tirto.id - Sempat menunjukkan penolakan atas terbentuknya koalisi besar, PKB kini mulai melunak dan mau bergabung ke dalam koalisi lima partai tersebut. Koalisi besar hingga saat ini sudah diikuti oleh lima parpol yaitu, Partai Gerindra, Partai Golkar, PKB, PAN dan PPP.
Wacana koalisi besar mulai terbentuk saat acara silaturahmi Ramadan di Kantor DPP PAN, Jakarta Selatan, Minggu (2/4/2023) yang dihadiri oleh Presiden Joko Widodo. Belakangan, koalisi besar tak hanya melibatkan lima parpol parlemen, tapi juga partai non-parlemen seperti PSI.
Awalnya, PKB memberikan syarat yang sangat muluk-muluk bagi koalisi besar ini, yakni Muhaimin Iskandar atau Cak Imin sebagai bakal capres. Namun belakangan, parpol nomor urut 1 ini mulai melunak.
PKB mulai cair terhadap koalisi besar saat Cak Imin bertemu dengan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto. Cak Imin mengaku ada sejumlah manfaat yang didapat apabila PKB merapat ke koalisi besar. Baginya, potensi kemenangan akan semakin dekat apabila PKB bergabung dengan empat partai lainnya dalam satu koalisi.
"Semua, tambah pasukan, tambah kekuatan lebih baik," kata Cak Imin di Kertanegara, Jakarta Selatan, Senin (10/4/2023).
Pertemuan itu juga menjawab segala keraguan PKB akan koalisi besar. Karena sebelumnya jajaran PKB selalu mempertanyakan, siapa nama capres dan cawapres yang akan diusung, bila koalisi terlalu gemuk dan diikuti banyak partai.
Meski demikian, merapatnya PKB kepada koalisi besar bukan tanpa syarat. Cak Imin masih berharap dirinya bisa menjadi capres atau cawapres. Atau koalisi berada dalam status quo, hingga pendaftaran capres dan cawapres di KPU mendatang. Karena menurut dia, pembahasan mengenai capres dan cawapres menjelang pendaftaran.
"Sampai hari ini enggak ada misal-misal, ha ha ha ha, yang penting proses saja berlangsung, pendaftaran, kan, masih lama," ucap Cak Imin.
Merapatnya PKB ke koalisi besar ada karena campur tangan partai-partai pendukung pemeriintah lainnya dalam koalisi tersebut. Sebut saja Golkar yang terus melakukan pendekatan dengan PKB.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia menyebut, penjajakan terus dilakukan dengan PKB dalam sejumlah kesempatan. Baik saat sedang bertugas di DPR maupun saat di luar.
"Sudah saya jelaskan bahwa kita berkeinginan semakin banyak koalisi partai politik itu semakin baik. Untuk apa? Agar kita leluasa mendiskusikan tentang konsep Indonesia, dan platform segala macam," kata Doli.
Bagi Golkar, resistensi PKB di awal terhadap koalisi besar adalah hal yang dimaklumi. Doli mengisahkan saat awal terbentuknya Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang beranggotakan Golkar, PAN dan PPP. Sempat ada penolakan, namun kemudian tetap merapat karena adanya pembicaraan dan penjajakan sebelum dibangun kesepakatan.
"Tidak mungkin sekali pertemuan bisa langsung jadi koalisi. Saya katakan sama seperti dulu KIB tidak langsung sekali ketemu jadi koalisi. Tapi ada pertemuan dulu antar-ketua umum. Sehabis itu dibentuk tim dan ketemu tim lainnya. Baru kemudian deklarasi," ungkapnya.
Selain Golkar, Gerindra –mitra PKB di KKIR-- juga berusaha meyakinkan PKB agar mau bergabung dengan koalisi besar. Sekjen Partai Gerindra, Ahmad Muzani menjawab keraguan PKB soal nama capres yang semakin alot dibahas bila koalisi terlalu banyak diikuti partai.
Menurut Muzani, soal bakal capres adalah pembahasan terakhir. Namun yang paling penting adalah masa depan bangsa dan negara.
“Prinsipnya adalah bagaimana kita bersama-sama bisa melakukan proses pemilu, proses demokrasi. Hal itu menjadi baik karena semakin besar koalisinya, maka rakyat akan semakin mudah menentukan pemimpinnya di masa depan," ujarnya.
Membaca Arah Politik PKB Pasca Bergabung dengan Koalisi Besar
Direktur Eksekutif Aljabar Strategic, Arifki Chaniago menyebut, Cak Imin dipastikan akan menyiapkan sejumlah kesepakatan politik yang menguntungkan dia dan partainya ke dalam koalisi besar. Walaupun tidak menjadi bakal capres atau cawapres, syarat kursi menteri bagi partainya tidak akan terbantahkan.
“Saya pikir Cak Imin berharap adanya komposisi menteri yang besar bagi partainya bilamana koalisi besar menang," kata Arifki.
Arifki melihat potensi kemenangan PKB dalam Pemilu 2024 akan lebih mudah diraih bila bersama koalisi besar. Karena PKB tidak memenuhi syarat ambang batas presiden dan tidak ada potensi untuk membangun koalisi, selain dengan Gerindra dan partai pendukung pemerintah yang sudah tergabung dalam koalisi besar.
“Jika Cak Imin tak mau melunak, dia akan dianggap sulit oleh koalisi lain kecuali berharap dengan efek Prabowo," terangnya.
Soal kursi bakal capres dan cawapres, Arifki yakin PKB akan legawa meski Cak Imin tidak akan dipilih. Berkaca dengan kasus Pemilu 2019, saat Ma'ruf Amin dipilih menjadi cawapres Jokowi, kemungkinan PKB akan berlaku sama. Cak Imin boleh tidak dipilih asal nama penggantinya mendapat restu.
"Bisa jadi Cak Imin sudah memiliki nama lain yang dibolehkan untuk menjadi capres atau cawapres di koalisi besar," ujarnya.
Namun, PKB dan koalisi besar lainnya patut saling berhati-hati. Peneliti Pusat Riset Politik - Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRP-BRIN), Wasisto Raharjo Jati mengingatkan, koalisi besar masih rawan bubar bila satu partai dengan lainnya tidak solid.
Di antara penyebab tidak solidnya koalisi adalah konfigurasi mesin antar partai yang tidak solid dan tawaran kepada partai politik yang tidak terakomodasi, kata Wasisto.
“Hal yang potensial didapatkan tentunya adalah soliditas mesin koalisi yang bisa menjadi alat pendulang suara terutama pemilih pemula," terangnya.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Abdul Aziz