaian demi menciptakan kader militan.
Berikut petikan wawancara kami dengan Herzaky Mahendra Putra soal upaya Demokrat menggaet pemilih Gen Z hingga memenangkan suara pemilih pemula.
Bagaimana Partai Demokrat berupaya meraup suara anak muda seperti pemilih pemula Gen Z?
Inilah pendekatan yang berbeda dari Demokrat. Kita anak muda itu bukan objek. Anak muda itu adalah bagian dari Demokrat. Kenapa? Sejak awal jelas Ketua Umum Partai Demokrat Mas AHY terpilih jadi ketua umum 2020 usianya berapa 2020 itu? 42 tahun.
Ternyata pengurus pusat waktu itu setelah dibentuk 200 orang. Pengurus partai politik rata-rata 400-an. Ini dibuat 200 [saja], dibuat lebih simple, lebih efisien. Di situ ternyata rata-rata usianya adalah 42 tahun.
Bagaimana kemudian anak muda ini juga punya peran di Partai Demokrat? Ya, tadi dia masuk di dalam sebagai pengurus ini karena inilah yang menjalankan politik day to day yang berpengaruh terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil partai politik dan disampaikan kepada anggota dewan yang ada di seluruh Indonesia.
Kita kan punya hampir 2.000 anggota dewan, hampir 100 kepala daerah di Indonesia. Ini kan kemudian bagaimana pun harus selaras dan searah dengan apa yang menjadi kebijakan pusat. Jadi clear. Kita tolak omnibus law, ya semua tolak. Enggak ada perbedaan kan.
Di sini lah kemudian kita melihat peran besar anak muda. Bagaimana sejak awal partisipasi itu, 'Ayo kalau mau ada perubahan, lakukan dari dalam. Bergabung lah bersama kami.' Ternyata alhamdulillah waktu kita merekrut di tahun 2020 di pusat, 2021, 2022, kita ada transformasi dari regenerasi di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Ada persyaratan yang diminta oleh pusat secara tidak tertulis bahwa untuk semua pengurus baru, untuk pengurus tingkat provinsi kabupaten/kota yang terpilih ketuanya, pada saat mengajukan calon pengurus itu ada perempuan minimal 40 persen, bukan 30 persen.
Yang kedua, yang usianya di bawah 40 tahun itu minimal 40 persen, jadi ada kuota juga kalau di kita, kalau belum sampai kuota, kembali itu barang. SK-nya tidak ditandatangani, silakan diperbaiki susunan kepengurusan karena belum kuota.
Jadi ada kuota perempuan, ada kuota anak muda di kami. Ini kebijakan afirmatif, kalau di istilah kita di caleg 30 persen ya, di kami kepengurusan malah 40 persen, lebih tinggi.
Untuk kuota anak muda. Di caleg aja anak muda nanti segini. Enggak bagi kami. Malah itu berarti anak muda dijadikan objek aja bagaimana cara kita mendulang suara dan mendapatkan efek elektoral. Enggak.
Kalau kami maunya anak muda sejak awal terlibat dalam proses pembuatan kebijakan-kebijakan yang akan kami lakukan ini di partai termasuk dalam proses seleksi. Nanti yang mau seleksi caleg siapa? Pengurus kan? Lah kalau pengurus anak muda, bukannya akan lebih banyak peluang anak muda akan terpilih sebagai caleg? Kami melihat ini kalau bicara ada hulu-hilir.
Kita enggak hanya ujung, dari awal itu kita sudah memasukkan anak muda. Ternyata bukan hanya 40 persen, minimal 50 persen, pengurus yang usianya di bawah 40 tahun, itu mencapai 50 persen rata-rata nasional, bahkan misalnya, kayak Riau, kayak Aceh, Kalimantan Timur itu 70 persen.
Tingkat DPD?
Iya, kabupaten/kota rata-rata 50 persen. Anak muda di bawah pengurus. Intinya apa? Berikan ruang saja tadi kepada anak muda, partai politik berikan ruang kepada anak muda ya banyak akan bergabung.
Kemudian apakah dalam proses pengambilan keputusan, proses gerak organisasinya sesuai enggak dengan cara anak-anak muda sekarang? Terbuka, transparan, akuntabel, terus inovatif. Ini kan perlu. Demokrat banyak inovasi-inovasi yang dilakukan oleh Mas AHY dan banyak menarik anak-anak muda. Mereka mau ikut bergabung.
Jadi masalah anak-anak muda apatis, atau tidak suka berpolitik itu tergantung dari kita. Kita mau merangkul dari awal atau hanya menjadikan mereka sebagai objek belaka yang kita butuhkan untuk elektoral di belakang. kita enggak mau itu.
Program apa yang dinilai berhasil mengajak anak muda, Gen Z dan pemilih pemula sebagaimana dilakukan Demokrat sehingga mereka mau melirik partai ini?
Soal mengapa mereka mau bergabung sama kita? [Mereka] melihat bagaimana Demokrat memiliki konsistensi membela masyarakat. Dalam konteks apa? Kita bicara mengenai dari Omnibus Law, Undang-undang minerba dan lingkungan hidup. Ternyata menjadi concern anak muda terkait dengan job security, mereka ini concern banget masalah job security, pengangguran, dan lapangan kerja.
Yang kedua, masalah lingkungan hidup, ini kita melihat mereka punya concern yang besar di situ.
Ketiga, anak muda juga concern masalah sembako, harga-harga yang terus melonjak. Mereka melihat bahwa Demokrat ini berani mengkritik, memberikan masukan kepada pemerintah terkait tiga hal ini di publik secara terbuka.
Ini bukan hal mudah. Mereka merasa tone-nya sama dengan mereka inginkan lalu, misal, bicara mengenai pada saat COVID. Enggak perlu jor-joran kemana-mana tapi turun ke lapangan, langsung dan itu kelihatan. Mas AHY minta kepada semua pengurus, anggota dewan, seluruh Indonesia bantu rakyat semampu kita.
Yang kedua, konsisten. Enggak perlu sekali bantuan 500 paket-1.000 paket. Kalau misalnya, hanya bisa 5-10 paket ya sudah tapi konsisten.
Ada juga misal program wifi gratis buat anak sekolah. Lalu kita bicara mengenai bantu UMKM, anak muda ternyata banyak juga yang concern jadi pelaku UMKM juga.
Jadi kalau kita bilang mana program khusus, enggak ada yang khusus bagi kami, tetapi bagaimana anak muda ini adalah bagian penting dalam elemen bangsa ini sehingga bagi mereka, mana yang terbaik, mana yang bermanfaat, yang menjadikan sejalan dengan concern mereka, perhatian mereka dan kebutuhan mereka.
Kerja nyata apa, ya melalui program-program itu sejalan tadi. Kita bicara job security, kita bicara mengenai konsep pendidikan, kita bicara mengenai tadi harga sembako, kita bicara mengenai lingkungan hidup. Itu ternyata isu-isu bagi anak muda menjadi concern.
AHY tolak pengurus yang tidak memasukkan anak muda minimal 40 persen?
40 persen. Jadi ada arahan informal sebenarnya, arahan tidak resmi. Ini adalah semangat kita anak muda, 'ayo, berikan tempat buat anak muda.'
Bagaimana Demokrat menanamkan nilai partai kepada kader muda yang kerap diasosiasikan suka perlawanan?
Kalau dari kita jelas, dari kami ada namanya Akademi Demokrat, Institut Partai Demokrat. Jadi kita punya badan diklat, badan doktrin, pendidikan dan pelatihan yang punya tugas tanggung jawab bagaimana melakukan pendidikan dan pelatihan untuk kader-kader, kader lama, kader baru.
Bagi kami, muda itu justru sama dengan lainnya, tidak menjadi kekhususan. Kekhususan itu kebijakan afirmasi. Dia sudah melekat kok. Makanya begitu kepengurusan [isinya kaum muda] sudah 40 persen, hampir 50 persen, kecenderungan-kecenderungan program-program yang diusulkan itu pasti akan mengakomodir anak muda gitu.
Makanya kami memulainya bukan dari ujung, tapi dari pangkal, dari kepengurusan. [Contohnya] di daerah-daerah, bayangkan ada lomba fotografi, lomba buat tiktok. Kan anak muda banget. Di daerah-daerah buat kayak gitu. Ide itu muncul dari mereka, dari sesama anak muda. Karena pengurus anak muda tadi. 'Bang, buat ini dong kayak lomba mancing.'
Malah ada lomba kicau burung, lomba tiktok, lomba fotografi, lomba bola voli, bahkan lomba lipsync pun ada. Lalu tadi kita pelatihan, ada akademi Demokrat dan institut Demokrat. Ini terpola, terprogram, apa yang menjadi kebutuhan, ada pelatihan.
Bagi kami, COVID itu, membuat kita harus beradaptasi dalam konteks apa? Ya, pelatihan online. Dulu, mohon maaf kalau pelatihan online enggak meresap tetapi setelah COVID, pelatihan online itu justru menjadi salah satu opsi yang paling utama.
Cara sinkronkan kader senior dan kader muda? Ada arahan AHY biar partai solid?
Jelas. Komitmen utamanya adalah value (nilai) Demokrat. Kita nasionalis religius jadi pegangan. Yang kedua, apapun yang kita lakukan adalah amanah yang terbaik untuk rakyat. Jadi kalau misalnya seseorang melakukan program kegiatan, ya udah batu ujinya hanya itu.
'Ini bermanfaat enggak untuk rakyat, ada manfaat kita lakukan enggak ya.' Kedua, ini mengakomodir siapa, segmen yang mana? Kita sebisa mungkin, seluas mungkin segmen yang diakomodir.
Jadi mensinkronkan itu sederhana tadi. Ada value Demokrat tadi nasionalis religius, kita bersih, kita harus peduli, harus cerdas. Cerdas itu apa? Dalam konteks apa? Ya semua berbasis data. Tidak persepsi saja, tidak maunya apa. Datanya apa nih? Kita harus buat kegiatan. Emang petani butuh ini? Butuh pelatihan atau pupuk?
Sampai sana pembahasan?
Iya dong. Seperti itu diskusinya. Jadi program kami sejak 2022 di Mas AHY di tingkat pusat, di tingkat provinsi itu harus berbasis data. Kita diskusi apapun itu selalu berbasis data, jadi bukan eh bagusnya begini. Jadi selalu ada diskusinya. Bukan, 'ah gue maunya ini, jalan.' No. Enggak bisa. Mas AHY selalu ditanamkan seperti itu.
Yang paling penting di era Mas AHY ini mengedepankan leadership by example. Pemimpin harus mencontohkan dulu, bukan hanya mohon maaf perintah-perintah. Anda harus contoh dulu. Makanya tahun pertama 2020 kita cermati Mas AHY silaturahmi ke parpol lain, silaturahmi ke organisasi besar.
Bagaimana upaya Demokrat dalam penentuan bacaleg antara Gen Z dan kader senior mengingat ingin memenangkan pemilu sementara ada persepsi mungkin kader muda tidak bisa memenangkan pemilu? Ada triknya?
Sederhana saja kalau kita ini bicara anak muda. Porsinya sama dengan yang lain. Kita mesti melihat komitmennya dulu di awal, semangatnya seperti apa. Jadi pada saat proses bacaleg ini ada proses seleksi, pendaftaran administrasi, seleksi administrasi, ada interview. Kan kita ingin tahu juga nih kemampuan komunikasi.
Pada saat interview keliatan, siap enggak mentalnya untuk bertarung? Ini kan bukan pertarungan yang mudah. Habis itu kemudian turun ke lapangan. Jadi ada penugasan di sebagian besar daerah, mau turun ke lapangan, anda lakukan apa, apa program yang Anda tawarkan kepada masyarakat? Berapa banyak masyarakat akan terekspos oleh kegiatan Anda?
Saya kasih contoh ada program hidup sehat salah satu bacaleg. Turun ke lapangan. Jadi dia melakukan apa? Penyuluhan-penyuluhan mengenai gaya hidup sehat di kampung-kampung. Jakarta, misal, ada daerah yang mengenai hidup sehat, oh kalau gini enggak sehat. Itu banyak yang baru tahu ternyata dan itu sasarannya ibu-ibu.
Tadi contoh, [bacaleg] itu anak muda. Bukan berarti anak muda hanya ahli di medsos belaka. banyak anak muda juga petarung lapangan.
Lalu terkait strategi atau upaya Demokrat meraih pemilih atau menggaet mereka melalui kampanye media sosial seperti apa?
Sederhananya begini. Kita bicara mengenai media sosial. Media sosial ini bagi kami adalah aset digital. Ini bukan sekedar akun atau sekadar akses atau platform. Ini aset buat kami bagaimana kita bisa berkomunikasi, melakukan percakapan.
Jadi kita tidak sekedar menyampaikan pesan lewat media sosial tetapi bagaimana kita bisa melakukan conversation, percakapan dengan teman-teman calon pemilih terutama anak muda. Responsnya banyak tuh, komen bisa me-like dan bisa apa. Kemudian yang kedua, bagaimana kita bisa menjalin bonding di situ, ikatan. ini menjadi penting berarti apa konten-konten kami itu. Pola pikirnya harus seperti itu dulu.
Media sosial ini bukan sekadar punya, bukan sekadar kita posting selesai. No. media sosial adalah cara kita berkomunikasi dua arah. Jadi kita lakukan serius bahkan buat konten. Ini serius, bukan sekadar main posting aja selesai, nanti tinggal di-take down, ganti. Oh, enggak bisa. Kalau mas AHY tipikal adalah one time perfect sebisa mungkin.
Jadi setiap konten yang kita buat juga harus terukur, kita siapkan dengan baik. Mohon maaf ini bukan hanya kelas desain, desain cakep cukup. No. Ada pesan di sini. Pesan ini yang kita mesti ungkapkan sesuai value kita enggak.
Kita enggak ada namanya admin. Kami enggak menyebut admin, tapi juru bicara digital. Kalau admin itu ya internal, enggak ada efek terhadap publik. Enggak bisa. Medsos ini harus dikelola secara serius. Maka kami sampaikan ini juru bicara digital meski nama mereka enggak muncul tapi mereka man and women behind the gun.
Yang kedua, daerah kami juga minta. Jadi di provinsi juga membuat akun media sosial di DPC juga buat akun media sosial. Jadi kita buat tapi bukan individu. Inilah aset digital kami. Jadi semua mesti punya akun medsos, kepengurusan 514 kabupaten kota dan 38 provinsi sekarang kan.
Di luar anggota dewan, hampir 2.000. Kemudian juga banyak kader dulu-dulu kan pengurus medsos. Sekarang kita arahkan aja, banyak yang sudah familiar, sudah terbiasa, kita tinggal mengarahkan seperti apa nih memandang medsos ini.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri