tirto.id - Pemilu 2024 menjadi ujian serius bagi partai politik, khususnya terkait peran perempuan. Apalagi dalam proses masa kampanye pesta demokrasi lima tahunan tersebut, terdapat revisi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 Pasal 8 ayat (2) terkait perhitungan 30% jumlah bakal calon anggota legislatif perempuan.
Revisi aturan tersebut menjadi tantangan baru bagi partai politik. Karena mereka harus mengatur strategi kuota partisipasi perempuan yang semula apabila ada dua desimal di belakang koma kurang dari 50, maka pembulatannya ke bawah dan 50 lebih pembulatannya ke atas menjadi semua angka desimal dibulatkan ke atas.
Aturan itu membuat partai politik mengambil sejumlah jalan pintas untuk menggaet perempuan agar bisa memenuhi syarat 30 persen. Di antara cara yang dilakukan adalah dengan mengajak para pesohor perempuan, sehingga dua manfaat bisa didapat: kuota perempuan tercukupi dan menjadi agen pengumpul suara bagi partai.
Hampir semua partai, terutama yang berbasis di parlemen menjadikan artis perempuan sebagai bakal caleg mereka. Di antara artis perempuan yang berasal dari caleg petahana dan kembali maju di Pemilu 2024 adalah Krisdayanti (PDIP), Rieke Diah Pitaloka (PDIP), Desy Ratnasari (PAN) hingga Mulan Jameela (Partai Gerindra).
Selain nama petahana, artis perempuan pendatang baru di dunia politik juga banyak bermunculan. Mereka tidak hanya maju sendiri bahkan mengajak keluarga untuk turut serta dalam proses pencalegan.
Sebagai contoh Surya Utama atau akrab disapa Uya Kuya yang mengajak istrinya, Astrid Kuya untuk maju menjadi caleg dari PAN. Selain itu, Wakil Gubernur Jawa Timur yang merangkap sebagai Ketua DPD Partai Demokrat Jawa Timur, Emil Dardak juga mendaftarkan istrinya Arumi Bachsin untuk menjadi caleg dari partai yang sama.
Warna-warni politik lainnya, ada pula artis perempuan yang mengajak anaknya untuk maju dalam upaya perebutan kursi legisltaif pada pemilihan umum serentak mendatang. Seperti Venna Melinda bersama putranya Verrel Bramasta. Venna maju lewat Partai Perindo, sedangkan Verrel melalui PAN.
Pendaftaran bakal caleg resmi ditutup pada Minggu, 14 Mei 2023. Seluruh partai yang mendaftar ke KPU pun sudah melengkapi persyaratan 30 persen perwakilan perempuan. Bahkan sebagian besar dari partai tersebut memiliki kuota caleg perempuan lebih dari 30 persen atau melebihi syarat yang ditetapkan.
Meski demikian, tidak semua wilayah di Indonesia bisa mencapai angka 30 perempuan kuota caleg di setiap partai. Salah satunya di Kota Padang yang menjadi kendala bagi banyak pengurus partai setempat untuk mengumpulkan berkas caleg perempuan mereka. Mereka harus mengakali dengan mengurangi jumlah laki-laki agar jumlah caleg perempuan menjadi genap 30 persen.
“Partai kesulitan mencari bakal calon legislatif perempuan, namun untuk calon lelaki cukup dan sesuai dengan aturan pemilu. Jika jumlah calon perempuan kurang, maka calon pria yang ada juga akan dikurangi," kata Ketua KPU Kota Padang, Sumatera Barat, Riki Eka Putra dikutip Antara.
Caleg Perempuan Perlu Diapresiasi dan Diuji Publik
Analis Sosial Politik dari Universias Negeri Jakarta (UNJ) cum Direktur Eksekutif Center for Social Political Economy and Law, Ubedilah Badrun menilai, perlu ada uji publik terhadap kompetensi caleg yang maju dalam Pemilu 2024. Hal itu berlaku bagi semua, terutama yang berasal dari kalangan pesohor. Kemampuan mereka terhadap isu dan menyuarakan keberpihakan kepada publik, harus diuji jelang masa pemilu berlangsung.
“Saya kira bisa dicermati dari track record-nya selama ini seperti apa terutama terkait dengan keberpihakannya pada urusan-urusan publik. Terkait pengetahuannya tentang fungsi anggota DPR juga perlu dicek. Misalnya terkait dengan fungsi aspirasi, legislasi, dan fungsi pengawasan,” kata Ubedilah.
Akan tetapi, Ubedilah mengapresiasi langkah berani para artis perempuan yang maju menjadi bakal caleg. Menurut dia, hal itu sebagai langkah berani di tengah cibiran yang terjadi di masyarakat. Selain itu, menjadi tanda kemajuan bahwa kaum perempuan semakin bergairah di arena politik.
“Secara motivasi, mungkin mereka memiliki motif ingin memperjuangkan aspirasi rakyat atau mungkin juga selama ini aspirasi perempuan belum terwakili,” kata dia menambahkan.
Direktur Eksekutif The Indonesian Institute, Adinda Tenriangke Muchtar menambahkan, keterlibatan artis perempuan tidak boleh dipandang sebelah mata. Dia tidak ingin masyarakat melabeli mereka dengan embel-embel stereotip yang melekat. Cukup diuji dengan kerja-kerja legislasi, apakah mereka paham terkait urusan perempuan di parlemen. Sehingga menjadi jaminan bila mereka terpilih kelak bisa memperjuangkan hak-hak perempuan yang selama ini masih terabaikan.
“Uji publik tidak hanya perlu diuji kepada caleg perempuan, tapi juga laki-laki, sehingga kita ada keadilan berbasis gender disini. Kita berharap caleg perempuan kita apa pun latar belakangnya dapat memperjuangkan hak-hak perempuan saat mereka masuk di parlemen,” kata Adinda.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Abdul Aziz