tirto.id - Wacana pembentukan koalisi besar usai lima ketua umum parpol bertemu Presiden Joko Widodo di Kantor PAN beberapa waktu lalu, makin santer terdengar. Sejumlah partai politik baik di parlemen maupun nonparlemen makin masif mengunjungi satu sama lain untuk mewujudkan rencana tersebut.
Ketua Umum DPP Partai Golkar, Airlangga Hartarto bahkan menawarkan kantor DPP Partai Golkar sebagai Sekretariat Bersama (Sekber) Koalisi Besar. Hal itu disampaikan saat menghadiri acara pasar murah bersama Relawan Pro Jokowi (Projo) di Stadion Mini Pagedangan, Kabupaten Tangerang, Banten pada Sabtu (8/4/2023).
Airlangga menawarkan kantor partainya sebagai lokasi sekber lantaran memiliki bangunan dan halaman yang luas. Ia menilai lokasi tersebut sebagai yang terbaik untuk sekber gabungan lima partai yang terdiri atas Golkar, PAN, PPP, Gerindra, dan PKB.
“Kami punya kantor luas yang siap dipakai," kata Airlangga.
Airlangga semakin optimistis dengan eksistensi koalisi besar karena masing-masing partai semakin mengakrabkan diri. Belakangan misalnya, sejumlah partai datang ke rumah Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto di Kertanegara.
Di sisi lain, Airlangga meyakini koalisi besar akan menjadi satu paduan untuk maju mengusung capres dan cawapres di Pilpres 2024. Dengan adanya Projo bersamanya, ia menilai Presiden Jokowi memberi dukungan atas berjalannya koalisi besar yang mereka wacanakan.
Selain itu, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang saat ini berada dalam Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) menyatakan akan mendukung wacana kolisi besar menjelang Pilpres 2024. PKB belakangan juga tidak memaksakan Muhaimain Iskandar sebagai bakal capres maupun cawapres.
Usai bertemu dengan Prabowo di Kertanegara, Pria yang akrab disapa Cak Imin mengatakan, jika koalisi besar terbentuk akan menambah kekuatan pada Pilpres 2024.
“Semua, tambah pasukan, tambah kekuatan lebih baik," kata Cak Imin di Kertanegara, Jakarta Selatan, Senin (10/4/2023).
Tak hanya parpol pendukung Jokowi-Ma’ruf di parlemen yang aktif komunikasi. Partai di luar parlemen juga menyatakan kesediaan mereka bergabung dengan koalisi besar. Mereka pun langsung bersafari ke sejumlah partai politik usai koalisi besar mencuat.
Sebut saja Partai Perindo. Elite Perindo langsung bertemu Prabowo usai wacana koalisi besar itu mencuat. Gayung bersambut, ajakan Prabowo disambut baik Ketua Umum Partai Perindo, Harry Tanoesoedibjo saat berkunjung ke rumah Prabowo di Kertanegara, Jakarta Selatan pada Rabu (5/4/2023).
“Kami terbuka dan gembira kalau Perindo dan partai-partai lain mau bergabung. Kami ingin katakanlah suatu barisan yang cukup besar," kata Prabowo dalam konferensi pers.
Partai nonparlemen lainnya ialah Partai Bulan Bintang (PBB). Saat menyanbangi kediaman Prabowo pada Kamis (6/4/2023), Ketum PBB Yusril Ihza Mahendra menyambut baik rencana pembentukan koalisi besar.
Yusril menilai koalisi besar sebagai bentuk manifestasi demokrasi yang khas Indonesia dengan dilandasi rasa persaudaraan.
Baru-baru ini, Partai Solidaritas Indonesia [PSI] juga menyatakan diri bergabung, meskipun koalisi besar masih sebatas wacana. Teranyar, Ketua Umum DPP PSI Giring Ganesha, Wakil Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie, dan jajaran menyambangi Kantor DPP Partai Golkar di Slipi, Jakarta Barat.
Airlangga mengatakan, PSI tertarik bergabung dalam koalisi besar. Airlangga sebut, PSI menginginkan keberlanjutan pembangunan yang telah dilakukan pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin menjadi dasar dibentuknya koalisi besar pada Pilpres 2024 nanti.
“Tentu yang bisa mendorong itu adalah koalisi besar karena koalisi besar sekarang hampir seluruhnya ada di pemerintah termasuk dari PSI, sehingga tentu kerja sama antarpartai ini akan semakin diperlukan dan semakin konkret," kata Airlangga usai menerima kunjungan pengurus DPP PSI di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Rabu (12/4/2023).
Airlangga mengklaim, makin banyak partai yang mulai menyamakan persepsi, ideologi, visi, dan misi untuk mempersiapkan rencana pembangunan jangka panjang 2025-2045 sesuai dengan visi kenegaraan. Sehingga, kata Airlangga, dibutuhkan koalisi besar untuk mewujudkan pembangunan jangka panjang tersebut.
Di sisi lain, Partai Golkar juga menyatakan siap menerima PSI sebagai 'sister party' pada Pemilu 2024, alih-alih mengawal proses demokrasi pada pemerintahan berikutnya.
“Teknisnya adalah tentu kerja sama di bidang perekrutan caleg DPR RI, DPR Provinsi, Kabupaten/Kota," ucap Airlangga.
Sementara itu, Grace Natalie mengatakan, partainya menyadari semangat yang menyatukan mereka semua di koalisi besar adalah ingin melihat berkelanjutan atau berkesinambungan dari program Presiden Jokowi.
"Itu yang membuat PSI juga tertarik untuk bergabung dalam koalisi besar," ucap Grace.
Menurut Grace, selama orang yang didukung satu visi dan siap menjamin keberlanjutan program-program Jokowi, PSI pasti bergabung.
“Perbincangan Pak Airlangga tadi juga kita sepakat bahwa nanti di periode yang baru akan buang waktu kalau kita mulai dari nol lagi semuanya," terang Grace.
Hal senada diungkapkan Giring Ganesha. Ia mengatakan, sejak PSI dibentuk selalu mendukung kebijakan pembangunan yang sudah dilakukan Jokowi. Oleh karena itu, PSI siap bergabung dengan koalisi besar dan akan berkolaborasi sebagai 'sister party' Golkar.
“Untuk benar-benar mencari siapa calon yang cocok untuk melanjutkan pembangunan Pak Jokowi," kata Giring.
Dua Fenomena di Balik Wacana Koalisi Besar
Analis politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Kunto Adi Wibowo menyebut, ada dua fonemena di balik didorongnya pembentukan koalisi besar. Pertama, parpol itu ingin mendapatkan suara mayoritas di parlemen.
“Kalau misalnya sebuah koalisi yang kurang dari 50 persen kursi memenangkan pemilu nanti agak susah itu jalannya pemerintahan,” kata Kunto saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (13/4/2023).
Sulitnya menjalani pemerintahan sempat dialami Jokowi pada awal-awal kepemimpinanya pada 2014, bahkan partainya sendiri menyerang kala itu.
“Sehingga kesadaran politisi ini untuk kemudian sudah kita dari awal saja punya komitmen koalisi besar, tetapi paling sulit adalah membagi kekuasaan,” ucap Kunto.
Kunto mengatakan, hal tersulit jika koalisi besar terbentuk ialah pembagian ‘kue kekuasaan.’ Ia menyebut semakin besar koalisinya, maka pembagian kuenya makin kecil.
“Potongannya semakin kecil. Nah, ini menurut saya yang akan menyulitkan terjadinya atau terbentuknya koalisi besar ini,” kata Kunto.
Fenomena kedua di balik wacana pembentukan koalisi besar ialah PSI, partai nonparlemen yang kemudian menyatakan diri bergabung. Padahal, kata Kunto, koalisi besar belum terbentuk.
Kunto menduga agenda di balik desakan koalisi besar ialah memaksa PDIP segera bergabung dengan koalisi ini. Jika tidak, maka PDIP akan “jomblo” selama kontestasi Pilpres 2024. Padahal, sang ketum Megawati Soekarnoputri menginginkan gotong royong.
“Jadi, menurut saya agenda untuk mendorong PDIP untuk segera menentukan sikap dan mengeluarkan kartu capresnya, ini yang ditunggu dan kemudian koalisi besat ini didorong,” tukas Kunto.
Di sisi lain, ia menilai wajar sebagai pernyataan politik ihwal PSI yang menggaungkan keberlanjutkan program-program yang telah dilakukan Presiden Jokowi. Namun, Kunto mempertanyakan seberapa besar kekuatan PSI yang kemudian diperhitungkan dalam koalisi besar ini.
“Jangan-jangan dia [PSI] menunjukkan komitmen di awal supaya dapat menteri atau wakil menteri. Jadi, menurut saya itu ada hubungannya nanti dengan pembagian kekuasaan, makanya mereka akhirnya menyatakan kesediaanya untuk bergabung ini jauh-jauh hari. Bahkan, sebelum koalisi terbentuk,” kata Kunto.
Pemilu 2024 Tanpa Incumbent dan Oposisi
Pemilu 2024, khususnya pilpres dinilai berbeda dengan Pemilu 2019. Jika pada Pilpres 2019 pertarungan penguasa dan oposisi, maka pemilu kali ini tak lagi berlaku hal itu. Sebab, Jokowi tak lagi bisa maju untuk ketiga kalinya.
“Sebenarnya istilah penguasa dan oposisi itu enggak berguna lagi di 2024,” kata Kunto.
Menurut dia, kalau politik itu matematika, potensi kemenangan calon dan wakil presiden yang akan diusung kaolisi besar semakin besar. Namun, kata Kunto, politik itu bukan matematika yang bisa diukur dengan jumlah partai yang bergabung.
“Sehingga dari beberapa kajian, pemilu ke belakang, kita lihat bahwa konsistensi pemilih antara calon presiden dengan partai yang dia pilih itu kecil konsistensinya,” kata Kunto.
Sebaliknya, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno menilai, koalisi besar akan mudah terwujud karena berisikan barisan partai-partai politik pendukung pemerintahan Jokowi-Ma’ruf.
“Di mana visi dan misi kesamaan platform, termasuk iman politik partai yang kemungkinan tergabung dalam koalisi besar itu sama, tidak ada perdebatan apa pun," kata Adi saat dihubungi.
Namun, pada level praktiknya memadukan banyak kepentingan partai polititik dinilai rumit, terutama ketika bicara tentang siapa bakal capres dan cawapresnya yang akan maju. Sebab, hampir semua ketua umum partai itu ingin maju.
“Prabowo ingin maju, Cak Imin, Airlangga juga nanti kalau ada Sandi dari PPP juga akan diusungkan, PAN juga akan mengusung Erick Tohir, rumitnya di situ," tutup Adi.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Abdul Aziz