tirto.id - Naskah ini merupakan bagian kedua dari sesi wawancara khusus kami bersama Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad. Untuk melihat sesi pertama perbincangan kami bisa dilihat pada tautan berikut.
***
Lima ketua umum parpol pendukung pemerintah meriung di acara silaturahmi Ramadan DPP Partai Amanat Nasional (PAN) pada Minggu, 2 April 2023 lalu. Presiden Joko Widodo turut hadir dalam pertemuan tersebut.
Perjumpaan ini menghasilkan wacana koalisi besar yang menggabungkan parpol pendukung pemerintah dalam satu kerja sama politik. Mereka yang terlibat dalam ide itu yakni PAN, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
PDI Perjuangan--partai berkuasa saat ini, sebetulnya sudah diundang dalam pertemuan tersebut. Namun, saat itu sang Ketua Umum, Megawati Soekarnoputri tengah berada di luar negeri. Belakangan PDIP siap menjadi tuan rumah untuk membahas kelanjutan koalisi besar.
Wacana koalisi besar terus ditabuh dan diikuti rentetan pertemuan antar-elite partai. Prabowo Subianto--yang namanya kerap teratas dalam sejumlah survei--turut memelopori silaturahmi politik tersebut.
Pada Rabu, 5 April 2023 lalu, Ketua Umum Perindo Hary Tanoesoedibjo dan jajaran menemui Prabowo di Kertanegara. Lalu keesokan harinya, Kamis, 6 April 2023, giliran Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra yang merapat ke kediaman Menteri Pertahanan itu. Kemudian pada Sabtu, 8 April 2023, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan menemui Prabowo.
Prabowo juga mendapat dukungan dari beberapa tokoh selain melakukan safari politik. Salah satunya dari mantan Ketua Umum Partai Hanura Wiranto yang menyebut Prabowo dengan kata "adik" saat memberi dukungan di Padepokan Yaksa Garuda Hambalang, Bojong Koneng, Kecamatan Babakan Madang, Bogor pada Senin (1/5/2023).
Prabowo Subianto juga sempat menyambangi kediaman Wakil Presiden ke-10 RI, Jusuf Kalla di Brawijaya, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Selasa (2/5/2023).
Sisi lain, mencuat pula isu bahwa Prabowo telah mendapatkan tiket pencalonan presiden 2024 dari koalisi besar. Namun, kabar ini belum terkonfirmasi karena koalisi besar baru sebatas wacana dan parpol di dalamnya masih terus berkomunikasi.
Dinamika terkini, PDIP akhirnya mengumumkan Ganjar Pranowo sebagai bakal capres 2024. Nama Ganjar dan Prabowo serta Anies selalu dalam jajaran teratas beberapa hasil survei. Dinamika tarik ulur peta koalisi pun semakin ulet di antara lingkaran ketiga nama ini. Narasi koalisi besar ini dinilai mendorong PDIP mengumumkan deklarasi Ganjar sebelum Lebaran lalu.
Terkait dinamika terkini tersebut, kami berkesempatan mewawancarai Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad di ruang kerjanya, Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Dalam perjumpaan selama satu jam itu, kami dari redaksi Tirto--Fahreza Rizky, Andrian Pratama Taher, Irfan Amin dan Andhika Krisnuwardhana, mengulik manuver Partai Gerindra pasca mencuatnya wacana koalisi besar.
Kami juga mengonfirmasi perihal kabar kepindahan Sandiaga Uno dari Gerindra serta pencapresan Anies Baswedan. Berikut kutipan wawancara kami dengan Dasco.
Prabowo menjamu parpol lain pasca munculnya wacana koalisi besar, mulai dari Hary Tanoe, Yusril hingga Zulhas, ada rencana apa?
Pertemuan yang digagas oleh PAN yang menelurkan rencana koalisi besar atau kata Bang Zulhas disebut koalisi kebangsaan [...] mengundang parpol koalisi pemerintah dan Presiden Jokowi. Karena [...] partai-partai mempunyai satu visi yang sama dan sama-sama pendukung pemerintah bisa membuat Indonesia lebih maju ke depan, sehingga dicetuskanlah ide itu [koalisi besar]. Setelah selesai, memang Pak Prabowo dihubungi banyak partai yang ingin melakukan silaturahmi dan ada juga yang ingin memberikan dukungan, tentu dalam hal berpolitik ini kami terbuka.
Kami dengan PKB sudah melakukan kontrak politik dan sepakat bahwa kedua partai akan sama-sama mencari atau memperluas koalisi, sehingga yang dilakukan PKB, misalnya, safari ke parpol [lain] dan Gerindra melakukan pendekatan, penjajakan, didatangi menjadi tuan rumah, itu menurut saya adalah satu hal yang dilakukan dalam rangka memperbesar koalisi.
Ada informasi Prabowo sudah dapat tiket pencapresan dari parpol koalisi besar, apakah benar?
Saya pikir ada yang sudah melakukan itu, ada juga yang masih penjajakan, tetapi di situ sudah ada kesepakatan bagaimana parpol koalisi pemerintah ini sama-sama mengumpulkan energi untuk memenangkan Pilpres dengan tujuan yang sama membuat Indonesia lebih maju.
Partner Gerindra, PKB tidak ada masalah dengan dengan wacana koalisi besar?
Kalau kemarin dibaca statement Cak Imin setelah pertemuan, dia enggak ada masalah dengan koalisi kebangsaan ini karena dalam rangka memperluas koalisi yang sudah ada, sehingga apapun itu namanya koalisi ya dibicarakan di situ secara bersama sama.
Nama Prabowo kerap disebut dalam koalisi besar, bahkan juga digadang-gadang berpasangan dengan Airlangga untuk Pilpres 2024, apakah memang ke sana arahnya?
Saya enggak mau mendahului, koalisi kan masih melakukan pertemuan-pertemuan, masih melakukan penyamaan visi, saya enggak mau ngomongin bahwa kita mem-fait accompli koalisi kebangsaan ini sepakat Pak Prabowo, kan enggak gitu. Kesepakatan itu justru timbul dari pembicaraan partai-partai yang ada yang masih terus berkomunikasi dan kerap bertemu.
Sekjen Gerindra Ahmad Muzani sempat bertemu Khofifah Indar Parawansa, apakah ada permintaan kepada beliau untuk menjadi cawapres pendamping Prabowo?
Saya menyampaikan kepada kawan-kawan wartawan bahwa pertemuan yang dilakukan Sekjen maupun saya memang dalam rangka pertemuan politik yang pasti didalamnya kita mengharapkan sesuatu yang bisa memperkuat pencalonan Pak Prabowo dan Partai Gerindra.
Pembicaraan Pak Sekjen dan Bu Khofifah masih dalam tahap bagaimana kita ngobrol sama-sama untuk Indonesia ke depan yang lebih baik […]. Karena apapun itu keputusan ada di ketua umum partai, jadi terlalu dini kalau menjawab yang disampaikan Pak Muzani, misalnya apa, kan begitu.
Seperti apa kriteria cawapres yang diinginkan Prabowo?
Menurut saya, semua cawapres yang ada [muncul dalam survei] itu masuk kategori [Pak Prabowo]. Karena yang penting bagi Pak Prabowo gampang, cuma satu: NKRI. Sudah selesai itu, jadi dia enggak rewel-rewel mau begini, mau begitu, yang penting cawapresnya NKRI.
Dalam beberapa waktu terakhir Presiden Jokowi kerap meng-endorse Prabowo untuk Pilpres 2024. Apakah benar Kepala Negara telah merestui Prabowo untuk menjadi the next president?
[Hasil] survei elektabilitas Gerindra maupun Pak Prabowo yang ada sekarang ini karena beberapa faktor. Faktor pertama itu karena kami memang bekerja keras: merapikan struktur, memastikan kader dan pendukung untuk menyentuh langsung masyarakat lapisan bawah dan itu dilakukan terus-menerus.
Kedua, Pak Prabowo saat jadi Menhan sudah ngomong pada kami bahwa dia tidak akan memanfaatkan posisinya untuk berkampanye, beliau fokus menjadi pembantu presiden. Agak terbantu memang ketika beliau diekspos oleh wartawan dalam pekerjaannya. Kapitalisasi dalam media sosial dan lain-lain itu membantu [meningkatkan hasil] survei.
Pak Prabowo dan Pak Jokowi kerap berdiskusi tentang banyak hal, tak hanya sebatas bidang pertahanan, tetapi juga hal-hal lain yang juga beliau berdua bicarakan agar Indonesia lebih baik ke depan.
Dalam diskusi itu, Pak Jokowi mengajak [Pak Prabowo] melihat hasil implementasi dari diskusi yang ada, atau Pak Jokowi mengajak melihat, mengevaluasi hasil implementasi di lapangan, jadi kerap Pak Prabowo diajak walau tidak berhubungan dalam bidang pertahanan […].
Itu yang banyak orang [mengatakan], “kenapa sih itu [Pak Prabowo diajak sama Pak Jokowi], kan bukan bidang pertahanan?” Ya karena memang [keduanya] kerap berdiskusi soal hal lain dan diajak [melihat] implementasinya gimana, atau sudah dilakukan, kita evaluasi, kita lihat, dan itu menurut saya hal yang juga bermanfaat bagi elektabilitas [Pak Prabowo], biar bagaimana pun pendukung Pak Jokowi banyak. [Tetapi] kalau dibilang Pak Jokowi meng-endorse, ya dari kita masih terlalu dini ngomong. Kita bicara program dan kebersamaan antara presiden dan pembantunya.
Apakah program atau janji Prabowo ketika Pilpres 2019 terpenuhi seiring bergabung dalam pemerintahan Jokowi?
Hasil diskusi untuk implementasinya ada beberapa usul dari Pak Prabowo. 'Kalau boleh begini, implementasinya begini [usul Pak Prabowo ke Pak Jokowi],' makanya [Pak Prabowo] kerap diajak, sehingga ada beberapa visi, misalnya di bidang kemandirian pangan itu terimplementasi. Pak Prabowo cerita ke saya, 'ini saya senang ada program-program yang bisa diimplementasikan' dan tenyata cocok.
Jadi program dan janji Prabowo ketika kampanye 2019 bisa diimplementasikan juga saat ini, ya?
Kebetulan janji kampanye itu ditanggapi dengan baik oleh Pak Jokowi, bahwa itu bisa dilakukan, ayo kita lakukan.
Saat ini Anies Baswedan telah dideklarasikan sebagai capres 2024 oleh Koalisi Perubahan. Bagaimana Anda melihat hal ini?
Sebenarnya saya enggak mau banyak menanggapi soal pencapresan Pak Anies karena itu bukan domain kita. Bahwa dalam era demokrasi ini ada kompetisi tentu harus ada lawan, apa yang dilakukan oleh Pak Anies dan yang dilakukan Koalisi Perubahan biar lah berjalan, kita tidak mau underestimate atau merasa terancam, tidak juga. Apa yang mereka lakukan itu juga sama: mereka ingin Indonesia berubah menjadi lebih baik.
Artinya saling support, ya, karena ini kontestasi demokrasi?
Iya.
Kemarin sempat muncul isu koalisi besar untuk menjegal atau menghentikan pencapresan Anies Baswedan, bagaimana tanggapan Anda?
Sekarang yang bisa menghentikan langkah Pak Anies ada dua faktor. Pertama, Pak Anies sendiri. Kalau dia enggak mau jadi calon lagi, kan, berhenti, atau partai koalisinya enggak mau nyalonin lagi, itu saja. Selain itu, menurut saya jalan saja. Kita ini biarkanlah mempunyai strategi masing-masing. Bahwa kemudian koalisi ini menjadi banyak partai, menjadi koalisi kebangsaan, misalnya terjadi, itu justru membuat kontestasi menjadi lebih mudah.
Jadi wacana koalisi besar bukan bertendensi untuk menjegal pencapresan Anies?
Enggak ada [tendensi menjegal pencapresan Anies], itu kan yang akan menentukan pemenang [Pilpres] itu rakyat Indonesia, bukan koalisi A atau B, gitu.
Beralih ke soal lain. Pak Sandiaga Uno pindah dari Partai Gerindra, sebetulnya ada masalah apa?
Jadi kalau cerita mengenai Pak Sandi, begini, sebanyak orang yang ingin gabung dengan Gerindra, Pak Prabowo selalu menerima dengan senang hati, lalu kalau ada kader yang ingin mengembangkan karier di tempat lain, ya Pak Prabowo juga enggak halang-halangi.
Khusus misalnya Pak Sandi sudah pernah menyatakan pamit 'Pak, saya mau pindah ke partai A karena ingin mengembangkan diri di situ.' Pak Prabowo enggak ada [melarang]. Ya cuma memberikan pertimbangan meminta Pak Sandi mempertimbangkan lagi justru untuk kebaikan Pak Sandi, 'Apa sudah lo pikirkan baik baik-baik? Nanti baik buruknya gimana?' Itu kan keputusannya tergantung Pak Sandi sendiri karena kita di parpol enggak seperti di perusahaan ada kontrak ikatan kerja segala macam.
Motivasi Sandiaga Uno pindah partai itu apa?
Yang pasti Pak Sandi ingin mengembangkan karier di partai lain, bahwa kemudian apa yang akan dilakukan di sana, menjadi apa di sana, kita juga enggak terlalu jauh karena itu hak yang bersangkutan, cuman memang Pak Prabowo ngomong, 'pertimbangkan baik-baik, masak-masak, coba ditimbang lagi,' tetapi toh keputusan ada di Pak Sandi.
Apakah kursi Menparekraf domainnya Partai Gerindra?
Oh bukan, jangan salah, tidak, kita punya jatah dua kursi waktu itu adalah Kemhan dan KKP [Kementerian Kelautan dan Perikanan].
Jika Sandiaga keluar dari Gerindra apakah pos Menparekraf akan diisi kader lain atau seperti apa?
Waktu kita sudah dapat dua pos, lalu kemudian pergantian pos, maksudnya pergantian menterinya, kemudian memang kita dihubungi untuk memberi tahu bahwa pak Sandi itu akan jadi menteri dalam posisi sebagai profesional.
Jadi sejak awal akadnya Sandiaga memang representasi profesional, bukan sebagai kader Gerindra?
Sudah dari awal itu, jadi kita memang cuma ada dua pos kementerian saja [Kemhan dan KKP].
Kalau Sandiaga jadi keluar dari Gerindra apakah kursi Menparekraf akan dikasih ke kader lain?
Lho, dia kan diambil dari profesional sehingga apapun itu tidak akan mengubah posnya Gerindra maupun pos yang profesional, tetapi semua tergantung Pak Presiden saja.
Penulis: Fahreza Rizky
Editor: Maya Saputri